°13 Butterfly Hug

1.7K 165 33
                                    

Aroma kopi murni itu sempat membuat mata terus terjaga semalaman penuh, pagi telah menyambut dengan kehangatan sejuk yang mulai terasa. Langkah kaki itu perlahan mulai beradu dengan detik waktu yang terus berjalan. Sayup-sayup keramaian sudah mulai terdengar, sesekali meneguk sisa-sisa kopi yang akan tersisa ampasnya saja. Gadis yang masih lengkap dengan pakaian dinasnya, beserta rambut yang dicepol itu sudah memasuki lift dengan lega. Sejak tadi dirinya sudah terburu-buru untuk naik ke lantai atas, meninggalkan unit gawat darurat untuk menemui seseorang.

Dan ketika pintu lift itu terbuka, segera ia membuang cup yang tersisa ampas kopi dan sedikit berlari menuju kamar pasien favoritnya.

Sedikit sibuk dengan tangannya yang kesulitan melepas cepol rambut, karena tangan kanannya sedang membawa sebuah buket, lalu membiarkan rambutnya terurai dan sedikit menyisir karena sudah semalaman terikat. Shani menarik nafas ketika ia sudah berdiri di depan sebuah pintu kamar yang ia tuju.

Senyumnya terangkat lebar, mengetuk pintu beberapa kali, lalu perlahan masuk.

Pagi masih terlalu awal memang, ia bisa melihat gadis yang masih terselimuti, matanya terpejam, tirai kamar yang belum terbuka, menyisakan hanya lampu masih hidup.

"Masih belum bangun ternyata."

Mendekat perlahan, berusaha tidak ingin membangunkan gadisnya itu. Ia melihat jam dinding yang masih menunjukkan pukul lima pagi, tidak heran mengapa Gracia masih belum bangun.

Perlahan ia letakkan buket bunga yang sudah disusun apik oleh seorang florist.

"Ge. Semoga hari ini lancar ya."

Meski Shani bermonolog, ia bisa melihat wajah Gracia yang begitu tenang dalam tidurnya. Wajah polos itu begitu menggemaskan, membuat senyumnya terus mengembang. Paginya begitu indah bukan karena kopi favoritnya mengisi perut, atau bahkan dirinya harus berlari menuju toko seberang untuk membeli sebuah buket bunga yang masih segar, bukan karena itu. Melainkan karena kehadiran Gracia pagi ini lah yang menyambut kebahagiaan dalam dirinya.

"Aku bakal nyamperin kamu sehabis terapi. Nanti kita jalan-jalan, semau kamu."

Shani mengecup kening gadis itu, lembut namun cukup lama. Sampai ia benar-benar mengangkat bibirnya, mata itu mulai terbuka perlahan. Tampak kerutan di dahi gadis itu dan mulai tersadarkan.

"Kak Shani.." Gracia merasakan hangat nafas Shani yang tak jauh dari wajahnya.

"Maaf aku bangunin kamu ya."

Sedikit panik, namun Shani terkekeh melihat wajah Gracia ketika baru pertama kali bangun tidur. Lucu. Meskipun sudah sering kali ia lihat, namun tidak pernah membuatnya bosan.

Gracia menggeleng. Mata itu mulai terbuka perlahan menatap kehadiran Shani disebelahnya. Ia melihat area kamarnya yang masih sepi dan sedikit gelap, tirai belum terbuka menandakan ini masih terlalu pagi untuk bangun.

"Kak Shani, ini masih pagi banget."

Tentu saja dirinya bukan lah morning person yang akan menikmati udara pagi hari, atau bahkan cerahnya langit pagi. Gracia akan lebih memilih melanjutkan tidur setidaknya sampai matahari benar-benar terbit sempurna.

Shani tersenyum. Membelai lembut pipi gadis itu, "Karena nanti aku ga bisa nyamperin kamu."

Gracia menatap Shani, lalu mencari keberadaan tangan Shani, menggenggamnya, "Radioterapi kak Shani nanti siang ya? Sama kayak jadwal operasi aku."

Shani mengangguk, ia duduk dipinggiran bed Gracia. Menatap genggaman tangan mereka yang sama-sama bertaut. Rasanya sudah lama ia tidak merasakan telapak tangan yang begitu lembut itu, yang lebih mungil dari miliknya.

AMERTA & KAHARSA || greshanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang