°19 Cancer

1.5K 126 37
                                    

Suara gemuruh langit menjadi pembuka pagi hari yang sendu. Hangat keduanya saling bertukar dalam dekap. Udara dingin menusuk kulit dari sela-sela pintu dan jendela. Selimut ditarik perlahan agar tidak menggangu seorang dalam dekapan. Langit tidak terlalu cerah, meski pagi sudah melewati pukul delapan. Kicau burung tak terdengar sibuk dari luar sana.

Pergerakan kecil membuat gadis dalam dekapan mengeratkan pelukan, tenggelam dalam leher Shani.

"Kak.."

"Pagi wahai bidadari."

Suara gemuruh semakin menggelegar diatas langit. Reflek terkejut keduanya sampai menyadarkan kesadaran masing-masing.

"Serem juga." Toleh Shani pada tirai yang masih tertutup.

"Hujan ya?"

"Mau. Masih rintik-rintik."

Shani melirik jam dinding pukul delapan lewat dua puluh menit. Sudah ada troli makanan disisi ranjang pasien, tanda perawat sudah sempat masuk ke dalam. Biasanya mereka akan memulai aktivitas makan pagi lebih awal seperti kemarin, namun hari ini rasanya untuk memulai aktivitas seperti begitu berat. Terlebih suasana sendu yang ingin selalu menarik selimut dan kembali tidur.

"Sarapan yuk."

Dalam dekapan, gadis itu menggeleng pelan. Tak ingin lepas. Masih enggan untuk memulai hari.

"Loh katanya mau ada janji sama dokter Adis sama Sisca."

"Tunda aja.."

Shani tertawa pelan mendengar Gracia dengan suara beratnya, karena masih belum sadar seratus persen.

"Ini gimana sih ini, katanya mau jalan-jalan, ayo bangun."

"Kamu kan masih susah jalan."

"Nanti maksudnya kalo udah sembuh."

"Yaudah nanti kalo gitu."

"Yang nanti jalan-jalannya, apa bangunnya?"

"Dua-duanya.."

Mendengar jawaban malas-malasan yang keluar dari mulut Gracia, Shani memberi kecupan singkat pada puncak kepala Gracia. Sepertinya Shani tahu mengapa gadis itu kini terlihat begitu malas beranjak untuk memulai hari.

"Evaluasi akhir itu ngga lama. Nanti sore kita jalan-jalan ke taman gimana?"

Tidak menjawab, Gracia mulai mengurai jarak. Dibukanya perlahan kelopak matanya yang tadi masih terpejam. Pemandangan pertama yang selalu ia dapatkan tiap pagi begitu indah dan cantik. Seperti bidadari mendekapnya semalaman untuk memberi ketenangan dan kedamaian dalam mimpinya. Tidurnya sudah kembali tenang, berkat Shani.

Keduanya saling menatap, Shani merapikan anak rambut Gracia yang berantakan, dirapihkan nya begitu lembut, "uring-uringan gini kenapa, padahal mau sembuh kan?"

"Takut."

Bisa dilihat dari pancaran mata Gracia. Tentu Shani juga merasakan hal yang sama seperti apa yang Gracia rasakan. Bahkan sejak pertama kali mendengar ucapan Sisca semalam mengenai semua prosedur yang sudah siap dilakukan kepada Gracia. Benar-benar dirinya seperti ikut terseret dalam momen menegangkan seperti ini. Padahal dirinya sudah banyak membantu pasien operasi transplantasi jantung. Begitu juga Sisca, sudah ratusan kali dilakukan. Namun keduanya sama-sama merasa resah.

"Percaya. Semuanya bakal lancar."

Tentu Gracia percaya, bahkan yang akan melakukan operasi kepada dirinya adalah salah satu orang terhebat dan yang sangat dipercaya Shani dalam hidupnya.

Namun tetap saja, resah itu akan selalu ada.

"Oke gini aja, sini bangun dulu," perlahan Shani bangkit untuk duduk. Sakit-sakit pada tubuhnya sudah sedikit mereda sekarang.

AMERTA & KAHARSA || greshanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang