Satu minggu, bulan pertama-
"Jaket nya dipake, jangan dilepas meskipun udah sampe."
"Kalo udah di hotel kabarin, beli makan jangan jauh-jauh, kalo bisa kasih sayur dikit aja."
"Minum air putih yang banyak."
"Gak usah keluyuran sendiri, tetep sama Kak Anin terus."
"Kabarin tiap saat, ya?"
Ramai mendominasi ruang antar keduanya melakukan percakapan. Sayup-sayup akan perpisahan yang terjadi pada antar manusia mengantar kepergian dan berpergi, membentang sebuah jarak. Ada perasaan campur aduk untuk melepas sebuah kasih dalam raga.
Senyum simpul itu menghiasi wajah Shani, menatap pakaiannya saat ini sedang sibuk dirapikan oleh sang kekasih. Kemudian pipinya yang diusap lembut, memperhatikan gerak gerik mata hitam indah itu yang mulai menatapnya. Seolah ingin hadirnya tak beranjak kemanapun.
Mendengarkan seluruh rentetan ucap kata per kata dari mulut Gracia, tak membuat Shani jengah. Dirinya akan selalu merindukan si bawel Gracia yang penuh perhatian kepadanya. Atau lebihnya Gracia memang tiap saat mengurus Shani ketimbang dirinya sendiri yang tak mampu. Rasa senang dalam hati karena perhatian itu tidak kurang sedikitpun, bahkan lebih sampai meluap.
"Aku cuman seminggu padahal."
"Kamu dengerin gak apa yang aku bilang?"
"Denger." Tidak bisa Shani mengelak, pertanyaan yang dilontarkan secara serius itu membuatnya tak berani bercanda lebih.
Gracia menghela nafas, ditatapnya selama yang ia bisa wajah Shani yang pucat, meskipun sudah dioles tipis sebuah bedak. Semoga pengobatan di negeri orang sana dapat berhasil, untuk mengembalikan pipi tembam Shani, wajah segar yang selalu menenangkan, seolah tak ada lagi rasa sakit yang tersimpan seorang diri. Doa-doanya terus melayang kepada Tuhan untuk pinta kesembuhan pada sang kasih. Bahwasanya Tuhan selalu memberikan siapapun untuk mendapatkan kesempatan di dunia.
Meski harus ada bentang jarak yang terjadi, tak masalah demi kesehatan. Tak masalah mereka akan sejenak memendam rasa rindu untuk berhari-hari, atau harus merasakan kesendirian dikala keduanya selalu melakukan giat bersama tiap saatnya.
Begitu juga Shani, tersenyum hangat pada gadis yang saat ini dipenuhi oleh keresahan karena akan berjauhan. Tidak pada waktu ini Shani bisa merasakan keresahan Gracia yang akan berpisah untuk sementara waktu, dari kemarin malam, dua hari yang lalu, atau bahkan satu minggu yang lalu. Resah dan ketidak inginan untuk berpisah begitu besar.
Jika Shani mau, dirinya enggan. Bahkan sejengkal menjauh dari Gracia, dia tidak akan ingin. Namun ada janji yang belum tercapai, terwujud untuk keduanya jalankan, ingin yang belum tersampaikan.
Sembuh itu harus ia perjuangkan, untuk membayar bentangan jarak yang akan terjadi kedepannya.
"Pengobatan selanjutnya, aku ikut," pinta Gracia.
"Kalo keadaan kamu udah stabil."
Sampai baru seminggu, dua minggu berlalu, Gracia bisa merasakan dadanya yang terkadang masih nyeri pascaoperasi. Sesak atau bahkan tiba-tiba menggigil, sudah seperti biasa terjadi tiap malamnya. Namun itu adalah hal biasa, efek samping setelah transplantasi memang seperti itu. Beruntungnya Gracia sudah sangat stabil, meski dirinya tahu bahwa ia akan terus mengkonsumsi obat-obatan imunosupresan. Hal ini dilakukan untuk mencegah efek yang lebih parah dari penolakan seluler akut.
Dan hari ini dirinya sudah tampak baik-baik saja. Atau bisa dibilang memaksa untuk baik-saja, karena sebelumnya harus demam semalaman karena memikirkan kekasihnya akan jauh. Setelah paksaan dan penawaran apapun itu, Gracia meminta untuk mengantarkan Shani ke bandara. Dengan rentetan syarat yang Shani utuskan kepada Gracia, bahwa gadis itu harus banyak beristirahat dan melakukan olahraga rutin untuk membiasakan jantungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMERTA & KAHARSA || greshan
Fanfiction"Yang abadi di dunia itu ngga ada." "Kebahagiaan bisa abadi tau, kayak kisah Jack Dawson sama Rose DeWitt, sampai umur mereka sama-sama usai." "Tapi, Jack ninggalin Rose. Jangankan mereka, Habibie aja ditinggal sama Ainun." "Kamu aja yang ngga tau p...