°02 Mess & Art

1.8K 250 18
                                    

Riuh keramaian dalam suatu ruangan yang penuh dengan sekumpulan manusia. Tak ada yang berdiam diri ditiap sudutnya. Tak ada mata yang terpejam hanya karena rasa kantuk. Dipaksa seluruh tubuh untuk bergerak seirama dengan otak yang turut bekerja. Aroma cairan garam menyeruak seluruh ruangan, suara alat rumah sakit yang bergeming turut mengisi keramaian, decitan sepatu berlari kesana kemari.

Gadis berperawakan tinggi dengan rambut yang diikat cepol, tidak ingin ada rambutnya yang terurai. Setelah tadi berlari dari lantai lima menuju bawah, benar-benar menguras keringat. Memilih jalur tangga darurat karena lift yang digunakan sangat penuh. Tapi, kembali disini dirinya harus fokus menangani pasien kecelakaan.

"Tumben sih Shani keluar dari kandang."

Setelah melepas handscoon karet dan membuangnya ke tempat sampah khusus, ia melenggang ke meja resepsionis setelah pasien sudah mendapatkan penanganan karena luka sobek pada lengannya.

"Sekali-kali nyari angin, eh tapi malah tadi tuh," Shani sedikit bersandar sambil bersedekap. Ingatannya melayang mundur, "Aku ketemu pasien mu tau, Sis." Sisca ikut bersandar dan menolehkan kepalanya.

"Ha, siapa Shan?"

"Siapa ya tadi namanya.."

Shani itu benar-benar ingatan pendek. Bukan sengaja lupa, tapi karena banyak sekali hal yang dia lakukan sampai hal sekecil itu ia lupa. Tapi, kalo soal kesehatan, tindakan, diagnosis, semuanya bakal dia ingat tanpa berfikir lagi.

"Lo kalo kena buku At a Glance reproduction system pasti langsung inget sekejap mata, ya kan?"

"Ngaco, mana ada kayak gitu," Shani hampir saja teriak sebelum akhirnya memukul lengan gadis itu.

Mana mungkin Shani bisa langsung mengingat satu isi buku soal sistem reproduksi yang Sisca ucapkan, apalagi itu bukan basic nya. Lagian kenapa tiba-tiba menjuru ke sistem reproduksi? Mentang-mentang udah umurnya sudah dua puluh empat tahun. Emang otak Sisca tuh ngga bisa jauh-jauh sama 21+. Eh, tapi kan itu edukasi ya?

"Dia... ada gingsul nya."

Sisca langsung berdiri tegak. "Bro? Pasien favorit gua itu." Dengan mimik wajah yang sumringah, Sisca tersenyum lebar.

"Emang iya? Kok bisa?"

"Dia tuh kalo sama orang asing dingin banget, tapi kalo udah deket banyak banget ngomong."

"Dulu pertama kali kita ketemu dia beneran ngga mau ngomong, bahkan Feni aja baru bisa ngajak ngobrol seminggu selanjutnya."

"Shania Gracia namanya, dia udah rawat jalan sebulanan ini," Lanjut Sisca sambil kembali bersandar.

Shani hanya mengangguk, pikirannya mencoba mengingat-ingat bagaimana sosok Gracia yang tadi ia temui. Benar jika sosok nya yang tampak begitu dingin dan cuek, tapi ketika berbicara sekilas, dia seperti ingin banyak berbicara dan mengobrol. Bahkan Shani masih ingat bagaimana cara dia mengenalkan diri.

"Dia pasiennya Feni juga?"

Sisca yang kini mengangguk, tatapannya beralih pada dokter dan pasien diseberang sana. Tatapannya teralihkan dan kosong. Senyumnya juga menurun.

"Hebat ya, ditangani dua dokter cantik di rumah sakit ini," Monolog nya hanya membuat Shani tertawa kecil.

"Kalo misal gua ikut, berarti tiga dokter cantik dong."

"Eh lo mana bisa ngerawat pasien gua ini, hidup lo aja soal nih tempat mulu."

Yang dimaksud tidak lain dan tidak bukan ialah Unit Gawat Darurat ini. Kehidupan yang Shani jalani tiap saat, adalah tempat ini. Seolah dirinya tidak pernah berpindah ke tempat lain atau meninggalkan tempat ini tidak lebih dari berjam-jam lamanya. Shani sampai berfikir bahwa setengah hidupnya sudah ia dedikasikan pada unit gawat darurat.

AMERTA & KAHARSA || greshanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang