Enjoy guys! isi kolom komentar nya yh👀
🤍
Decitan sepatu yang terus terdengar di sepanjang lorong itu mengisi keramaian yang juga menjadi tempat orang-orang berlalu lalang, kaki yang terus berlari itu tak berhenti meski sudah beberapa kali ingin menabrak orang-orang sekitarnya. Nafasnya sudah tersengal-sengal karena berlari dari lantai dasar, menaiki anak tangga yang banyaknya sampai lantai tujuh. Dirinya juga sudah merasakan air keringat mengalir di punggungnya, namun ia belum berhenti juga sampai di depan kamar inap yang tertutup sempurna.
Menarik nafas panjang, mengisi paru-parunya yang seolah terjepit. Tangannya terangkat untuk mengetuk pintu beberapa kali. Jantungnya tidak karuan sejak tadi, rasa gugup juga mulai menyerang.
Pintu kayu itu terbuka perlahan, menampakkan seseorang dengan kaos oversize bewarna putih polos dengan celana training warna hitam, rambut yang diikat biasa. Gadis yang membuka pintu itu sedikit mengerutkan dahinya melihat seseorang dihadapannya tampak lelah dengan nafas yang tersengal-sengal.
"Kak Shani ngapain?"
Shani tiba-tiba memegang kedua pundak Gracia tanpa alasan.
"Sisca bilang," Ucapannya terpotong karena Shani benar-benar harus menarik nafas bahkan lewat mulutnya, "Sisca bilang kamu mau pulang ke rumah ya?"
Gracia mengangkat tangannya untuk membersihkan air keringat yang tiba-tiba mengalir di pelipis Shani, ia tersenyum kala melihat wajah cemberut Shani yang tiba-tiba ditunjukkan padanya. Kerandoman apalagi ini.
"Iya kak. Ada beberapa keperluan kampus yang mau aku selesaikan."
"Ge, kapan-kapan aja ngga bisa?"
Gadis itu menggeleng. "Aku kan mau ambil cuti semester buat operasi aku nanti kak."
"Baliknya kapan?"
"Kapan ya." Gracia tampak berfikir sambil tersenyum jail kearah Shani. Namun, bukannya mengucapkan kalimat untuk menjawab pertanyaan Shani, Gracia menarik masuk gadis itu ke dalam kamarnya. Kebetulan Gracia lagi seorang diri disini, dari tadi pagi dirinya sedang sibuk mengemasi barang-barang yang mau ia bawa pulang.
"Lusa udah balik rumah sakit kok."
Shani melihat beberapa barang sudah mulai dikemasi, matanya tertuju pada dua kanvas yang tak asing baginya juga sedang tergeletak diatas ranjang Gracia. Namun, ia tidak bisa berhenti menatap ke arah dinding-dinding yang penuh dengan kanvas lukisan Gracia yang abstrak. Bukan bentuk yang jelas, coretan-coretan yang timbul itu membuat Shani berfikir jika itu adalah luapan perasaan sang pelukis. Dirinya memang tidakmenau soal seni lukis, namun dirinya seolah bisa membaca tiap coretan itu seperti mengandung makna.
"Kak."
Shani bangun dari lamunannya pada lukisan Gracia.
"Ya."
"Jelek ya lukisan aku?"
Shani menoleh pada Gracia. "Bagus, diluar nalar. Meskipun aku ngga tau maknanya apa." Jujur meski semuanya dominan dengan warna gelap, Shani benar-benar bisa menilai arti seni itu sendiri. Padahal dirinya adalah orang awam, tapi dia seolah disuntikan keindahan lukisan tersebut.
"Tiap kanvas yang aku gambar ada artinya."
Gracia menunjuk salah satu kanvas dengan dasar warna hitam, ditimpa dengan warna putih berbentuk seperti dua burung sedang terbang, lalu dibawahnya dengan warna lain bewarna biru tua menampakkan seseorang tengah duduk sambil mendongakkan kepala. Namun, cat yang tampak luntur sengaja terlihat seperti itu menambahkan kesan yang menyedihkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMERTA & KAHARSA || greshan
Fanfiction"Yang abadi di dunia itu ngga ada." "Kebahagiaan bisa abadi tau, kayak kisah Jack Dawson sama Rose DeWitt, sampai umur mereka sama-sama usai." "Tapi, Jack ninggalin Rose. Jangankan mereka, Habibie aja ditinggal sama Ainun." "Kamu aja yang ngga tau p...