Bag 10. Obsessed with you!

1.3K 136 11
                                    


Konyol! Mungkin itulah kata yang cocok untuknya. Bella memutuskan pergi ke sebuah Bar hanya untuk menghindari seseorang yang tiba-tiba saja berada di rumah Ben. Sosok pria yang membuat mood Bella seketika ancur saat itu juga.

“Alaric sialan!” lirihnya. Yah, tentu saja kedatangan Nicholas kemari tak lain karena perintah dari kakaknya itu.

“Lo gak mau ketemu sama Dion tuh? Ngasih ucapan selamat gitu seenggaknya.”

Bella memutar bola matanya malas. “Look at this!” Bella menunjuk dirinya sendiri dengan kedua tangannya. “Apa pakaianku seperti seseorang yang akan datang menghadiri acara birthday party?” Freya mengerutkan dahinya, tak paham akan apa yang Bella ucapkan.

“Aku tak membawa kado dan pakaianku tak sama seperti yang kalian kenakan. Jadi anggap saja aku orang lain yang tak diundang ke acara ini.”

Freya berdecak kesal. “Terserah lo deh Bell, gue capek ngomong sama lo. Tau ah mending gue cari cowok aja,” ia pun akhirnya meninggalkan Bella sendirian di depan bartender.

Bella tak menghiraukan ucapan temannya itu, ia kembali terlarut dalam pikirannya.

‘Bagaimana kabarmu Bella? Aku sangat senang bisa melihatmu lagi setelah beberapa puluh tahun kita tak bertemu.’

‘Apa kau baik-baik saja selama tak ada aku?’

Bella berdecih seraya tertawa sinis. “Memangnya kau siapa sampai bertanya seperti itu.”

‘Kemballilah ke kastil Bella, kami semua merindukanmu.’

Bella menyisir rambutnya yang tergerai bebas dengan tangan kanannya, ia memejamkan matanya sesaat, mencoba menenangkan dirinya. Tatapan Bella beralih pada deretan botol kaca di hadapannya. “Bisa kau berikan aku satu botol? Dengan kadar alcohol paling tinggi.”

_____________

“Aku ingin berbicara lebih denganmu, Tapi sayangnya bahasa inggrisku sangat terbatas.”

“Berbicaralah dengan bahasamu, meskipun aku tak membalas dengan bahasamu tapi aku pasti mengerti.”

Owh really?” Lucius mengangguk pasti.

Whats your name by the way?” tanya Lucius.

“Marsya, that’s my name!” Marsya semakin kegirangan saat pria di hadapannya ini merangkul pinggangnya dengan mesra. “Bagaimana bisa kau setampan ini...” Lucius hanya tersenyum menanggapi ucapannya. “Do you have a grilfriend?” tangan Marsya kini mengalung sempurna pada leher Lucius.

I don’t think so, aku sendiri tak tahu bagaimana cara mencari soulmateku.” Marsya tertawa, ucapan Lucius terdengar lucu baginya. “Aku serius, terkadang aku bingung dengan tanda-tandanya, apakah dia benar-benar soulmateku atau bukan.” Lanjutnya.

Oh oke, you don’t have to care about the sign. Bagaimana jika aku saja yang menjadi soulmatemu itu?” godanya pada Lucius.

“Sepertinya itu tak akan bisa,” saat Lucius hendak melepas rangkulan pada pinggang gadis itu, Marsya lebih dulu menarik kerah baju miliknya membuat jarak mereka sangat dekat.

Saat Marsya hendak menciumnya lebih dulu, Lucius menempelkan jari telunjuknya pada bibir gadis itu. “Kau terlalu agresif girl!” ujar Lucius. “Tapi, sepertinya tak ada salahnya mencicipimu. Mau ikut denganku ke suatu tempat?” tentu saja Marsya mengangguk dengan cepat, lalu setelahnya mereka pergi dari keramaian.

Lucius menarik gadis di sampingnya ini keluar dari bar, ia hendak membawa mangsanya ini ke tempat yang jarang dilewati orang-orang, tempat yang gelap dan sepi tentunya. Namun baru saja ia keluar dari bar, ia mendapati aroma yang asing yang pernah ia temui sebelumnya. Dengan berat hati ia memutuskan untuk melepaskan mangsanya ini demi sesuatu yang lain.

Lucius memegang bahu Marsya, menyuruh gadis itu agar menatap ke arahnya. “Sayang sekali aku tak bisa mencicipi darahmu,” ujarnya tanpa basa-basi, tentunya hal itu membuat Marsya mengerutkan dahinya.

“Apa maksud-”

“Lupakan kejadian sejak saat kita bertemu! Mengerti?” lucius tersenyum miring saat gadis itu menganggukkan kepalanya. Lalu setelahnya ia kembali berjalan masuk ke dalam bar.
______________

Senyum Dion terus mengembang saat mendapati Bella yang tengah duduk di kursi bar, matanya masih setia mengamati Bella yang tertidur pulas pada meja bar tersebut. Dion menatap ke arah botol di samping kepala gadis itu, ia sedikit terkejut saat mendapati Bella yang sempat meminum vodka dengan kadar alcohol 80%. Gadis itu bahkan hampir menghabiskan satu botol minuman tersebut, namun hebatnya Bella sama sekali tak terpengaruh akan minuman itu.

Tatapan Dion beralih pada botol minuman yang ada pada tangannya, minuman yang sama seperti yang Bella minum sebelumnya. “Kayaknya minuman kita tertukar,” ujarnya seraya tersenyum miring, lalu meletakkan botol tersebut pada meja bar.

Tangan Dion bergerak menyingkirkan helaian rambut yang menutupi wajah Bella. “You’re so beautiful Bella. I’m fallin love with you, sejak saat pertama kali kita ketemu di SMA dulu,” lirihnya.

Jemari Dion mengelus pelan pipi Bella, tatapannya menyiratkan ketidaksukaan saat kembali mengingat Bella yang selalu menjauhi dirinya. “I’m obsessed with you Bella! And I want you…” Setelah mengatakan itu Dion membawa tubuh Bella ala bridal style keluar dari bar yang ramai ini.

Shit!” senggolan di bahunya membuat Dion mengumpat cukup keras. Ia menatap ke arah seseorang di sampingnya itu, seorang pria yang tingginya kira-kira di atas 180cm berwajah khas eropa dengan rambut sedikit pirang, dan kulit yang terlihat… pucat?

Im sorry…” ujarnya membuat Dion berdecak malas, ia terlalu malas untuk meladeni warga negara asing. Ia pun melanjutkan langkahnya kembali, tak menghiraukan sosok pria itu yang terus menatap dirinya, atau mungkin lebih tepatnya menatap ke arah seorang gadis yang ia bopong.

Damn it! What are you doing?” makinya saat pria tersebut menarik kerah bajunya.

“Berikan dia padaku!”

What?” Dion terkekeh kala pria itu menyuruhnya menyerahkan Bella. “Kau pikir kau siapa hah?”

She’s mine.” Setelahnya tatapan Dion berubah menjadi kosong, seakan menuruti ucapan pria itu Dion pun menyerahkan Bella padanya dan pergi begitu saja.

_________________

Entah apa ia harus merasa beruntung atau justru sebaliknya saat dirinya tak sengaja bertemu dengan Arabella−putri King Arthur itu, di sebuah bar. Tentu saja Lucius mengetahui fakta itu saat ia melihat Alaric yang mencoba menyelamatkan gadis ini dari dirinya.

“Putri kesayangan Arthur...,” ujarnya seraya mendengus sinis.

Mata Lucius masih setia memandang wajah Bella yang masih terlelap, ia menebak jika seseorang memberinya obat tidur tanpa sepengetahuan gadis itu. Sudah pasti pelakunya adalah sosok pria tadi yang hendak membawa Bella entah ke mana.

Kini hanya ada mereka berdua, duduk di kursi taman yang sangat sepi. Tentu saja karena ini sudah hampir pukul 12 malam. Tiba-tiba gadis itu bergerak dan mengerang tak jelas sambil memegangi kepalanya dengan kedua tangannya.

Matanya mengerjap mencoba memerhatikan sekitarnya hingga kepalanya mendongak ke arah seseorang di sampingnya. Seketika Bella menggeser tubuhnya mencoba menjauh dari sosok pria di sampingnya ini.

“Apa efek obatnya sudah menghilang?” Bella tak menjawab, ia terdiam sejenak mencoba mengingat apa yang terjadi sebelumnya.

Dion yang tiba-tiba menghampirinya, pria itu membawa satu botol minuman yang sama sepertinya, lalu setelahnya… yah Bella yakin pria itu meminum minumannya saat dirinya lengah. Dan sialnya minuman itu sudah dicampur dengan obat tidur oleh Dion.

Melihat Bella yang terdiam membuat Lucius melanjutkan kalimatnya. “Waktunya berbicara serius, Bella!”











Mau ngomong apa sih masnya...

Mumpung lg ada ide jadi up nya rajin nih, wkwkw

Percaya deh! Setelah ini akan ada kejutan yang tak terduga 😣, jadi sebelum lanjut ke part berikutnya ramaikan dulu vote&komennya ya guys, ayo buru!

{ 05-04-23 }

Red Cold Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang