Gelapnya malam dan hembusan angin yang semakin terasa sejuk tak membuat sosok itu berpindah tempat. Ia masih saja terdiam, duduk di pinggiran roof top dengan kaki yang saling menumpu dan tergantung bebas.
Banyaknya kendaraan yang berlalu-lalang menjadi pemandangan yang sering ia amati akhir-akhir ini. Dari jarak jauh sekalipun, ia masih bisa mengamati bahkan mendengar jelas perkataan manusia di bawah sana.
Tentunya itu karena kemampuan yang dimilikinya.
Suara langkah seseorang mendekat membuat sosok itu mendengus, “katakan saja jika aku tak akan kembali sebelum mendapatkannya!”
Langkah Eliz terhenti saat Lucius mengetahui apa yang akan ia ucapkan, dan pria itu lebih dulu memberikan jawabannya. “Tapi dia memaksaku untuk membawamu kembali ke kastil, aku harus apa?”
Eliz masih berdiri di tempatnya, menunggu apa yang akan terucap dari mulut pria itu. Namun bukannya mendapat jawaban, Eliz malah mendengar umpatan dari mulutnya.
“Ada apa?”
Lucius bangkit dari duduknya, “aku lapar,” ujarnya singkat. Setelahnya ia berlalu begitu saja meninggalkan Eliz yang masih terdiam dengan dahi yang berkerut.
Sedangkan di lain tempat, Bella terlihat tak sabaran menunggu temannya itu agar segera keluar dari apartemen. Setelah kelasnya selesai tepat pada sore tadi, Bella memilih mengantar temannya pulang ke rumah.
Mengetahui langit yang sebentar lagi gelap, Bella jadi tak tega jika meninggalkan temannya ini sendirian di kampus. Apa lagi akhir-akhir ini para kawanan vampir sedang aktif-aktifnya berkeliaran. Bella tak ingin temannya ini jadi mangsa para makhluk licik itu!
Namun bukannya langsung pulang, Freya meminta Bella unuk mengantarnya ke sebuah toko kue, lalu setelahnya ke apartemen pacarnya itu. Lagi-lagi Bella menurut, ia kira hanya sekedar memberikan sekotak kue ulang tahun lalu setelahnya pulang, tapi ternyata, lihatlah!
Bella berdecak kesal, ia kembali melirik ponselnya, melihat waktu saat ini, 19.30. Sudah satu jam lebih ia menunggu, duduk sendirian di sebuah taman yang cukup sepi. Tapi temannya itu tak kunjung keluar dari balik pintu itu.
Cukup sudah! Bella sudah terlalu sabar menunggu manusia satu itu.
“Berapa lama lagi?” tanya Bella melalui telepon.
“Sebentar lagi, 15 menit,” Bella menghela napasnya, entah sudah berapa kali ia melakukan itu untuk menyabarkan diri.
“Dasar gila! Aku menunggumu satu jam lebih Freya, cepatlah! Aku bosan,” ujar Bella dengan nada sewot.
“Yaudah iya, nih gue mau pamit sama ayang gue.”
Bella tak menjawab.
“Tungguin! Jangan tinggalin gue,” gadis itu hanya bergumam sebagai jawaban.
Bella melihat ponselnya yang terus berbunyi. Rupanya itu notifikasi chat dari grup kelasnya, Bella menggulir isi pesan tersebut. Ia terlalu fokus membaca chat itu hingga tak sadar seseorang berjalan mengendap-ngendap ke arahnya. Sosok itu menatap Bella yang tengah terduduk manis di sebuah kursi taman yang minim cahaya.
Ia semakin mendekat, dan…
“HUAA!” tiba-tiba bahunya didorong oleh seseorang, “e-ehh ini gue!” ujar Freya saat melihat Bella hendak membogem wajahnya.
“It’s not funny!”
“Ya maaf, bercanda Bel.” Untugnya reflek Bella tak secepat werewolf pada umumnya. Jika iya, bisa-bisa temannya ini sudah terpental hanya karena sebuah pukulan.
Dan lagi, Bella bersyukur saat mengetahui hal itu. Rupanya menjadi cacat ada untungnya juga.
“Gue, kelamaan ya? Sorry deh Bel, tadi keasikan ngobrol sama ayang beb, padahal gue ngerasanya cuma bentar doang kok,” Freya menatap Bella yang memandang jengah ke arahnya. “Maaf,” ujarnya lagi dengan mengacungkan jari membentuk huruf V.
Bella menghela napasnya sesaat, ia bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah mobilnya berada. Temannya itu langsung mengikutinya dari belakang.
______________
Setelah mengantar temannya, Bella memutuskan mampir ke apartemennya, untuk mengambil beberapa berkas penting tentang identitasnya sebagai manusia. Tentunya itu karena keperluan kuliahnya.
Sesampainya di lantai basemant apartemennya, Bella segera menuju lift dan masuk ke dalamnya. Sambil menunggu lift naik ke lantai yang dituju, Bella melihat ponselnya yang sejak tadi berbunyi. Beberapa panggilan tak terjawab dari nomor tak dikenal membuat dahinya mengernyit. Saat ia hendak menelepon balik nomor itu, tiba-tiba Ben menghubunginya.
“Aku di apartemenku, hanya ingin mengambil beberapa berkas,” jelasnya seakan tahu apa yang akan Ben ucapkan.
Tinggal bersama Ben dan Victoria membuat Bella merasa menjadi anak angkat mereka berdua. Hampir setiap hari, jika malam telah tiba dan dirinya belum kembali, maka pria itu akan menanyakan keberadaannya. Padahal sudah berkali-kali Bella ingatkan pada mereka untuk tak terlalu mengkhawatirkannya. Memberi tumpangan tempat tinggal saja sudah cukup! Bella tak ingin merepotkan kedua pasangan itu.
“Segeralah kembali, sudah semakin malam Bella.” Peringatnya.
“Yaa.” Pintu lift terbuka bersamaan dengan panggilannya yang tertutup.
Bella melangkahkan kakinya mencari keberadaan pintu apartemennya. Saat tangannya hendak memindai ke arah sensor sidik jari, tiba-tiba pintu itu lebih dulu terbuka. Bella tentu terkejut akan hal itu, apa lagi saat ia baru menyadari sesuatu. Sosok yang dengan kurang ajarnya masuk ke dalam apartemennya itu bukan manusia!
Bella mencium aroma yang begitu ia kenal. Dan benar saja, saat pintunya terbuka sempurna, ia bisa melihat dengan jelas sosok itu.
“Hai,” ujarnya seraya tersenyum manis ke arah Bella.
Sedangkan Bella, gadis itu menatap tajam ke arah pria itu. Raut wajahnya seketika berubah kesal, aura permusuhan sangat kentara di wajah gadis itu. Bella menggeram tak suka!
“What the fuck are you doing?!”
Wah ada tamu tak diundang nih
Kira-kira siapa ya?
Yang jawab bener dapet Mixue nih, heheJangan lupa ramaikan Vote & Komennya. Makin banyak vomen, tak usahain up cepet, oke ga nih?
( 11-07-23 )
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Cold
Fantasy»Sequel of 'Switch Over' Sorot matanya yang tajam serta iris merahnya yang pekat mampu membuat siapa saja yang menatapnya akan terhipnotis olehnya. Tak hanya itu, auranya yang begitu dingin dan mencekam mampu membuat siapa pun yang berhadapan seketi...