Bag 20. Blood type test

1.3K 134 50
                                    

Sepasang netra merah itu masih setia menatap ke arah jendela yang terletak di dapur, tatapannya terfokus pada satu titik, dahinya berkerut dengan raut wajah yang terlihat sangat serius. Gadis itu nampaknya tengah berusaha melihat sesuatu dengan kemampuan yang dimilikinya itu.

C’mon!” sebuah geraman keluar dari bibir merahnya itu. Ia menghela napasnya sambil memejamkan matanya, apa yang dilakukannya sejak tadi sepertinya tak juga berhasil.

Tak lama suara pagar yang terbuka membuatnya bangkit dan segera berjalan menuju halaman depan rumah. Ia pun berlari ke arah sosok yang kini tengah berdiri tepat di depan pagar rumahnya itu, sebelum sosok itu membuka suara, ia lebih dulu memeluknya dengan begitu erat.

“Apa kau tahu? Kami yang ada di sini sangat mengkhawatirkanmu!”

“Aku tidak apa-apa Vi,” gadis itu mencoba menenangkan sosok Victoria yang masih setia memeluknya. “Sungguh aku baik-baik saja,” ujarnya lagi.

Victoria melepas pelukannya, tangannya beralih pada lengan Bella, “apa yang dia lakukan padamu huh? Apa dia mencoba memasukkan sesuatu di dalam tubuhmu? Atau mungkin dia menghisap darahmu? Katakan Bella!”

“Rupanya kalian tahu ya, aku bersama vampir itu.” Bella tersenyum tipis, “tapi aku baik-baik saja Vi, dia tak melakukan apa pun padaku.”

Really?” Bella mengangguk cepat, “tapi kenapa rasanya sangat sulit menemukan keberadaanmu, apa kau yakin dia tak melakukan apa pun padamu?”

Dahi Bella nampak berkerut, “kurasa tidak,” saat Victoria hendak mengeluarkan suara lagi, Bella lebih dulu menyelanya. “Bisa kita bicarakan di dalam? Karena aku juga lapar, sungguh!” ujarnya seraya memamerkan gigi.

“Baiklah,” keduanya pun berjalan masuk ke dalam rumah

____________

“Padahal kau bisa menghabisinya, kenapa kau malah membiarkan gadis cacat itu pergi?!”

“Kau tak tahu apa-apa Eliz jadi lebih baik kau diam saja!” ujarnya dengan nada tak suka.

Eliz, gadis itu nampak membuang muka saat ucapannya lagi-lagi diabaikan oleh sosok tuannya itu. “Apa yang sebenarnya kau rencanakan Lucius?”

“Sebuah permainan,” dahi Eliz berkerut sebab tak paham akan ucapannya, “dia adalah peran utama dalam permainanku.” Ujarnya lagi seraya tersenyum miring.

Gadis itu hanya memutar bola matanya malas, Lucius selalu saja begitu. Tak bisakah pria itu memercayainya? Meskipun Eliz tahu kemampuan Lucius tak bisa diremehkan, tapi tidak bisakah dirinya ikut dilibatkan dalam rencananya itu?

‘Kau selalu bergerak sendirian, apa kau berpikir jika aku ini tidak berguna huh?’

Detik berikutnya, dahi Eliz berkerut samar, ia baru menyadari sesuatu, wajah pria itu terlihat lebih pucat. Apa yang sebenarnya terjadi saat dirinya tak ada?

“Apa kau baik-baik saja?” tanyanya dengan nada sedikit memelan. Tepat seperti perkiraannya, pria itu tak mungkin menjawab pertanyaannya. “Soal lukamu… aku belum bisa mencari pemilik darah itu, maaf.”

Lucius membenarkan posisi duduknya, “tidak masalah, aku hanya ingin kau melakukan tugas dariku. Pastikan Lazarus tak ikut campur urusanku.” Pria itu tiba-tiba bangkit dan berjalan keluar.

Pria itu butuh sesuatu untuk memulihkan kondisi tubuhnya kembali. Karena rupanya semalam pria itu menyembuhkan luka Bella secara total dengan kekuatannya, tentunya Bella tak menyadarinya.

Ia sendiri tak mengira jika efek dari transfer energi itu akan sangat berdampak pada kondisi tubuhnya, terlebih lagi luka yang sudah lama bersemayam di dadanya ini belum sembuh total.

Red Cold Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang