Bag 9. Avoiding someone

1.2K 122 7
                                    


“Beberapa vampir itu berhasil ditangkap oleh warriorku, lalu setelahnya Edward menggali informasi dari para vampir itu. Cukup sulit untuk membuat mereka semua mengatakan hal yang sebenarnya,”

“Lalu, apa yang terjadi setelahnya?” tanya Bella pada Alaric.

“Kau pasti tahu bukan cara apa yang akan kulakukan setelahnya untuk membuat kawanan vampir itu mau menjelaskan soal kekacauan ini?”

Bella terdiam tanpa ekspresi, ia cukup malas membayangkan sesuatu yang terjadi saat itu. Saat di mana kakaknya ini melakukan hal gila, menyiksa dan memperlakukan para vampir itu dengan tak manusiawi. Oh tentu saja karena Alaric bukan manusia, seharusnya kau tahu itu Bella!

“Aku tak menanyakan soal itu! Apa yang kau dapati setelah melakukan itu semua?”

“Perkataan mereka sempat membuatku ragu bahkan tak percaya. Kedatanganku kemari bukan hanya sekedar kebetulan, tapi juga untuk membuktikan ucapan mereka.” Alaric tersenyum sinis. “Rupanya vampir itu benar-benar hidup kembali.”

“Dan tentunya kau pasti tahu jika saat ini dia mengincarku.” Ujar Ben.

“Tentu saja karena kau adalah kunci dari semua ini,” Alaric berjalan mendekat ke arah Ben. “Dan jika suatu saat kau tertangkap olehnya, jangan mengatakan sesuatu yang dapat membahayakan keluargaku, apalagi mateku!” peringat Alaric, dan jangan lupakan tangan pria itu yang menunjuk tepat di wajah Ben.

“Alaric!” suara Bella yang meninggi membuat Alaric menjauh dari hadapan Ben.

Bella terkejut saat Alaric berjalan ke arahnya dan mencekal erat lengannya. “Apa yang kau lakukan?”

“Kembali ke kastil sekarang juga, keadaan di sini seharusnya membuatmu sadar dan menuruti ucapanku, Bella!” Alaric mencoba menarik Bella.

“Singkirkan tanganmu!”

“Dasar keras kepala! Kenapa kau tak pernah menuruti ucapanku?”

“Kau yang lebih keras kepala! Dan sampai kapan pun aku tak pernah mau menuruti ucapanmu!” bella menghentakkan tangannya hinga cengkraman tangan Alaric terlepas.

Alaric menghela napasnya kasar. “Bagaimana jika ini terjadi lagi?” ia mengulum bibirnya yang terasa kering. “Apa kau melupakan kejadian barusan hah? Kau hampir terbunuh Bella!” kali ini emosinya tak dapat ditahan lagi, Alaric benar-benar marah.

“Aku tahu dan itu bukan yang pertama kalinya!” bodoh! Seharusnya Bella tak mengatakannya, Alaric pun menatap tak percaya ke arah Bella. Jelas saja karena pria itu tak mengetahui soal kejadian malam itu saat Lucius hampir membunuhnya.

“Aku tak akan kembali sebelum aku menemukan sisi wolf-ku!” setelah mengatakan itu Bella masuk ke dalam rumah Ben, tak memedulikan teriakan Alaric yang memanggil namanya.

___________

Dua minggu setelah insiden di rumah Ben itu, Bella menjalani aktivitasnya secara normal. Hari-harinya berlangsung seperti biasanya, berangkat menuju kampus lalu kembali ke rumah Ben, begitulah selama beberapa pekan ini.

Soal Lucius, vampir itu tak lagi menampakkan dirinya, juga tak ada lagi berita mengenai manusia yang tak sadarkan diri dengan luka di lehernya. Alaric bahkan sudah kembali pulang ke kastil bersama Jeanna. Meskipun pria itu masih saja menyuruh dan memaksa Bella agar ikut pulang bersamanya namun lagi-lagi Bella menolak keras.

Bukannya merasa tenang akan situasi saat ini, Bella justru merasa heran sekaligus curiga, ia terus memikirkan apa Lucius tengah merencanakan sesuatu yang besar? Mengingat pergerakan vampir itu tak dapat ditebak. Bella memejamkan matanya cukup lama, ia pun meletakkan kepalanya pada meja di hadapannya, kedua lengannya ia gunakan sebagai tumpuan kepalanya itu. Ia memilih memanfaatkan waktu istirahatnya untuk tidur di kelas, yah meskipun hanya sebentar.

Telinga Bella yang sangat peka dengan suara langsung terbuka kembali saat mendengar suara di sampingnya, sebatang coklat tiba-tiba saja tergeletak di atas mejanya, tepat di samping kepala Bella. Ia pun membenarkan kembali posisi duduknya, pandangannya terarah pada sosok perempuan yang duduk tepat di sebelahnya.

“Gue cuma disuruh kok Bell, sumpah! Jadi lo terima aja ya.” Jawabnya seakan tahu maksud tatapan Bella.

Bella menghela napas panjang, ayolah apa Bella tak bisa hidup dengan tenang? Setelah Lucius dua kali hampir membunuhnya, kali ini sosok Dion yang selalu mengganggu ketenangannya selama di kampus.

“Apa kamu dibayar untuk melakukan ini?” tanya Bella, dan mungkin ucapannya terdengar sedikit sarkas.

“Lebih tepatnya terpaksa sih,” jawabnya dengan malas. “Aslinya gue ogah banget terlibat antara hubungan lo berdua yang gak jelas itu!”

“Aku tak mengenal pria itu dan jangan membuat spekulasi seperti itu Freya!”

Freya menutup rapat bibirnya seraya menganggukkan kepalanya. ”Sorry.”

Bella menatap sebuah coklat dengan sticky note yang menempel pada bungkus coklat tersebut. Dengan malas ia mengambil kertas tersebut dan mulai membacanya.

'Anggap saja ini sebuah undangan karena aku mengundangmu di acara ulang tahunku yang ke-21, tepatnya di sebuah Bar–'

Bella berdecih. “Aku bahkan tak peduli berapa umurmu,” setelahnya ia lanjut membaca rentetan kalimat tersebut.

'.... jangan lupa datang, karena kedatanganmu sangat kunantikan Bella. Dan jangan lupa untuk berdandan semenarik mungkin.' [ Dion ]

“What the hell is that!” Bella meremas kertas tersebut dan melemparnya ke tempat sampah.

“Lo mau buang coklatnya juga?” Tanya Freya saat tangan Bella bersiap melempar coklat tersebut ke tempat sampah.

“Kenapa memangnya?”

Freya menadahkan tangannya. “Buat gue aja sini, dari pada mubazir. Lo gak ngerti mubazir ya? Ya maklum sih bule mana ngerti.” Bella pun menyerahkan coklat itu dengan sukarela.

“Btw gue juga diundang kok Bell,” Bella kembali menatap teman satu kelasnya itu. “Maksud gue barang kali nanti malam lo dateng, bareng gue aja gitu. Soalnya gue mau nebeng sama lo kan lumayan aja sih.” ujarnya dengan diiringi sebuah cengiran.

“Kamu pasti tahu jawabanku Freya. Aku sibuk dan tentu saja aku tak akan datang ke acara itu!”

Freya merengut kesal. “Sayang banget, padahal banyak makanan gratis, enak-enak lagi pastinya. Secara Dion kan anak holang kaya!”

“Aku tak peduli,” balas Bella seraya mengedikkan bahunya acuh.

____________

“Kau sudah pulang?” Bella menjawab pertanyaan Ben dengan sebuah anggukan, ia menatap aneh ke arah pria itu yang seakan tengah menghalangi jalannya untuk masuk ke dalam rumah.

“Sampai kapan kau akan berdiri di hadapanku? Aku tak bisa lewat Ben!”

Listen Bella! Mungkin ini akan membuatmu kesal, tapi-”

Ucapan Ben terpotong saat seorang pria tiba-tiba muncul dari balik pintu rumahnya. “Hai Bella, senang bisa melihatmu lagi.” ujarnya seraya tersenyum ke arah Bella.

Kedatangan sosok tersebut membuat Bella seketika terdiam, tangannya terkepal kuat dan matanya menatap lurus ke arah seseorang yang baru saja menyapanya. Sedangkan Ben, pria itu menggelengkan kepalanya beberapa kali karena ia sendiri tak dapat mencegah semua ini.












Yang baca tapi gak Vote siapa nih ngaku!

»Jangan lupa Vote & Komennya ya guys ya, thx u 💙

{ 04-04-23 }

Red Cold Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang