Suatu waktu di masa lalu.
.
.
.
"Silahkaaan."
Remaja beriris putih itu berlari sambil membawa sepiring kukis ke arah dua pria yang tengah menikmati teh sorenya.
"Cobalah, ini A-Qing yang buat," ujar gadis itu sembari berkacak pinggang.
"Kalau A-Qing yang membuatnya sudah pasti ini lezat," ujar Xingchen sembari tersenyum pada gadis yang sudah duduk di antara mereka.
"Xingchen, kau jangan makan dulu, biar aku duluan. Jadi jika ada yang harus keracunan, akulah orangnya," ejek Xue Yang sambil mencomot dua buah kukis sekaligus.
"Heh, enak saja! Aku tak akan mungkin meracuni Xingchen. Jika ada yang akan kuracuni, kaulah orangnya!" balas A-Qing sambil cemberut. Ia terus memperhatikan pria yang mulai mengunyah kukis buatannya.
Xue Yang membuat raut wajah berpikir. "Emm, aku tidak yakin dengan rasanya. Tiga lagi!" Xue Yang lagi-lagi memakan tiga buah kukis coklat itu. A-Qing memicingkan mata melihat itu.
"Aku tak tau, sekali lagi tolong." Xue Yang akan mengambil kukis lagi sebelum tangannya ditepis oleh A-Qing.
"Heh! Xingchen bisa tak kebagian jika cara menyicipimu seperti itu! Jujur saja jika ini enak, huh!" sungutnya kesal.
Xue Yang tertawa renyah, begitu juga Xingchen yang terkekeh pelan melihat tingkah keduanya.
"Baiklah ... baiklah. Xingchen, ini tak berbahaya, ini benar-benar enak. Karena apa?" Xue Yang mengacak rambut kecoklatan A-Qing. "Karena chef kecil kita yang membuatnya."
A-Qing lagi-lagi menepis tangan itu pelan dengan wajah merona merah. Jika mau jujur, ia menyukai belaian Xue Yang, tapi ketutupan gengsi.
"Sepertinya seru, boleh aku bergabung?"
Suara itu membuat ketiganya berbalik secara bersamaan. Iris putih A-Qing berbinar ketika melihat pria yang berdiri di sana.
"Song Lan! Kau datang kemari!" Gadis kecil itu melompat dengan riang, berlari kemudian memeluk pria yang baru saja datang.
"A-Qing, bagaimana kabarmu, hm?" tanya Song Lan sembari membelai rambut gadis itu.
"Baik. Hei, ayo bergabung dengan kami, aku mencoba membuat kukis hari ini, kau harus mencobanya!" A-Qing menarik tangan Song Lan riang, kemudian memaksanya duduk di antara mereka.
"Xingchen, bagaimana kabarmu?" tanya Song Lan yang hanya dibalas anggukan senyum oleh Xingchen sendiri.
Song Lan sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah Xingchen yang menyesap tehnya. "Kapan kau akan mengunjungi tempatku?"
"Eeee, sepertinya ...."
"Ekhm!" Xue Yang berdehem sedikit kuat untuk mengalihkan perhatian semuanya. "Sepertinya Xingchen tak bisa, lantaran sibuk mengurus seseorang di sini."
Song Lan dapat melihat tatapan tak suka di mata Xue Yang. Tentu saja ia balas tatapan itu dengan cara yang paling menjengkelkan.
"Oh, aku tak tau itu. Sesibuk itukah Xingchen sampai tak sempat mengunjungi kediaman teman lamanya?"
Telinga Xue Yang jadi gatal mendengarnya. "Mungkin ia bisa mengunjungi tempatmu, tapi tentu saja ia tak akan datang sendiri. Jika ia ke sana, tentu saja ...,"
Xue Yang mendekat ke telinga Song Lan kemudian berbisik. "Tentu saja kekasihnya akan ikut datang pula," ujar Xue Yang sambil berbisik diiringi seringaiannya.
★★★
"Huh, kenapa aku harus ikut ke pasar bersamamu? Itukan tugasmu," omel A-Qing. Tangannya menenteng sekantung buah dan sayuran yang cukup berat untuknya.
A-Qing tak henti-hentinya menggerutu sejak tadi tentang mengapa ia harus membantu Xue Yang dengan belanjaannya. Yaa, hari ini memang sudah waktunya untuk belanja bulanan.
"Jika bukan karena Xingchen yang menyuruhku, aku takkan— Huwaa!" Gerutuan A-Qing berganti menjadi jeritan kaget saat tiba-tiba Xue Yang mencubit gemas pipinya. "Apa yang kau lakukan?!"
"Hei, berhentilah mengomel. Aku tak bisa membawa semua ini sendiri," ujar Xue Yang sembari mengangkat dua kantung bumbu dan bahan-bahan masakan lainnya.
"Sebenci itukah kau padaku?" tanya Xue Yang santai. Pertanyaan yang begitu sederhana, tetapi sulit bagi A-Qing untuk memberi jawaban yang pasti.
"Hmph! Ambil ini! Aku tak mau membantumu lagi. Tinggal beberapa meter lagi sebelum sampai di rumah, bawa itu sendiri!" A-Qing mendesak Xue Yang dengan belanjaannya. Pria itu bahkan hampir terjatuh karena seluruh beban yang kini ada di tangannya.
Xue Yang hanya melihat A-Qing berlari menjauh. Hmm, untung sayang. Jadilah Xue Yang berjalan sendiri dengan belanjaannya.
Beberapa menit ia berjalan, ia mulai merasakan sesuatu yang aneh. Terasa seperti ada yang mengawasi, ia mulai meningkatkan kewaspadaannya.
Tak diduga, pria dengan pakaian serba hitam dan tertutup tiba-tiba muncul di hadapannya. Ia menodong pistol itu tepat ke Xue Yang.
Panik, tapi sebisa mungkin ia terlihat tenang. Jika ia ketakutan duluan, nyawanya bisa melayang lebih cepat. Ia menjatuhkan semua kantung belanjaan, kemudian mengangkat kedua tangannya.
"Katakan, apa maumu."
"Menjauh darinya."
Xue Yang mengerti walau suaranya tak jelas karena tertutup masker. Siapa yang harus dijauhi? Apa dia mengenal orang ini?
"Hah?"
Dapat dilihatnya tangan pria itu mulai bergetar. "MENJAUH DARINYA, BAJINGAN!"
Pria itu menarik pelatuknya. Xue Yang memejamkan matanya, menunggu timah panas itu menembus jantungnya.
Xue Yang tak mengerti, siapa yang ia harus jauhi untuk pria ini? Yang dekat dengannya hanyalah A-Qing dan ....
Tunggu, kenapa tak terasa sakit?
Perlahan ia membuka mata dan mendapati gadis kecil berdiri menghadap ke arahnya sambil merentangkan kedua tangan. Menghalangi peluru yang seharusnya mengenainya.
Darah mulai menetes dari luka tembak gadis itu. Lututnya bergetar kala menahan tubuhnya yang kian melemas.
"X–Xue Yang ... bodoh."
"A-Qing ... A-Qing..? A-QING!"
To Be Continued
Ada seseorang yang biasanya nampak tak peduli pada kita. Namun, sekalinya peduli, berkorban nyawa sekalipun mereka bersedia.
🥀-Xie Antares-
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Young Master and Assassin [BxB]
AcciónWei Wuxian, seorang pembunuh bayaran yang terbebani masa lalu kelam yang melibatkan keluarganya. Kini ia ditugaskan untuk melakukan pembunuhan terhadap Lan Wangji, tuan muda kedua dari keluarga mafia terkenal. Terlepas dari latar belakang mereka yan...