"A-Qing ... A-Qing..? A-QING!"
Xue Yang membuka mata, tangannya terangkat di udara, seakan tengah berusaha meraih sesuatu.
Sesaat setelahnya, ia merasakan nyeri luar biasa pada bagian ulu hatinya. Ia melihat sekeliling dan menyadari bahwa di sini bukanlah mansion B'Shan lagi.
Seluruh ruangan didominasi warna hitam putih, ia bisa mencium bau obat-obatan yang kuat. Selang infus terpasang di tangan kirinya. Ruang kesehatan?
"Memimpikan A-Qing, ya? Sudah dua tahun yang lalu lho."
Xue Yang menoleh dan mendapati Xingchen tengah duduk di sofa sembari tersenyum. Pria itu mulai menghampirinya.
"Tindakanmu tadi benar-benar gila. Untunglah dokter bilang itu tak mengenai organ pentingmu," ujar Xingchen saat berdiri di sebelahnya.
Xue Yang nampak masih tengah memproses semuanya. Ia berusaha untuk bangun, tetapi rasa sakit menghalanginya. "Di mana ini, hah?!"
"Tenanglah, ini di mansion Dark Cloud," jawab Xingchen santai.
"Kau—" Xue Yang membulatkan matanya terkejut. "Kau gila! Kau membawaku ke kandang musuh?! Kau ingin aku mati, hah?!" tanya Xue Yang mulai heboh. Prinsipnya ialah, lebih baik mati di tangan sendiri, daripada mati di tangan musuh.
Xingchen tersenyum, ia tau prinsip itu, makanya ia mengerti mengapa Xue Yang bisa seheboh ini.
"Tenang saja, semuanya sudah tau, termasuk pimpinan. Mereka semua baik-baik saja dengan keberadaanmu," ucap Xingchen berusaha meyakinkan.
Melihat tatapan tak percaya Xue Yang, ia kembali melanjutkan, "Mereka awalnya menolak, tapi aku berhasil meyakinkan mereka. Aku katakan kau tak akan mungkin macam-macam, karena kau akan selalu di bawah pengawasanku."
Dari jauh terdengar pembicaraan dua pria lainnya yang sepertinya akan masuk ruangan tersebut.
"Malam ini mau pakai rasa apa?"
"Hah?!"
"Kau mau coba rasa vanilla? Atau kau lebih suka coklat?"
"Hoii, 'sat! Kita baru melakukannya, aku tak mau!"
Kedua orang itu sampai di ambang pintu. Xue Yang dan Xingchen menatap mereka ngeri. Haha, pembicaraan yang benar-benar ambigu.
"Wah, sudah sadar?"
Xue Yang membuat gerakan waspada saat melihat kedua pria itu mendekat. Ia sekali pun tak menurunkan kewaspadaannya saat Wei Wuxian duduk di pinggiran kasurnya.
Pria itu menepuk lututnya. "Hoii, tak perlu membuat raut wajah takut seperti itu. Selama kau tak berbuat macam-macam, kepalamu akan baik-baik saja. Yaa, walaupun aku masih punya dendam padamu, tapi lupakan saja," ujar Wei Wuxian.
Xue Yang mengerutkan kening. Cara Wei Wuxian berbicara berhasil mencairkan suasana yang tegang.
"Kalian."
"Apa?"
"Bisakah membiarkanku berdua dengan Xingchen? Ada yang perlu kubicarakan," pinta Xue Yang.
Wei Wuxian memicingkan matanya. "Hmmm, ada yang aneh. Apa pun itu, jangan lakukan di sini," ujar Wei Wuxian ambigu.
Melihat wajah kebingungan semuanya, ia kembali melanjutkan. "Maksudku jangan berkelahi di sini. Lapangan luas di luar sana, hehehe."
Sebelum makin ngelantur, Wangji mendorong pria itu keluar, meninggalkan Xue Yang dan Xiao Xingchen berdua.
"Jadi, apa maksudmu membawaku ke sini? Kau ingin melihatku saling membantai dengannya, hah?"
"Xue Yang ... aku rasa dia tak akan mungkin melakukannya. Dia—"
"Xingchen, jika kau membawaku hanya untuk membahas ini. Bisakah kau pulangkan aku saja?" ujar Xue Yang kesal. Ia sudah menebak arah pembicaraan ini.
Xue Yang menatap pria itu dengan tatapan kosong. "Kau telah menentukan pilihanmu. Kenapa kau masih peduli padaku? Kau suka melihatku menderita, ya?"
"Mari temukan pembunuh A-Qing bersama," seru Xingchen tiba-tiba.
"Kan sudah kubilang, kalau dia itu—"
"Maksudku buktinya!"
"Hah?"
Xingchen menatap Xue Yang dalam. "Saat ini, aku masih ragu ingin percaya dengan siapa. Katakanlah aku tak memihak siapa pun saat ini. Kalau kau begitu yakin dengan perkiraanmu, maka bantu aku menemukan buktinya."
Xue Yang terkekeh. "Bukti, ya? Apa aku harus tinggal di sini?"
Pria itu memutar bola matanya malas. "Terserahmu mau tinggal atau tidak, tapi aku yakin jika kau di sini, kau akan lebih mudah menemukan apa yang kita cari."
"Hehe, doakan saja aku bisa menahan diri ketika melihatnya. Tangan ini sudah gatal dari dulu untuk menghabisinya," ujar Xue Yang sembari menyeringai.
Semenit berlalu dalam keheningan. Keduanya sibuk dalam pikiran masing-masing, sebelum akhirnya suara pintu yang terbuka membuyarkan konsentrasi mereka.
Pria dengan jas formal berdiri di sana. Seseorang yang saat ini ingin Xue Yang hindari. Song Lan.
"Xue Yang? Kaukah itu?" Pria itu bergerak ke arahnya. "Lama tak melihatmu, bagaimana kabarmu?" tanyanya dengan wajah berseri-seri.
"Hah?"
"Aku dengar kau bekerja dengan B'Shan. Sayang sekali, aku pikir kau akan kerja di sini. Kau tau? Xingchen begitu merindukanmu, kau tak ada niatan gabung di organisasi ini? Tidakkah kau juga merindukannya?"
Song Lan terus mengoceh tanpa henti sehingga membuat Xue Yang mengerutkan keningnya. Sejak kapan pria ini menjadi begitu cerewet?
"Aku tak mengerti kenapa kau tiba-tiba bersikap seperti ini padaku. Ke mana semua tatapan sinismu dulu? Kau tak mungkin lupa bagaimana dulu kau mencoba menarik perhatian Xingchen, kan?" tanya Xue Yang sinis.
Song Lan terdiam, sementara
Xingchen mulai merasakan hawa dingin yang tercipta di antara keduanya."Xue Yang, kau jangan—"
"Kau mendapatkannya sekarang. Ambil Xingchen jika kau mau, tapi setidaknya kembalikan A-Qing padaku!" lanjutnya tanpa memperdulikan Xingchen. Ia bisa kembali merasakan perih di hatinya.
"Kau masih marah soal itu? Tak ada gunanya kau dendam padaku, karena aku tak melakukannya. Dan lagi, kau tak memiliki bukti apa pun."
Xue Yang menyeringai tipis mendengar penuturan Song Lan. "Untuk itulah aku akan bergabung dengan D'Cloud."
★★★
Sudah hampir satu jam Xingchen tak bergerak dari posisinya. Sedari tadi ia terus mencoba mengingat wajah yang ada di layar monitor.
Ingatannya tak begitu jelas, tapi ia yakin ia pernah melihat wajah itu. Konsentrasinya buyar seketika saat seseorang tiba-tiba mengetuk pintu.
"Pintu tak dikunci, masuklah," sahutnya.
"Sudah temukan sesuatu?" tanya Wangji sembari duduk di salah satu sofa.
"Sepertinya iya. Bisakah Anda membantu saya melihat ini?"
Wangji bangkit dari posisinya kemudian mendekat ke arah pria itu. "Lihat apa?"
"Saya tak tau mengapa, tapi saya agak familiar dengan orang ini. Apa Anda mengenalnya?" tanya Xingchen sembari menunjukkan foto yang sedari kemarin membuatnya pening.
Wangji mengernyitkan dahinya. Pria yang ada di dalam foto mengenakan kacamata hitam, jadi agak sulit mengidentifikasinya.
Perlahan tapi pasti. Hanya dengan melihat struktur wajah, ingatan tentang orang ini mulai muncul di ingatannya.
"Paman?"
To Be Continued
Untuk beberapa alasan, kita terpaksa sampai pada keputusan tersebut.
🖇️-Xie Antares-
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Young Master and Assassin [BxB]
حركة (أكشن)Wei Wuxian, seorang pembunuh bayaran yang terbebani masa lalu kelam yang melibatkan keluarganya. Kini ia ditugaskan untuk melakukan pembunuhan terhadap Lan Wangji, tuan muda kedua dari keluarga mafia terkenal. Terlepas dari latar belakang mereka yan...