[SYMAA•28] Jalan Tengah

234 29 10
                                    

"Wei Ying ... hentikan semua ini ... kumohon, jangan lakukan..."

Wei Wuxian terdiam selama beberapa detik, begitupun Xichen dan Qiren. Keduanya tak bisa berbuat apa-apa.

"Eh? Ahahahaha!" Wei Wuxian tertawa, ia mengambil langkah mundur, tak jadi menodong pistol ke arah Qiren yang masih saja terduduk.

Pria itu terus tertawa sembari memegangi perutnya. Suara tawanya terdengar aneh, perasaan terkejut, marah, dan kecewa bercampur di dalamnya.

Saat tawanya mereda, ia balik mengarahkan senjatanya ke arah Wangji dengan seringai kejam di bibirnya.

"Hehe, dari awal aku sudah menduga jika suatu saat akan ada waktu di mana kita harus saling mengarahkan senjata. Tak kusangka waktu ini akan datang juga, Lan Wangji."

Wangji benci itu. Ia benci tentang bagaimana cara Wei Wuxian menatapnya, ia benci saat Wei Wuxian memanggil nama resminya.

"Jauhkan senjatamu dari Paman, kumohon ... aku tak ingin melawanmu!" Itu nyata. Buktinya cara Wangji berbicara dan memegangi senjata sama sekali tidak stabil, tangan dan suaranya terus gemetar.

Wei Wuxian mendecih. "Mengapa? Jangan bilang karena kau takut aku terluka. Oh boy, dalam pertarungan, hubungan, status, maupun perasaan sama sekali tak penting. Kekuatan yang utama, jika kau terus gemetaran seperti itu, kau akan kalah sebelum berperang!"

Wangji menatap tepat ke mata Wei Wuxian, mencari perasaan yang sebenarnya dari pria itu.

"Wei Ying, bukan hanya aku yang ragu di sini, tapi kau juga, bukan?"

Wei Wuxian seketika terdiam. Apa yang dikatakan Wangji tak sepenuhnya salah. Sebab sewaktu ia akan menembak Qiren, pergerakannya lambat lantaran ia ragu.

"Hatimu bertanya-tanya, apakah melakukan ini adalah hal yang benar? Apakah dengan membunuh Paman akan ada sesuatu yang berubah? Semua pertanyaan itu ada jauh di dalam hatimu. Kau hanya takut memikirkannya."

Melihat reaksi Wei Wuxian, Wangji tau perkataannya benar. Wangji menurunkan senjatanya, tapi tidak dengan kewaspadaannya.

"Bukan hanya itu, sepertinya kau ikut memikirkan nasibku. Kau berpikir tentang bagaimana jadinya jika aku juga ditinggal Paman setelah kepergian orang tuaku. Sebenarnya kau tidak menginginkanku bernasib sama denganmu, 'kan?"

Wei Wuxian ikut menurunkan senjatanya, kemudian menunduk. "Sialan, apa kau bisa membaca pikiran?" gumamnya yang masih dapat didengar Wangji.

Wangji tersenyum tipis mendengarnya. "Itu karena perasaan kita terhubung."

"Wangji, hentikan."

Semua yang ada di ruangan menoleh ke arah Qiren. Pria tua itu menatap Wangji, memerintahkannya untuk menghentikan semuanya.

"Jangan pengaruhi emosi Wei Wuxian."

Nafas Wei Wuxian memburu. Apa maksudnya? Seharusnya Qiren senang karena situasi ini menguntungkannya. Mengapa malah...

Xichen yang sedari tadi diam akhirnya mulai buka suara. "Paman! Kau menyerah begitu saja?! Apa tak ada penjelasan yang bisa kau berikan?!"

Dilihat dari mana pun, pamannya yang salah di sini. Tapi adakah anak yang tega membiarkan ayahnya mati begitu saja?

Baginya dan juga Wangji, Qiren seperti ayah mereka sendiri.

"Aku yang membantai keluarganya, dan inilah balasan yang akan kudapatkan. Aku hanya terus berdosa jika tetap hidup. Selama dendam Wei Wuxian belum terbalaskan, dosaku akan terus mengalir."

Wei Wuxian menggenggam kuat pistolnya dengan kedua tangan. Tubuhnya sedikit membungkuk, berusaha menahan ledakan emosi yang ingin keluar.

"Wei Ying, jawab pertanyaanku! Setelah itu kau bebas melakukan apa saja." Wangji menarik nafas, menahan air mata yang menumpuk.

Second Young Master and Assassin [BxB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang