[SYMAA•23] Penyerangan

211 33 2
                                    

Wen Ruohan sedang enak-enaknya ngopi di dekat jendela besar ruangannya. Suasana malam ini sangat tenang dengan bulan purnama yang menggantung di langit, beberapa awan tipis ikut melengkapi sunyinya malam.

Di ruangan itu hanya terdengar suara detak jarum jam. Keadaan sangat sepi, meski waktu masih menunjukkan pukul 20.30 PM.

Ia pikir bisa menikmati kesunyian ini lebih lama lagi saat suasana tiba-tiba menjadi panik dan ricuh.

Dapat ia lihat para pengawal berlarian panik keluar masuk ke ruang senjata, membawa keluar pistol, senapan dan semacamnya.

Teriakan-teriakan komando terdengar di seluruh penjuru mansion B'Shan. Rasanya akan terjadi perang sebentar lagi.

"Dark Cloud menyerang! Amankan wilayah! Jangan sampai mereka menyentuh tuan besar!" Begitulah yang diteriakkan salah satu pengawal yang memimpin barisan, tak lama sebelum timah panas menembus kepalanya.

Dark Cloud? Ia tak ingat pernah memulai konflik baru-baru ini. Apakah anak-anaknya yang melakukan?

Ruohan bangkit dari tempatnya dan berjalan menuju pintu. Pikirannya untuk segera melarikan diri kandas ketika pintu dibuka lebih dahulu, menampilkan putra bungsu Lan yang sudah siap dengan pistol di tangannya.

Ia mundur selangkah. Ia terkejut, terlebih ketika melihat pria yang ada di genggaman Wangji. Itu putranya, Wen Chao.

Kondisi pria itu cukup mengerikan dengan luka sabetan di sekujur tubuh. Terdapat banyak percikan darah di wajahnya yang terlihat ketakutan.

"Ayah! Ayah! Selamatkan aku ...!" teriaknya sambil mencoba lari dari genggaman Wangji, walau ia tau itu percuma.

Ruohan tak bisa berkata-kata lagi. Putranya yang terkenal bengis kini tak berdaya di bawah kaki Lan Wangji. Tangan pria itu sesekali mencoba meraih Wangji, mencoba melakukan apa saja untuk melepaskan diri.

Saat ia mulai melangkahkan kakinya, Wangji malah menginterupsi.

"Selangkah lagi kau mendekat, kepala putra kesayanganmu ini akan bocor lebih cepat," ancam Wangji sambil mengarahkan pistol ke pelipis Wen Chao.

"Tidak! Dia bohong! Meski kau diam juga pasti akan membunuhku! Pria ini sudah menghabisi LingJiao dengan mudah, pastilah ia takkan melepaskanku juga!" teriaknya panik.

Wangji terkekeh. "Jadi bagaimana? Kau melangkah akan kubunuh dia, kau diam pun tetap kubunuh juga," ujarnya sembari menguatkan pegangannya pada Wen Chao. "Karena dari awal aku memang tak berniat melepaskannya."

Sembari mencoba memikirkan kesalahannya, Ruohan teringat pura sulungnya. Wen Xu, si Sulung yang tak begitu ahli dalam bertarung.

Wen Chao saja sudah seperti ini, bagaimana dengan Wen Xu?

Di tengah pemikirannya, pria lain kembali muncul dibalik pintu. Sosoknya dipenuhi percikan darah, tatapannya datar tanpa emosi.

"Kau terlambat, Kak."

Sosok yang dipanggil 'Kak' oleh Wangji itu mengusap keringat bercampur darah yang menitik pada pelipisnya. "Ya, anak itu sedikit sulit dihadapi, terlebih aku tak punya kemampuan bertarung sepertimu. Tega sekali kau meninggalkanku."

Xichen mendekati Wangji dengan langkah santai. "Wah, apa hanya dia dan si Tua Bangka ini yang tersisa?"

"Begitulah."

Dahi Ruohan berkerut. Bagaimana mungkin kedua anak ingusan ini bisa bersikap sesantai itu di depannya. Terlebih ke mana semua pengawal? Apa semua sudah tumbang?

"Ke mana pacarmu?"

"Wei Ying? Ia sedang mengurus beberapa keroco di bawah sana, aku rasa ia akan segera sampai."

Second Young Master and Assassin [BxB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang