15. •| jamet kuproy |•

75 13 27
                                    

Satu minggu kemudian

Haura dan Aksa tengah bersiap-siap pulang, karena hari ini Sisie sudah sembuh setelah sepekan di rawat. Dengan senang hati, bundanya Aksa itu telaten merawat Sisie yang bukan anaknya. Setelah mengetahui latar belakang cewek itu, Haura jadi semakin ingin mengurus Sisie, karena ia paham betul bagaimana hidup mandiri diusianya yang terbilang masih sangat membutuhkan orang tua. Bukan atas rasa kasihan, hanya saja Haura selalu senang ketika bersama teman Aksa itu. Akhirnya, lambat laun, kedekatan mereka semakin lekat, bahkan Sisie tak malu merengek di depan Haura.

Seperti sekarang, cewek itu kini tengah cemberut ketika melihat bekas luka tusuknya. Sisie mempoutkan bibirnya ke depan, rengekan kecil keluar dari bibirnya.

"Aaaaa Tante, sekarang aku punya bekas luka, ish jadi jelek banget kan? Aaaa gak mauu gak mauuuu. Pengen ilang ish!"

Haura yang saat itu sedang membenarkan jilbabnya mendekat dengan sedikit tertawa. "Gapapa atu neng, kan ngga keliatan, bekasnya di dalem kan?"

Sisie menggeleng cepat beberapa kali, seolah kalimat penenang barusan tak bisa mengobati rasa insecure-nya sekarang. "Tetep aja Tantee, ini tuh sebuah masalah bagi aku. Nanti kalo misal suami aku kecewa ternyata aku kayak gini, gimana?" imbuhnya ngawur.

Aksa yang sedang mmasukkan barangnya ke dalam totebage itu menoleh, sedikit merasa lucu.

"Ih eneng mah mikirnya aneh-aneh aja. Aksa ngga akan seperti itu kok, dia pasti menerima apa adanya, iya kan Dek?"

Saat itu juga Aksa dan Sisie saling berpandangan dan terhenyak seketika. Maksudnya, ini tidak ada hubungannya dengan Aksa, Sisie hanya khawatir jika calon suaminya kecewa karena tubuhnya sudah ada bekas luka.

"Eheehh Tante, kami tuh ngga ada hubungan apapun Tante ish, akutuh sama Aksa cuman temenan. Mana ada dia bakal jadi suami aku," kata Sisie.

Aksa menyambar sebelum bundanya beropini lagi, "Iya Bunda ih! Aksa sama dia ngga ada apa-apa kok, Bunda mah mikirnya kejauhan."

Sisie manggut-manggut, membenarkan omongan Aksa, sementara Haura berniat keluar, untuk menebus obat juga membayar biaya rumah sakit.

"Yasudah yasudah, iya deh, terserah kalian, kalo gitu Tante mau keluar dulu ya, kalian nanti nyusul ke depan ya." Akhirnya dalam ruangan itu tinggal mereka berdua. Hening, Aksa bingung, begitu juga Sisie. Mereka berdua terbuai oleh kalimat Haura tadi. Benar juga, mereka dekat, tapi tidak mempunyai hubungan.

"Ehmm ehm ohok!" Sisie pura-pura terbatuk agar suasana tak canggung, kemudian Aksa jadi salah tingkah, dirinya pun ikut terbatuk-batuk.

"Aksa, kayaknya bunda lo suka sama gue. Terus kayaknya bunda lo ngebet pengen jodohin lo sama gue, hahaha," ungkap Sisie pede.

Aksa ikut tertawa, ia tahu Sisie tidak serius mengatakan itu dan mungkin hanya menghiburnya. "Hahahaha. Sisie baru sadar? Kan emang, Bunda saya tuh udah anggep kamu kayak anaknya, tau ga? Saya aja suka ngerasa jadi anak pungut kalo Bunda udah perhatian sama Sisie," kata Aksa.

Tawa lepas tergambar lagi dari pahatan wajah Sisie, sambil menepuk tangan. Cara tertawanya seperti Chanyeol EXO, mungkin jika ia tak gengsi, ia akan sambil terjungkal. Lucu ketika melihat Aksa sedang cemburu terhadap dirinya.

"Ayo, pulang. Bunda kayaknya udah nungguin di mobil," ajak Aksa sambil membuka pintu ruangan itu.

Jujur saja, kaki Sisie masih sulit digerakkan, terasa lemas. Bukannya lebay, hanya saja gemetar. Iya, dia masih belum bisa menyeimbangkan diri. Dorongan dari Vania yang membuat dirinya tersungkur melukai kakinya. Ah ralat, melukai semua tubuhnya.

"Tapi Aksa, g-gue belum bisa jal-an, hehe." Aksa mengedipkan kedua matanya. "Pinjem kursi roda aja gimana?"

"Lama. Saya gendong aja." Cowok itu mendekat kemudian membalikan badannya dan mulai berjongkok. "Ayok."

Kelas Baru ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang