Hari ini Windu bangun dengan perasaan yang mengganjal, benar saja ternyata memang malam tadi dirinya sempat menghubungi Karina melalui WhatsApp dan mengirimkan pesan yang tulisannya bahkan tidak bisa dibaca, Windu kira itu semua mimpi karena sejujurnya dia tidak sepenuhnya sadar malam itu dan sudah dikuasai rasa kantuk yang luar biasa.
"Aduh anjing kaget gue Windu apaan sih" Raiyan yang saat ini sedang menunggu kopi nya matang dari coffee maker di dekat kompor Windu terkejut ketika mendengar suara kepala Windu yang sengaja dijatuhkan sang empunya ke meja island di depannya.
"kenapa gue bodoh banget ya" kata Windu dengan suara yang sedikit teredam karena saat ini kepalanya masih ada di meja di depannya.
"Emang! baru sadar lu?" Sahut Raiyan dengan nada yang sedikit berbisik seperti sedang berbicara kepada dirinya sendiri, karena takut terkena amukan Windu. Dan benar saja, Windu langsung buru-buru mengangkat kepalanya untuk melihar Raiyan dan mengarahkan jari tengahnya. Raiyan menelan ludahnya.
"kenapa sih lagian? Pasti berhubungan sama Karina deh, lu kan bodoh kalo dihadapan dia" Kata Raiyan sambil terkekeh dengan secangkir kopi di genggamannya. Windu kembali memicingkan matanya ke arah sahabatnya itu.
"BTW itu Nina belom bangun, mau ke surabaya jam ber-"
"Udah bangun dari tadi kak Raiyannnn, emangnya kakak-kakak? bangunnya siang banget" Kata Nina yang tiba-tiba muncul dari kamar mandi yang ada persis disamping dapur tempat Windu dan Raiyan berada. Disusul dengan Mindy yang keluar dari kamar tamu dan ternyata sudah rapi juga
Raiyan hanya bisa tersenyum seperti anak kecil. Nina lalu duduk disamping Windu untuk menyantap serealnya, dan tidak lupa menyempatkan diri untuk tersenyum kepada Windu.
Windu yang melihat Nina pagi ini malah jadi kepikiran tentang ucapan Mindy kemarin malam, ditambah saat ini Mindy juga memperhatikan mereka berdua dan seakan memberikan Windu kode perihal obrolan mereka semalam.
"Nin, aku aja yang anter ke bandara deh ya"
Nina yang mendengar hal itu sedikit terkejut karena kemarin memang sudah disepakati bahwa Mindy lah yang akan mengantar Nina ke bandara karena Windu harus mengurus pekerjaannya yang cukup banyak.
"L-loh bukannya kak Windu ada kerjaan?" Nina bukanlah orang yang tidak percaya diri, justru kadang percaya dirinya melebihi batas, jadi untuk bicara tergagap didepan orang lain cukup mustahil, tapi lain hal kalau sudah berhadapan dengan seorang Windu Januar, entah kenapa senior sekaligus crush pertamanya ini sangat mampu membuat dirinya gugup, bahkan untuk hal-hal kecil.
Windu yang mendengar itu kemudian tersenyum
"Gapapa lah sekali-kali, mumpung kamu disini, biar gue aja ya Min, tolong handle dulu kerjaan gue sama meeting-meeting, toh masih bisa di wakilin Raiyan juga" Kata Windu sambil melihat ke arah Mindy dan Raiyan
"DIH?!" Raiyan yang mendengar hal itu tentu saja cukup sewot namun Mindy segera mencubit lengan Raiyan supaya ikut setuju, karena tentu Mindy tau maksud dari Windu.
Karena waktu sudah cukup siang dan Nina juga dikejar waktu untuk terbang ke Surabaya, maka akhirnya disinilah Windu dan juga Nina. Berada di mobil Windu, menuju bandara.
Tidak ada percakapan yang tercipta sejauh ini. Sam pai Windu akhirnya memutuskan untuk jadi orang pertama yang memulai obrolan.
"Nanti dari Surabaya mau balik ke Jakarta atau mau langsung ke LA, Nin?"
"Um...aku belum tau kak, maunya si stay di sini for good, aku juga sebenernya udah berencana untuk pulang ke Jakarta, aku mau lebih deket sama keluarga ku disini, aku juga kangen sama kakak.."
Belum sempat Nina menyelesaikan kalimatnya, Windu langsung menoleh ke arah Nina
"Belum selesai ngomong, maksudnya tuh kangen sama kakak, sama kak Rai sama kak Mindy jugaa, wlee gausah geer" Kata Nina sambil memasang ekspresi usil
Windu kembali menatap jalanan didepannya, lalu sedikit tersenyum.
"Nin, aku boleh ngomong serius sama kamu?"
Nina melihat ke arah Windu, sejujurnya Nina sudah tau arah pembicaraan ini, karena Nina juga mendengar dari dalam kamarnya ketika Mindy,Raiyan dan Windu berbincang kemarin malam.
Windu kembali melihat ke arah Nina sebelum melanjutkan kalimatnya
"Aku minta maaf ya Nin, kalau selama ini kayaknya aku selalu nganggep kejadian waktu itu ga ada, aku selalu anggap perasaan kamu ke aku gapernah ada dan aku selalu merasa kamu itu anak kecil yang memang udah kayak adik ku sendiri, padahal harusnya aku bisa jadi lebih dewasa dan anggap kamu sebagai orang dewasa lainnya, yang berhak juga punya perasaan ke orang lain, termasuk aku."
Windu lalu menarik nafasnya, mengambil jeda sejenak sebelum kembali melanjutkan kalimatnya
"Walaupun waktu itu aku udah pernah omongin masalah ini sama kamu, tapi aku gapernah tanya perasaan kamu ke aku lagi, sampe sekarang, aku cuman bisa mikirin diriku dan perasaan ku sendiri. Kalau kamu orang lain buat aku, mungkin oke oke aja aku berlaku seperti itu, tapi Nin...aku itu sayang banget sama kamu, kamu udah kayak adik ku sendiri dan aku sungguh-sungguh sama perkataan ku itu."
Windu kembali mengambil jeda, kini melihat kearah Nina sejenak untuk melihat ekspresinya saat ini sekaligus melihat keadaan apakah dia bisa melanjutkan pernyataannya.
"Jadi Nin, karena aku masih mau berteman sama kamu untuk waktu yang lama, aku cuman mau kamu terbuka lagi sama aku, kamu bisa cerita atau kasih tau aku, apa yang kamu rasain sekarang?"
Nina saat ini menundukan kepalanya.
"Apa gunanya aku jujur kalau akhirnya juga sama kak? kakak tetep ga bisa bales perasaan aku kan?" Nina menjawab dengan tersenyum getir namun belum berani menatap ke arah Windu.
Windu yang mendengar pertanyaan dari Nina itu cukup terkejut. Tidak tau harus merespon bagaimana.
"Kakak mau aku jujur sama kakak? Iya, Aku masih suka sama kakak, jujur aku kira dengan stay di LA aku bisa hilangin perasaan itu, tapi nggak, aku juga gatau kenapa" Nina kembali tersenyum
Windu hanya bisa fokus ke jalanan didepannya
"Apa aku kurang banget ya di mata kakak?" Nina bertanya dengan suara khas orang menahan tangis
"Kok gitu mikirnya? ya Nggak lah, ga gitu, Nin." Windu dengan sigap menjawab pertanyaan retoris dari Nina
Nina tidak bisa membendung air matanya yang kini sudah keluar sedikit demi sedikit
"Setelah bertahun-tahun aku mendem dan coba hilangin perasaan ku untuk kakak, aku baik-baik aja karena setelah putus dari mantan kakak, aku kira kakak memang gabisa suka sama orang lain, aku kira kakak bakal benci sama yang namanya cinta....jadi jujur aku kaget sekarang kakak bisa suka lagi sama orang lain. Dan jujur aku sakit banget"
Nina menyandarkan kepalanya di kursi penumpang.
Windu masih terdiam.
"kak Windu...sayang sama Karina?"
Windu menoleh sejenak ke arah Nina.
"Aku...iya. Jujur aku juga masih takut Nin, tapi setelah sekian lama akhirnya aku ngerasain yang aku gapernah rasain setelah kurang lebih 4 tahun ini. Jadi iya, bisa dibilang aku sayang Karina"
Terjadi keheningan yang cukup lama setelah jawaban Windu.
"Oke, aku terima jawaban kak Windu. Lagi pula punya kak Windu jadi sahabat sekaligus jadi orang yang udah ku anggap kakak ku sendiri lebih asik! Aku ga akan pernah kehilangan kak Windu, ya gak sih?!" Kata Nina sambil mengangkat jari telunjuknya dan saat ini mood nya seperti sudah berubah 180 derajat dan terlihat seperti anak kecil yang habis menangis.
Windu terkekeh
"Iya, Nin. Gitu dong jangan nangis." kata Windu sambil mengacak acak rambut Nina
"TAPI! bilang ke Kak Karina, kalau sampe kak Windu kenapa-kenapa, AWAS YA! Aku bakal kejar kak Karina sampai kemanapun, pokoknya aku bakal protes dan terror habis sdwadhl"
Windu segera membungkam mulut Nina sambil tertawa melihat tingkah sahabatnya yang lebih muda ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Angostura
Roman d'amourWindu Januar yang bertemu dengan dunianya dan Karina Jimbaran yang bertemu dengan semestanya di saat yang sama.