بِسْــــــــــــــــــمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Tidak tahu mengapa, hati Insi tergerak untuk membantu Sarah. Biasanya, ia akan selalu bersikap bodo amat terhadap segala hal yang tak ada kaitannya dengan dirinya, apalagi mencampuri sesuatu yang bukan menjadi ranahnya.
Ketika Insi baru akan melangkah lebih jauh ke dalam rumah, ia berpapasan dengan Khaizan yang sepertinya akan pergi keluar menemui Sarah. Mereka berdua saling menghentikan langkah sejenak.
Khaizan mengatupkan kedua telapak tangannya. "Mohon maaf ya, Mbak, atas kejadian tadi. Maaf, karena Mbak harus terlibat dalam suasana yang tidak mengenakkan ini."
"Mana Eyang Nin?" tanya Insi.
"Beliau sedang menenangkan diri di halaman belakang."
"Saya tahu, Mbak pasti sekarang sedang bingung. Tapi maaf, sebaiknya Mbak pulang aja. Nggak perlu dipikirkan masalah yang barusan terjadi, karena bagaimana pun juga ini adalah urusan keluarga saya. Dan terima kasih atas bantuannya tadi," sambung Khaizan.
Segera Insi melengos pergi ke tempat yang di maksud Khaizan. Bukan maksud mengabaikan, tapi untuk menuntaskan misinya dalam membantu Sarah, ia harus bertemu dengan Eyang Nin, sekarang juga.
Sesampainya di tempat, Insi mendapati Eyang Nin termenung dengan sorot mata sendu dan raut wajah yang penuh pilu. Dengan perlahan, ia mendekatkan diri ke sosok lansia itu.
"Eyang."
Mendengar panggilan Insi, Eyang Nin sedikit terkejut. Ia lekas menyapu pipi yang tadi sempat diguyuri oleh bulir air dari matanya.
"Insi? Kok kamu masih di sini?"
Insi berjongkok di depan Eyang Nin yang tengah duduk di bayang bambu. "Mana mungkin aku pulang gitu aja di saat Eyang kondisinya lagi begini," sahutnya seraya memegang lembut punggung tangan Eyang Nin yang sudah dipenuhi dengan kerutan.
"Kamu nggak perlu mikirin masalah ini, In. Eyang nggak mau kamu terlibat. Ini urusan keluarga Eyang. Jadi, sebaiknya kamu pulang, ya?"
Baru beberapa menit yang lalu Insi mendengar wejangan itu dari Khaizan. Dan sekarang Eyang Nin pun mengatakan hal yang serupa. Tetapi, Insi tetap pada pendiriannya. Ia menggeleng, pertanda bahwa ia tak ingin pergi.
"Kamu nggak mengerti apa yang terja-"
"Aku ngerti," potong Insi. "Dan aku tahu masalah apa yang lagi terjadi sekarang ini, Eyang."
"Sarah yang cerita?" tanya Eyang Nin.
Tanpa ragu, Insi menganggukkan kepala.
"Cerita apa dia? Apa aja yang dia ceritakan? Pasti dia meracuni kamu dengan cerita yang faktanya diputarbalikkan, supaya kamu berpihak sama dia." Nada bicara Eyang Nin sedikit meninggi, ia kembali menambahkan, "Sudah In, lebih baik kamu pulang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ramadan Cinta
Romance[ Yang mau bacaan ringan, silahkan mendekat ] Ramadan, bulan suci yang begitu banyak dilimpahi oleh rahmat dan kasih sayang-Nya, siapa sangka juga membawa berkah cinta untuk Haura Insiyyah. Berawal dari beberapa insiden di sebuah masjid ketika akan...