14 | PULANG YANG BARU

1.5K 142 21
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Setelah rangkaian acara yang cukup lama dan panjang terlaksana lancar tanpa ada kendala sedikit pun di masjid tadi, kini Insi dan yang lainnya sudah menjajaki perumahan tempat tinggal mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah rangkaian acara yang cukup lama dan panjang terlaksana lancar tanpa ada kendala sedikit pun di masjid tadi, kini Insi dan yang lainnya sudah menjajaki perumahan tempat tinggal mereka. Masing-masing berjalan beriringan. Eyang Nin dengan Sarah, Khalid dengan Hafshah, dan sepasang pengantin baru yang menjadi bintang utama malam hari ini, Khaizan dengan Insi.

Entah mengapa atmosfer di kegelapan sekitar terasa berbeda dari biasanya. Rasanya tenang sekali. Hawa yang sejuk mampu menembus relung kalbu, pun mendamaikan jiwa. Mungkin saja karena sang Malam tengah mengenang peristiwa salah satu makhluk Allah yang kala itu menerima sebuah wahyu di Gua Hira tepat pada 17 Ramadan 610 M. Yang kemudian selalu diperingati dan dijuluki sebagai malam Nuzulul Qur'an, malam yang penuh berkah di mana kitab suci umat islam diturunkan.

Begitu sampai tepat di depan rumah beton milik Khaizan, mereka semua menghentikan langkah, kecuali Insi. Gadis yang baru saja melepas masa lajangnya itu nampak terus mengambil langkah menuju bangunan di sebelahnya.

"In, kamu mau ngapain?" cegah Hafshah.

"Masuk ke rumah."

"Rumah siapa?"

"Ya rumah kita lah, Bunda."

"Ampun deh nih anak ... " Hafshah menepuk dahinya, "karena kamu udah menikah sama Khaizan. Jadi, mulai malam ini kamu harus ikut pulang ke rumahnya, rumah suami kamu."

"Ih, kok gitu?"

"Ya emang gitu konsepnya, Anakku yang paling beautiful sealam raya semesta." Gemas sekali Hafshah rasanya.

"Tapi kan barang-barang aku masih di dalam, Bun," kata Insi seraya menunjuk ke arah rumahnya.

"Gampang aja itu mah. Dikemasinnya besok juga bisa. Sekarang, kamu ikut pulang Khaizan aja dulu."

"Ya udah. Kalau gitu, sekalian besok aja aku pindahnya. Malam ini, aku pulang ke rumah Bunda dulu."

Hafshah menghela napas. Tak ingin memperpanjang cekcok, ia memberi isyarat kepada Khaizan untuk mengambil alih dalam mengatasi kekeras-kepalaan Insi, pun berharap agar menantunya itu bisa segera membawa putrinya pergi.

"Haura."

Deg.

Jantung Insi seakan berhenti sejenak. Apa Khaizan baru saja memanggil dirinya?

"Haura," panggil Khaizan lagi.

Insi pun menoleh. Ia mendapati Khaizan yang sedang mengulurkan tangan dengan gurat senyum di wajah.

Gue gak salah denger? Dia manggil gue Haura?

Sekejap, Insi diam mematung. Ingin menolak rasanya. Tapi, saat ini Khaizan adalah suaminya. Dan istri yang baik harus taat kepada setiap keinginan sang Suami. Beberapa hari ini, ia memang telah banyak mempelajari tentang kewajiban sebagai seorang istri. Mau tak mau, Insi akhirnya mendekat dan menerima genggaman Khaizan.

Ramadan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang