38-Jelas

1.3K 127 19
                                    

Berbekal buku harian yang dipinjam dari ruang kerja kakek mertua, Fourth melangkah sedikit tergesa menuju kamar yang biasa ia gunakan saat menginap di kediaman Jirawathanakul.

Seperti perasaan Krist malam itu, rasa tak menentu mengiringi langkah Fourth menemui sang tambatan hati. Dan tangannya membawa sebuah kebenaran yang bisa membawanya ke dua arah yang berlawanan.

Bertahan, atau melepas.

"Gem!"

Yang punya nama menoleh, ia baru saja keluar dari kamar mandi, rambutnya masih memiliki tetesan air sisa keramas yang belum di keringkan. Gemini tersenyum simpul, "Sini, keringin rambut aku, dong!" Pintanya.

Dengan senang hati, Fourth meletakan buku harian usang milik sang kakek mertua di sembarang tempat, kemudian mendudukan dirinya di belakang Gemini yang sudah bersiap dikeringkan rambutnya.

"Capek?"

Hanya anggukan yang Fourth terima, pijatan lembut yang Gemini rasakan membuat remaja tersebut tak ingin mengeluarkan sepatah kata pun.

Dalam atmosfer yang tenang seperti ini, membuat Fourth semakin maju, namun masih menggenggam dua keputusan yang sama. Pemikiran delapan belas tahunnya itu masih belum sampai untuk memutuskan apa yang baik dalam kasus ini.

Setelah keduanya terdiam cukup lama, akhirnya Gemini membuka suaranya, "Kamu nggak pulang ke rumah?" Tanya Gemini dengan mata terpejam, menikmati pijatan ringan Fourth pada belakang kepalanya. Rasanya nyaman, ia ingin tidur sekarang juga.

"Aku...tadi dipanggil nek Jam, terus aku di kasih buku harian,"

"Hm?"

Fourth beranjak mengambil buku yang ia tinggalkan tadi, lalu menyerahkannya pada Gemini. Remaja tersebut menerima dengan tanda tanya, "Buka aja,"

Reaksi Gemini tak berbeda jauh dengan apa yang Fourth berikan tadi saat bersama nek Jam, barisan kata demi kata terbaca, namun sulit di pahami. Fourth mendudukan dirinya di samping Gemini yang bersandar di sisi kanan ranjang mereka.

"Ternyata, novel kakek kesukaanku yang selalu aku tangisin endingnya, ternyata itu cerita kakek kamu sama kakek aku," Jelas Fourth sedikit terisak. Jujur saja Fourth lelah, ia lelah memikirkan semua hal yang terjadi pada dirinya akhir-akhir ini.

Pundak sempit Gemini ia jadikan sandaran kepala, rasanya nyaman untuk menumpahkan segala keluh kesah yang terbendung selama ini. Fourth menangis untuk pertama kalinya sejak masalah sang kakek menerornya.

"Fourth, aku...minta maaf,"

"Kita gak salah, Gem, kita tuh korban..." Tutur Fourth membantah, masih dengan isakan yang terdengar sesekali, "Kebencian kakek aku, udah bikin semuanya kacau, keluarga sialan aku ternyata lebih kacau, lebih bikin hidup kita lebih sengsara..."

"Maksud kamu?"

Fourth mengangkat kepalanya, menatap manik jernih yang selalu ia temui setiap pertama kali membuka mata. Manik indah itu yang menemaninya selama satu tahun terakhir dalam setiap langkah lelahnya. Kemudian Fourth menggenggam kedua tangan suaminya lembut, selembut saat Gemini menggandengnya saat mereka berjalan santai menuju perpustakaan kota untuk kencan sambil belajar di akhir minggu.

Semuanya tiba-tiba muncul di benak Fourth, kenangan demi kenangan masa sekolah yang ia idamkan sejak lama terputar kembali. Genggamannya menguat, Fourth menarik napasnya dalam.

"Gem... udah, ya? Kita pisah aja, aku nggak mau kamu lebih tersiksa lagi,"

Tidak, bukan ini yang Gemini harapkan. Bukan perpisahan yang ia mau, "Fourth, tidur dulu, yuk? Kamu harus tenang waktu ambil keputusan ini," Gemini gelagapan, merengkuh sosok yang lebih kecil darinya itu untuk pindah ke tempat tidur, "Istirahat dulu ya, sayang? Tadi kan habis ulangan harian tiga mapel kan? Kamu pasti lagi capek, yuk tidur dulu, yuk? Aku peluk..."

"Gem..." sela Fourth, "Aku capek banget, sumpah!" Tangisannya makin menjadi, dan kemudian Gemini susah payah membawa suaminya pindah ke posisi yang lebih nyaman di atas ranjang. Fourth di dalam dekapan Gemini suaminya, menangis tersedu karena langsung tersadar dengan apa yang ia ucapkan. Pemikiran rasionalnya seakan terenggut begitu saja.

Gemini mengusap-usap punggung Fourth lembut, memberikan afeksi menenangkan sehingga Fourth terlelap setelah beberapa saat.

Sedangkan di luar pintu kamar mereka, ada Singto yang juga menangis pilu mendengar raungan Fourth yang menyayat telinganya. Singto duduk di dekat pintu, menangis tanpa suara, namun ini memilukan.

"Maafin kakek, ternyata setelah Krist sama Jamie, kalian juga ikut jadi korban keegoisan kakek..." lirihnya.

Obrolan berdua Singto dan Krist di perusahaan Wongwithaya siang tadi

Setelah hanya tinggal Singto berdua dengan Krist, pria senja si kakek Fourth makin menampakkan sisi muaknya terhadap Singto, masalah lama belum usai.

"Krist, aku minta maaf, sebesar-besarnya, aku tau aku brengsek, egois, dan berlaku semauku..."

"Ndak! Sekali ndak yo ndak!" Tegas Krist menolak, "Mas ndak bakalan tau rasanya disakitin sama cinta pertama mas sendiri," desis Krist, ia tak akan lupa bagaimana rasanya menjadi bodoh hanya karena cinta.

Krist menatap sebuah pigura foto yang sengaja ia letakkan di sisi kanan mejanya, sebuah foto Krist dan sahabatnya sendiri yang ia nikahi, "Fah yang buat aku sadar, mas. Sadar kalau saudagar elektronik kaya di tahun tujuh puluhan itu gak akan pernah cukup sama satu pasangan, dan bakal ngelakuin apapun untuk dapat cinta polos dari pangeran Jogja macam aku,"

Singto tertampar keras, ambisi sialannya di masa muda begitu berdampak buruk bagi cucunya saat ini. Perkataan Krist tentang dirinya yang tidak cukup dengan satu cinta itu benar adanya. Singto mengakui bagaimana jahatnya ia dulu, mengejar cinta murni seorang pangeran lugu dengan cinta buaya miliknya.

"Dan Fah juga yang buat aku ngerti, kalau kita emang ndak pernah bisa bersama, mas," Lanjut Krist melirihkan suaranya yang bergetar.

Pria Jogja itu menarik napas dalam dan menghembuskannya kasar, "Aku ndak bisa maafin semua kesalahan mas, karena sekeras apapun usahaku, hasilnya aku makin sakit,"

Singto total terdiam, merenungi semua curahan hati Krist.

"Sekarang aku cuma punya dua opsi. Fourth bukan cucuku lagi, atau Fourth bukan menantumu lagi,"

Krist menunjuk pintu keluar ruangannya, "Salam buat mbak Jamie, pintu keluar di sebelah sana,"
















Bersambung, hehe kecium gak bau angst nya? Kalo belum nanti Vee tambahin lagi WKWK KABURRRRR

Rahsa (GeminiFourth)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang