22. Makanya Tulis

51 7 0
                                    

Tetap baik hati, meski pun hati tidak baik-baik saja.

Pagi ini kembali kusambut dengan senyuman kecut. Beberapa kali mengedipkan mata untuk menghilangkan kantuk. Semalam aku benar-benar tak bisa istirahat dengan nyaman.

[Mei, besok siang pihak sekolah minta laporan buat program yang kamu rancang.]

Satu pesan dari pria itu membuatku berjaga sepanjang malam.

CERIACerita SMANSAsebuah program yang kubentuk untuk mengembalikan semangat ketika MPLS yang melelahkan itu berlangsung.

“Pagi!”

“Hm,” gumamku menanggapi sapaan dari gadis yang sudah sibuk bermesraan dengan komputernya.

Lama keheningan melanda, sebelum akhirnya gerombolan manusia datang menghampiriku dengan beban pekerjaan yang mereka bawa.

“Gimana tuh CERIA, jadi?”

Aku mengangguk, menjelaskan garis besar dari program yang masih dalam tahap perencanaan itu.

“Mei!”

Aku menoleh, menaikan sebelah alis untuk bertanya ada apa.

“Dipanggil Teh Bila sama Kang Aksa,” ucapnya lagi masih dengan napas terengah.

Keningku mengerut. Jam dinding yang terpasang jauh di depan sana baru menunjukkan pukul delapan. Sedangkan janji temu kita adalah siang hari.

“Penting?” tanyaku sembari melirik beberapa pekerjaan yang belum kuselesaikan.

“Penting banget, lebih penting dari nyawa kamu pokoknya!”

Aku mendengkus, sepertinya dia menganggap hidupku tidak berharga. Meski begitu, langkahku terayun mengikuti ke arah mana dia akan membawaku.

“Bener-bener, deh.”

Baru saja tiba, aku sudah disambut dengkusan oleh kakak kelasku yang baru saja melewati tubuhku.

“Inget, urus ini sampai selesai!” peringat Nabila lantas meninggalkan kami berdua.

“Teh Bila kenapa?” tanyaku pada pria itu.

Raksa hanya terdiam, mengabaikan seutuhnya pertanyaan dariku.

“Kenapa gak laporan sih, Mei?”

Jelas ini bukan pertanyaan biasa. Terlihat sekali gurat kelelahan pada wajah tampannya.

“Coba jelasin, kenapa nama ruangan sama tata tertibnya persis seperti tahun kemarin?”

Tanganku terangkat, menutup bibirku yang terbuka secara otomatis.

“Hari ini aku sial lagi,” batinku meringis atas kecerobohan yang lagi-lagi kulakukan.

“Itu-”

Terdapat jeda panjang yang kubuat, bingung harus menjelaskan dari mana.

“Kalau untuk tata tertib diminta seperti itu dari sekolah. Terus kalau soal nama, Mei udah ajuin nama baru, cuma katanya nama yang lama udah dibahas di rapat guru.”

“Terus laporannya?”

“Ah-”

Lagi-lagi aku meringis. Betapa bodohnya diri ini.

“Waktu itu Kang Aksa sama Teh Bila lagi gak ada di sekolah, jadi Mei gak sempet laporan. Besoknya kita sibuk sama persiapan lain, Mei lupa.”

Setelah mendengar penjelasanku, ia mengusap wajahnya kasar. Aku kembali meringis. “Bodoh!”

MEIRAKSA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang