25. Penawar yang Lain

52 10 0
                                    

Cuci mata dengan melihat wajah rupawan adalah pilihan terbaik.

Sangat menyebalkan. Hari pertama baru saja tiba, tetapi kesibukan yang kupunya sudah membeludak. Bukan hanya tentang pembelajaran yang baru berlangsung, namun juga tentang kegiatan yang akan digelar setelah jam pulang berbunyi.

“Hari ini kamu tugas?”

Aku mengangguk, menatap Aprina dengan bibir mengerucut. Pasalnya dia berada di hari berbeda denganku.

Kegiatan kali ini bukanlah kegiatan yang OSIS MPK gelar, melainkan salah satu Pengembangan Diri yang ada di sekolahku. Futsal. Seperti namanya tentu saja acaranya pun tentang keolahragaan.

Di sekolah ini, sistematika acara saling melibatkan satu sama lain. Seperti hubungan timbal balik.

Sebelumnya, ketika acara Classaction yang digelar oleh OSIS MPK, para Pengembangan Diri turut berpartisipasi. Entah itu dibidang keolahragaan yang menjadi inti acara, atau bidang kesehatan yang menjadi perhatian. Intinya, setiap acara yang diajukan oleh para pemegang seksi bidang harus ada kolaborasi minimal dengan satu Pengembangan Diri.

Kurang lebih seperti itulah aturan yang berlaku. Meski tidak ada pasal khusus yang mengatur, tetapi poin itu biasa muncul dalam persiapan acara.

Kembali fokus ketugasku. Di hari pertama ini aku menjadi panitia bayangan untuk membantu menyiapkan keperluan dibidang yang kukuasai. Tentu saja para anggota baru Pengembangan Diri itu patut belajar dariku. Meski sering melakukan kesalahan, aku tidak seburuk itu untuk dijadikan panutan. Apalagi pujian dari Raksa di hari terakhir MPLS semakin membuatku besar kepala.

“Kembaran!”

Aku berbalik, lantas tersenyum dengan tangan melambai. Menyapa Meila yang kini berjalan ke arahku.

“Udah?” tanyanya merujuk pada tugasku memberikan arahan pada para peserta pertandingan futsal antar SMA.

“Saking gak mau ganggu KBM, bisa-bisanya ngadain acara di jam pulang.”

Aku terkekeh menanggapi gerutuan dari gadis di hadapanku. Apalagi mengingat acara yang dilakukan selama satu bulan penuh ini juga turut mengganggu waktu senggangku.

Katanya, pertandingan ini biasa dilakukan setiap tahun. Acaranya tidak formal, sederhana dan cukup tertutup. Bahkan bukan kegiatan yang mengeluarkan biaya besar seperti acara rutinan lainnya. Tetapi, skala pesertanya cukup luas. Seluruh SMA/SMK/MA baik negeri mau pun swasta yang ada di kota ini. Dan yang paling penting, ini adalah acara di mana pria-pria tampan berkeliaran.

“Jadi malu,” gumamku menangkup kedua pipi yang memerah karena pikiranku sendiri.

“Dih malah senyum-senyum!”

Gadis yang sedari tadi mengoceh kesal itu menjitak keningku kencang.

“Sakit tau.”

Aku mengeluh sembari mengusap tempat pendaratannya.

“Lagian, diajak ngobrol juga!”

Meski pun nama kami mirip, kata teman-temanku yang lain kepribadian kami jauh berbeda. Dan itu benar adanya.

Meila, adalah cewek tertomboi yang pernah aku kenal. Kemungkinan terbesar, aku pun cewek tergak jelas yang pernah ia jumpai.

“Kamu sendiri yang ngedumel terus, mana sempet aku jawab, La!” sahutku sebelum ia kembali mendengkus.

Jika sesuai dengan namanya yang sama denganku, seharusnya ia juga di sapa Mei. Tetapi sejak aku mengenalnya, aku tak pernah mendengar nama tersebut tertuju untuk memanggil gadis ini. Entah sejak awal memang panggilannya Lala, atau karena ada aku ia jadi memilih panggilan lain agar tidak sama. Aku tidak tahu yang mana kenyataannya. Aku juga tidak pernah bertanya dan sepertinya tidak akan bertanya juga.

MEIRAKSA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang