9. Kamu

72 4 0
                                    

Kamu berhasil membuatku jatuh cinta untuk waktu yang lama.

Sebanding dengan sinar senja yang memanjakan mata, bibir Meira yang terukir pun sama indahnya.

Dari kejauhan fokusku langsung tertuju padanya. Gadis cantik yang tengah sibuk berbincang.

“Ini uang pendaftarannya.”

Kuulurkan selembar kertas berwarna biru. Memilih untuk memberikannya secara langsung.

“Makasih Kang,” timpalnya sembari menyerahkan beberapa macam makanan.

“Mei.”

Suaraku mengabur, pasalnya gadis itu mengalihkan perhatiannya pada pendatang baru.

[Maaf ya Kang, Mei nya tugas dulu sebentar.]

Tatapan penuh penyesalan itu tersorot padaku beberapa saat. Setelahnya ia kembali sibuk dengan para purna lainnya.

Kuurungkan niat untuk berucap lebih banyak. Biar nanti kutemukan waktu yang tepat untuk kembali berinteraksi.

“Meira mana, sih?”

Menjelang waktu berbuka, gadis itu masih belum menampakkan kehadirannya. Padahal para panitia lain sudah berhamburan memasuki ruangan.

“Teh Bila!”

Sapaan akrab dari Aprina untuk Nabila benar-benar menarik atensiku. Kebisingan di sekitar tak mengalahkan suara mereka.

“Aprina,” panggilku membuat gadis itu menoleh bingung.

“Mei kemana ya?”

Sejurus kemudian, suara tawa Nabila terdengar. Aku menatapnya dengan raut datar. Bisa-bisanya teman perempuanku bereaksi seperti itu.

“Tadi katanya mau nemuin Bu Gita dulu.”

Kepalaku mengangguk pelan. Berpura-pura tidak antusias dengan informasi yang diberikan. Padahal dalam hati aku bernapas lega, karena ternyata dia tidak pulang lebih dulu.

Lama aku terdiam. Memerhatikan aktivitas di dalam ruangan yang sudah dirancang sedemikian rupa.

Di sisi sebelah kanan, posisi paling dekat dengan pintu diisi oleh para pengurus saat ini. Dari banyaknya manusia, Putri menjadi salah satu orang yang berada di sana.

Melihatnya yang masih bisa tersenyum padahal baru saja mendapatkan berita buruk begitu mengiris sanubari.

“Gak habis pikir emang,” gumamku membolak-balikkan ponsel dalam genggaman.

Padahal kedua orang tuanya sudah kembali mendirikan keluarga. Namun gadis menyedihkan itu masih tetap ingin bertahan di sana. Bangunan terbengkalai yang hanya dihuni olehnya.

Andai saja Nenek masih ada, pastinya ia tak akan tega menelantarkan cucu kesayangannya.

Meskipun ibuku bersikukuh untuk membawanya, namun lagi-lagi keputusan tetap menjadi miliknya. Ku harap dia tidak terlalu menderita. Karena bagaimana pun Putri adalah saudara sepupuku satu-satunya.

“Mei, sini!”

Mendengar panggilan itu, kepalaku ikut menoleh. Mengamati Meira yang tersenyum kikuk di ambang pintu.

Langkah tergesanya mengarah kemari. Mungkin ia tak memiliki pilihan lain karena suara Aprina tadi.

“Sini!”

Aprina bergerak, lebih merapat pada Nabila. Ia membiarkan Meira mengambil celah kosong yang ada diantara kami.

“Makasih,” tuturnya setelah melipat kedua kaki.

MEIRAKSA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang