S2, Episode 04

152 17 0
                                    

"Aku mempunyai istri dan satu anak perempuan, istri ku saat itu adalah orang yang penyabar dan sangat menyayangi anak satu-satunya itu. Namun, kebahagiaan itu hancur setelah kematian ku. Karena saat itu aku mati, aku tak tau apa yang terjadi setelahnya" Ucap ku yang membuat mereka menghela kan nafas.

"Huft- yang benar saja, Kei. Kamu ternyata lebih spesial dari yang kami kira" Mei yang berbicara, aku mengucapkan terimakasih karena menganggap itu adalah sebuah pujian.

"Oh ya, minggu depan aku akan menikah. Datanglah ke Indonesia selama beberapa hari atau minggu, aku akan senang melihat kalian ada di hari pernikahan ku" Kanaya mengundang kami, luar biasa.

"Soal tiket pesawat dan hotel, kalian bisa meminta pada sugar daddy kita satu itu" Dia menunjukku, kami semua tertawa.

"Jangan lupa membawa gandengan Kei, mungkin bisa dengan Shinobu-chan, hahahah" Dia mengejekku, tetapi aku mengiyakannya. Dan, Shinobu juga tak keberatan tentang itu.

Akhirnya, mereka semua pulang, termasuk Kocho bersaudara. Aku juga pamit pada orang tua ku untuk tinggal disini, di rumah ku yang sedari dulu ku rahasiakan pada mereka, orang tua ku.

"Chichi-ue, Haha-ue, aku akan tinggal di rumah ku yang beberapa waktu lalu aku beli. Maaf aku lupa bilang ke kalian" Dari sebrang sana, aku tak mendengar apapun. Nampaknya mereka sangat terkejut.

"Hah- baiklah, tidak apa-apa. Lagian, kamu juga sudah besar, Nak" Ayah berbicara, disini, aku tersenyum mendengarnya.

"Kalau begitu, kalau kamu kesini lagi, bawa istri. Awas aja kalau gak bawa istri, udah cukup umur tapi belum menikah, haduh" Astaga, ibu ku ini, selalu saja.

"Iya-iya, kapan-kapan aku akan bawa. Tapi, aku tidak berjanji ya, Haha-ue" Samar, aku mendengar tawa ayah. Lagi-lagi mereka menggoda ku, tidak apa-apa kok.

Aku berjalan menuju tangga lalu menaiki nya, aku pergi ke kamar untuk ganti baju dan tidur. Tak sangka, hari sudah malam. Dan, aku mencoba menghubungi Shinobu untuk hanya sekedar berbincang saja.

"Konbanwa, Keitaro. Ada apa?" Aku menyuruh Shinobu untuk memanggilku dengan nama ku saja. Karena menurutku, yang lalu biarlah berlalu.

"Mou konbanwa, Shinobu. Apakah kamu mau pergi ke Indonesia, ke pernikahan teman perempuan ku yang tadi" Aku sebenarnya agak ragu untuk berkata seperti ini, karena takutnya dia membenci ku karena hanya seperti memperalatnya saja.

"Eh- honto ni?! Hai' aku mau, mau sekali. Oh, pernikahan Kanaya-san ya?" Aku menjawab ya, ku kira dia melupakan nama teman baik ku itu.

Kami berlima meminta izin selama satu minggu pada pihak universitas karena menemani teman kami yang akan menikah, terlebih lagi di luar negeri. Sedangkan Shinobu dan Kanae, mereka meminta izin pada pengurus asrama perempuan.

"Iya, aku pikir kamu tidak mengingat namanya, Shinobu. Oh ya, apakah Kanae-san mau ikut juga?" Shinobu bertanya pada kakaknya saat itu juga, dan Kanae menjawab tidak dan lebih memilih berada di asrama saja. Aku menganggukkan kepala ku lalu memberi salam dan menutup telepon.

Aku melempar ponsel ku entah jatuh kemana, aku tak terlalu peduli tentang itu. Yang ku pedulikan sekarang adalah apa alasan tuhan membuatkan kehidupan kembali terutama pada ku sebanyak dua kali. Mengapa tidak yang lain, bukan kah itu rumit.

Sejenak, aku memejamkan mata ku. Menikmati suasana rumah yang sangat damai dengan suara air yang mengalir pelan lalu terdengar suara angin yang cukup kencang mampu membuat ku tertidur dengan senyuman di wajah ku.

Pagi tiba, aku merasakan sakit di kepala bagian kanan ku. Lantas, aku memegang kepala ku pada bagian yang sakit.

"Uta-san!" Aku memanggilnya, sakit kepala sangat teramat sakit. Beberapa detik setelahnya, aku mendengar suara kaki dari seseorang yang sedang berlari.

"Hai', ada apa Keitaro-sama?" Ucapnya, aku memintanya untuk membuatkan ku racikan tradisional yang mampu membuat kepala ku yang sakit reda.

Hah- demi apa pun, ini benar-benar sakit, seratus koma satu persen. Rasanya, seperti kepala ku di tusuk berkali-kali dengan pedang.

Beberapa saat aku menunggu racikan yang akan segera di buat Uta, akhirnya dia datang. Uta datang dengan sebuah nampan kayu berisikan gelas dan sebuah cemilan berupa ubi rebus dengan mandi di atas nya, ini akan sangat manis.

"Silahkan, Keitaro-sama. Ini adalah ubi ungu rebus dengan madu di atasnya dan beberapa butir biji wijen, lalu ini hasil racikan yang saya buat berupa teh dengan tiga butir cengkih impor" Wah, dia benar-benar pandai menjelaskan sesuatu, terlebih lagi soal makanan ataupun minuman yang dia hidangkan ataupun yang dia tau.

"Hai' arigato, Uta-san. Aku akan segera meminum dan memakannya" Ucap ku dengan senyuman, terlihat dari raut wajah Uta seperti mengkhawatirkan ku.

"Tuan, apakah anda ingin saya panggilkan dokter?" Tentu saja aku menolak, dengan halus. Aku tak terlalu suka dokter, lebih baik aku meminum ramuan tradisional, lalu jika itu tidak berhasil baru aku akan ke dokter.

"Uta-san, seminggu lagi aku akan pergi keluar negeri, tepatnya Indonesia. Tolong jaga rumah sekali lagi, kau boleh membawa siapapun ke rumah ini. Tetapi, jangan bawa orang itu ke lantai atas" Dia menganggukkan kepala nya.

"Hai', arigato gozaimasu, Keitaro-sama" Aku menganggukkan kepala ku lalu tersenyum kembali. Uta meninggalkan kamar ku.

Aku menatap ke arah camilan sehat itu, mengambil sepotong dari tiga potong ubi ungu rebus itu dengan garpu yang sudah di sediakan. Wah, rasanya benar-benar sangat enak, aku bahkan menghabiskannya. Kemudian, aku beralih menatap horor minuman herbal tradisional itu.

Tahan...tahan....jangan muntah, hormati Uta-san. Kalimat-kalimat itu lah yang ku ucapkan berkali-kali setiap aku meminum minuman herbal ini.

Akhirnya, semua itu kandas tak tersisa. Aku kembali tertidur, karena kepala ku rasanya seperti mau meledak kembali. Sebelum itu, aku mengambil termometer untuk mengukur suhu badan ku. Dan benar saja, seperti yang ku duga, aku juga demam. Suhu tubuh ku saat itu mencapai empat puluh derajat celsius, sangat tinggi, kan.

Kepala ku kembali terasa sakit, aku meletakkan termometer itu ke tempatnya semula. Lalu, aku merebahkan diri dan memejamkan mata ku. Memasuki alam mimpi lewat tidur, rasa sakit kepala ku kian menghilang.

Aku tak mau jika saat pergi nanti aku harus sakit sih, aku tak yakin melihat Kanaya akan tersenyum mendengar sekaligus melihatnya.

Badan ku rasanya seperti di remas-remas, entah lah. Aku juga belum menyiapkan koper untuk pergi nanti. Karena aku akan pergi selama seminggu, koper ku pasti lah sedikit lebih besar.

KNY X MALE OCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang