Bagian 13

2.2K 223 12
                                    


Suara langkah kaki itu terdengar sangat berani, Lee Heeseung dengan gagahnya berjalan seraya membawa sebuah map menuju ruangan miliknya di kantor. Begitu masuk, dia sudah diperlihatkan Sunghoon yang sudah duduk di sofa.

"Udah lo urus?" tanya Heeseung seraya duduk di single sofa.

Sunghoon mengangguk. "Udah, sesuai kemauan lo. Baru selesai diproses setelah dua minggu, itu udah termasuk kemas barang, sekolah, sama yang lainnya."

"Oke bagus, gue usahain sebelum dua minggu udah resmi."

Sunghoon kembali mengangguk, dia terdiam cukup lama menatap sosok bos sekaligus sosok yang sudah dia anggap kakak itu.

"Kenapa?" tanya Heeseung karena merasa diperhatikan.

"Ah, enggak." Sunghoon terkesiap, tidak menyangka jika Heeseung sadar tengah ia perhatikan. "Lo ... udah bilang sama Jungwon?" tanyanya, pelan.

Gerakan Heeseung terhenti saat mendengar pertanyaan dari sosok di hadapannya. Ingatannya kembali berputar pada saat dia pergi dari pemakaman setelah melihat anaknya bercerita di sana. Sejak hari itu, Jungwon menjadi lebih pendiam, meskipun dia tidak memperhatikan. Namun, tidak dapat dipungkiri, bahwa dirinya merasakan perubahan itu.

Hal itu pula yang akhirnya membuat ia mengambil keputusan ini, keputusan yang sudah dia rancang jauh hari, bahkan saat dirinya pergi ke luar kota saat itu.

"Belum," jawab Heeseung setelah terdiam cukup lama.

"Harusnya lo bilang dulu," ucap Sunghoon dan begitu menyadari ucapannya, buru-buru dia meralat. "Maksud gue, ada baiknya lo bilang dulu. Mau gimana pun, Jungwon tetep anak lo."

Sejatinya, Sunghoon tahu bagaimana hubungan ayah dan anak itu. Meskipun dia sering kali berpikir bagaimana rasanya menjadi Jungwon, tapi dia bisa mengerti juga alasan mengapa Heeseung seperti itu. Kalau sudah begitu ya dia tidak bisa apa-apa, saudara juga bukan.

"Iya, nanti sekalian gue kenalin."

"Semoga berhasil."

Heeseung menoleh mendengar ucapan Sunghoon itu. Sedikit menaikan alisnya pertanda tidak mengerti dengan maksud ucapannya.

"Gue nggak tahu apa yang buat lo akhirnya ambil keputusan ini. Entah buat memperbaiki atau memperburuk, gue cuman berdoa semoga niat yang mau lo realisasikan lewat ini, berhasil," jelas Sunghoon.

Heeseung terdiam, perkataan Sunghoon itu sedikit menyentil perasaannya. Jadi sedikit mempertanyakan, apakah langkah yang sudah dia buat ini benar?

Apakah keputusan yang dia ambil itu, sudah tepat?

---

Setelah kejadian Heeseung yang berbicara saat mabuk itu, Jungwon menjadi lebih pendiam. Jungwon mengakui itu, dia tidak akan menyangkal karena memang itu kenyataannya. Perkataan papanya itu, benar-benar membuat dia berpikir keras yang berakhir dirinya mengurung di kamar.

Hari ini Jungwon memutuskan untuk keluar rumah, sekadar duduk di teras rumahnya. Bocah empat belas tahun itu hanya diam, sesekali matanya mengedar melihat halaman depan rumahnya yang cukup banyak tanaman.

Tak lama, Jungwon bisa mendengar suara gerbang dibuka dan dia bisa melihat mobil papanya masuk ke halaman rumah. Dirinya refleks berdiri, menunggu papa keluar dan menyambutnya dengan suka hati. Tanpa disadari, Jungwon terlihat antusias atas kedatangan papanya yang terlambat pulang.

"PAPA!" teriaknya.

Jungwon hendak melangkahkan kakinya menghampiri Heeseung dan berniat membantunya. Akan tetapi, sosok lain yang muncul di pintu mobil lainnya membuat langkahnya terhenti.

Siapa sosok perempuan yang baru saja turun dari mobil papanya itu? Sosok perempuan cantik yang diperkirakan seumuran dengan Heeseung itu berjalan dengan sangat anggun ke arahnya, ah tidak ke arah pintu rumah lebih tepatnya.

"Ngapain di luar?" tanya Heeseung.

Jungwon tersentak. "Ah maaf Pa, aku cuman mau menghirup udara segar," jawabnya pelan, takut dimarahi.

"Ya sudah masuk, ada yang ingin saya bicarakan."

"Ah iya Pa."

Jungwon berjalan mendahului Heeseung dan satu perempuan yang tidak diketahuinya. Dia berniat pergi ke kamar, tetapi suara papa membuat dia mengurungkan niatnya.

"Duduk sebentar," titah Heeseung yang langsung dituruti Jungwon.

Perempuan itu tersenyum kepada dirinya,  senyumnya entah mengapa membuat perasaan Jungwon menghangat. Senyum seperti keibuan.

Lantas Heeseung duduk di sebelah perempuan itu, bersebrangan dengan dirinya. Tangannya menyelinap ke arah belakang dan berakhir di pinggang si perempuan. Gerakannya itu tak luput dari pandangan Jungwon, membuat laki-laki itu dibuat semakin heran.

"Yujin, calon istri saya," ucap Heeseung.

Sejenak Jungwon membeku mendengar penuturan Papanya. Calon istri. Jungwon tidak bodoh untuk tidak tahu apa itu maksudnya.

Sebenarnya, dibanding tidak terima, Jungwon lebih bingung dengan tujuan Papanya. Sejauh yang Jungwon lihat, Heeseung terlihat begitu cinta pada Karina—mamanya. Rasa-rasanya melihat Papa akhirnya akan menikah lagi membuat dirinya bertanya-tanya.

"C-calon istri?" tanya Jungwon.

"Ya, calon Ibu kamu."

Lagi-lagi Jungwon terdiam, calon ibu katanya. Sial, Jungwon tidak ingin mengakui, tapi dia sedikit merasa senang.

Melihat anaknya yang terdiam, Heeseung kembali angkat suara. "Silahkan kamu berkenalan terlebih dahulu, saya akan pergi ke atas," ucapnya pada Jungwon. Lalu, matanya beralih pada perempuan di sebelahnya. "Saya pergi ke atas dulu, kamu kenalan dulu sama dia ya, anak saya."

Perempuan bernama Yujin itu mengangguk seraya tersenyum lembut. Begitu Heeseung meninggalkannya, Yujin mengalihkan pandangan ke arah Jungwon yang diam dengan raut wajah yang sulit dijelaskan.

"Jungwon?" panggil Yujin.

Jungwon tidak merespon.

"Jungwon, kamu kenapa?" tanya Yujin, lagi.

Jungwon masih diam dengan raut wajah yang sulit dijelaskannya. Karena merasa takut, Yujin menghampiri Jungwon dan duduk di sebelahnya, kemudian merangkul bahu laki-laki itu yang akhirnya membuat Jungwon tersentak.

"Kamu ken—hei, kenapa nangis?" tanyanya kaget.

Satu tetes air mata itu mengalir begitu Jungwon mengedipkan mata, ia menoleh pada sosok perempuan di sebelahnya. Matanya menatap perempuan itu, mulutnya terbuka seperti hendak berbicara, tetapi urung kembali.

"Kenapa, hm?" tanya Yujin.

Jungwon menunduk dan hal tersebut membuat air mata justru kembali turun dengan derasnya.

"Papa ... Papa bilang saya anaknya, Tante. Papa bilang 'anak saya'," ucap Jungwon dengan gemetar.

Rasanya Jungwon seperti mimpi, telinganya terasa berdengung sesaat setelah mendengar ucapan papanya tadi. Rasanya dia seperti berhenti berpijak.

Anak saya.

Akhirnya, Jungwon 'diakui' sebagai anak oleh Heeseung—papanya.

Jungwon bahagia, sangat. Tolong jangan bertanya seberapa besar rasanya, karena Jungwon tidak dapat mendeskripsikannya. Rasanya luas, dalam, dan tanpa batas.

Ditambah dengan kehadiran Yujin sebagai sosok 'ibu' bagi dirinya. Itu artinya, keluarganya akan lengkap? Seperti keluarga pada umunya.

Papa, Mama, dan dirinya.

Jungwon harap, setelah ini dia bahagia.

Akan kah dikabulkan harapnya?

---

Haii, semoga suka dan nggak mengecewakan 💗💗

Mau tebak²an sama aku nggak? Habis ini Jungwon beneran bahagia atau sebaliknya?

Jangan lupa vote dan komennya ❤️❤️

About Me • Heewon [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang