Kemacetan yang jelas berada di depan matanya membuat Heeseung menghela napas lelah. Tubuhnya ia sandarkan pada kursi mobilnya sembari berdecak sebal. Kemudian matanya melirik laki-laki lain yang duduk di kursi penumpang dan tengah melihat ke arah jendela."Lihatin apa sih, Kak?" tanyanya.
Jungwon menoleh, lalu tersenyum. "Lihatin bapak-bapak itu yang naik motor sama anaknya," jawabnya.
"Emang kenapa sampe dilihatin gitu?"
"Kayaknya seru kalau motoran, Pa. Aku pengen dibonceng pake motor juga," ucap Jungwon sembari melihat lagi orang yang dimaksud.
Heeseung tertawa kecil, aneh sekali mendengar permintaan anaknya yang di luar dugaan. "Panas tahu kalau motoran kayak gitu," ucapnya.
Jungwon melihat Papanya. "Iya kah?" tanyanya polos.
"Kalau motorannya jam segini pasti panas lah, Kak. Kecuali motorannya sore atau malam," jawab Heeseung dengan tawa yang tertahan.
Jungwon terdiam sebentar, sampai saat melihat Papanya tertawa ia baru sadar bahwa Papanya itu mengerjai dirinya. "Papa!" serunya.
Tawa Heeseung akhirnya lepas juga, ia mengacak-acak rambut Jungwon sembari berusaha meredakan tawanya. Mendapat perlakuan seperti itu Jungwon hanya mendelik kepada Heeseung dan kembali melihat ke arah jendela.
Heeseung tersenyum, ia membiarkan Jungwon kembali larut dalam kegiatannya dan matanya beralih ke belakang untuk menemukan Yujin dan Riki yang tengah memejamkan mata.
Hari ini mereka akan pergi mengunjungi panti tempat Riki dan Yujin dahulu. Setelah rencana dadakannya bersama Sunghoon saat itu, akhirnya Heeseung memilih mengajak keluarganya untuk ikut serta. Sehingga di sini lah mereka sekarang, di perjalanan menuju panti asuhan yang dicegat oleh kemacetan.
Sunghoon tidak ikut satu mobil dengannya, pria itu berkata akan datang terlambat dan menyuruh Heeseung untuk berangkat duluan. Heeseung hanya mengiyakan saja, toh jika mereka berdua pun biasanya tidak berangkat dengan mobil yang sama.
"Papa tempatnya masih jauh?" tanya Jungwon tiba-tiba.
"Hm? Lumayan, kenapa emangnya? Bosen, ya?" tanya Heeseung.
Jungwon mengangguk lemas dengan wajah yang tertekuk, dia sudah merasa bosan dilanda oleh kemacetan. Tubuhnya sudah terasa pegal bahkan setelah berulang kali ia menaikan kaki lalu menurunkannya lagi.
"Tidur aja, lihat tuh Bunda sama Riki juga tidur," titah Heeseung sembari mengarahkan dagunya ke arah belakang.
Tubuh Jungwon refleks berbalik dan melihat posisi Bundanya dengan Riki yang tertidur saling menyender. Ia kembali menghadap ke depan dan menghela napas panjang, hal itu mengundang pertanyaan dari Papanya.
"Kenapa?" tanya Heeseung.
"Riki itu kenapa jadi nggak suka sama aku ya, Pa? Padahal pas awal-awal, aku sama dia baik, kok. Aku juga nggak pernah ganggu dia, tapi beberapa bulan setelahnya Riki mulai cuek dan juga selalu sinis sama aku," ucap Jungwon dengan tatapan yang lurus ke depan.
Heeseung terdiam, sedikit tidak menyangka dengan aduan Jungwon yang tiba-tiba.
"Padahal aku seneng pas tahu punya Adik, meskipun awal-awal aku pernah nggak terima. Tapi ya ... akhirnya pelan-pelan aku coba terima dan pas aku di fase itu, Riki malah udah berubah." Jungwon melanjutkan ucapannya.
Laki-laki yang menjabat sebagai ketua OSIS di sekolahnya itu menaikan kaki ke atas kursi dan sedikit menyerongkan badannya guna menghadap sang papa, sebab ia masih belum selesai berbicara. "Aku ada buat salah ya, Pa? Soalnya Riki cuek ke aku bukan di rumah aja, bahkan di sekolah juga. Riki juga jadi nakal, berkali-kali aku kasih hukuman juga nggak pernah mempan," adunya.
"Aku sampai ngerasa nggak enak karena dia jadi buah bibir di sekolah karena nakal terus."
Melihat wajah anaknya yang cemberut Heeseung tersenyum kecil, ia mengelus puncak kepala Jungwon membuat si pemilik rambut diam-diam menikmatinya.
"Kamu sayang nggak sama Riki?" tanya Heeseung.
"Sayang dong, aku tuh pernah punya rencana buat jalan-jalan tahu, Pa. Aku tahu Riki suka basket, jadi aku mau ajak dia ke timezone. Eh belum sempet," kata Jungwon.
Heeseung hendak menjawab, tapi suara klakson dari belakang membuat ia mengurungkan niatnya. Mobil di depannya mulai melaju membuat ia pun melakukan hal yang sama dan melajukan mobil dengan pelan-pelan.
"Nanti Papa bantu tanya Riki ya. Soalnya Papa juga bingung, Kak. Apalagi setelah Papa tahu kalian berantem di sekolah waktu itu," ucap Heeseung dengan pandangan yang lurus ke depan.
"Iya Papa. Makasih, ya. Aku sayang Papa!" seru Jungwon tiba-tiba membuat Heeseung tertawa.
"Udah tidur aja mending, bentar lagi masuk tol, kok. Jadi nggak bakal macet lagi," titah Heeseung yang langsung diangguki Jungwon.
Setelah melihat Jungwon yang mulai memejamkan mata, diam-diam Heeseung bernapas lega. Sebab sedari tadi entah mengapa jantungnya terus berdetak lebih cepat.
"Sebentar ya, Nak. Papa harus pastikan sesuatu dulu sebelum jawab pertanyaan kamu. Papa punya jawaban tapi itu bukan dari Papa, melainkan dari sekretaris Papa dan Papa masih perlu meyakinkan beberapa hal," batin Heeseung sembari melihat lurus ke depan.
Heeseung tidak tahu, bahwa Jungwon pun berpikir-hampir-hal yang sama. Diam-diam laki-laki itu berbicara dalam hatinya, "Sebenernya aku sedikit tahu alasannya, Pa. Omongan Om Sunghoon waktu itu cukup buat aku yakin, tapi aku masih butuh jawaban lain yang aku harap beda dengan apa yang Om Sunghoon katakan."
Keduanya tidak sadar jika batin dan hati mereka sama-sama berpikir dan menyebutkan satu nama.
Park Sunghoon.
---
Haiii, ini pendek banget tapi perlu. Semoga nggak mengecewakan 💗
Jangan lupa vote dan komennya ❤️❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
About Me • Heewon [End]
FanfictionFamily Jungwon hanya ingin diakui oleh Papa, tapi rasanya sulit sekali untuk mendapatkan inginnya. Usahanya sering kali diabaikan, sering pula tidak dipedulikan. Tentu saja Jungwon tidak akan menyerah begitu saja. Tapi, Jungwon bisa apa jika Papa le...