Bagian 21

2.2K 209 9
                                    


Seorang laki-laki dengan tubuh berbalut almamater OSIS itu menghela nafas pelan. Matanya memandang laki-laki lain yang tengah duduk dengan sangat tidak sopan.

"Jadi, apa alasan kamu ngerokok di sekolah?" tanya laki-laki itu.

Tidak ada balasan.

Lee Jungwon, si laki-laki berbalut almamater OSIS itu lagi-lagi menghela nafas. Dirinya jengkel dengan Sang Adik yang ketahuan merokok di sekolah. Sialnya, ini bukan kali pertama, tetapi sudah berkali-kali adiknya itu melakukannya.

"Riki ... tolong ... kamu udah berkali-kali dipanggil kayak gini," ucap Jungwon lelah.

Riki berdecak. "Emang kenapa sih? Toh yang dihukum gue, kenapa lo yang repot deh?" tanyanya.

Satu hal lain yang berubah dari Riki adalah penggunaan bahasa. Setiap ucapan yang keluar dari mulut laki-laki itu berubah menjadi bahasa yang kasar. Tidak ada panggilan aku-kamu lagi kepada Jungwon karena panggilan itu sudah berubah menjadi lo-gue. Apalagi jika sedang berdua seperti ini.

"Kamu ini udah berapa kali dicatat namanya, Rik. Nih lihat, namamu udah banyak catatannya. Emang kamu mau nggak naik kelas?" tanya Jungwon seraya menyodorkan buku catatan khusus anak yang melanggar peraturan.

Nama Riki tertera cukup banyak, dengan kenakalan yang berbeda.

"Nggak peduli."

"Dek ... kamu kenapa sebenernya? Kakak capek tahu nggak harus berhadapan terus kayak gini sama kamu. Guru-guru bahkan udah angkat tangan dan serahin kamu sepenuhnya sama Kakak," ucap Jungwon.

Laki-laki pemilik lesung pipi itu sudah benar-benar lelah dengan perubahan Riki yang sangat drastis. Semenjak masuk sekolah menengah atas, tidak ada lagi Riki yang bersifat polos dan lucu seperti saat mereka pertama kali bertemu.

Jungwon sebenarnya bingung, apa yang membuat adiknya berubah? Hal apa yang membuat laki-laki itu memilih bertingkah nakal seperti ini? Demi apa pun, dirinya lelah harus beradu argumen terus seperti ini. Reputasi dirinya sebagai ketua OSIS mulai dinilai buruk karena dianggap tidak bisa mendisiplinkan siswa, terlebih siswa itu adalah adiknya.

Sebenarnya Jungwon tidak apa-apa jika Riki ingin menikmati masa sekolahnya, tetapi tidak harus sampai senakal ini, kan? Jungwon rasanya ingin mengadu pada mama dan papanya tentang bagaimana Riki di sekolah.

"Udah belum, sih? Malah ngelamun nggak jelas," celetuk Riki yang membuat Jungwon akhirnya tersadar. "Gue mau keluar," lanjutnya.

"Ini bakal jadi peringatan yang terakhir ya, Rik. Sekali lagi kamu melanggar aturan atau melakukan hal yang dilarang, Kakak nggak akan segan buat kasih kamu surat peringatan dan surat pemanggilan orang tua," ucap Jungwon tegas.

"Iya ah, bacot banget!"

Setelah mengatakan itu, Riki langsung pergi keluar dari ruangan OSIS diikuti suara pintu yang ditutup dengan sangat keras.

"Kenapa, sih, dia? Cape," keluh Jungwon seraya menundukkan kepalanya.

---

Sore harinya hujan turun sangat deras, Jungwon yang masih berada di sekolah bingung harus pulang bagaimana. Ponselnya mati karena habis baterai, jadi dia tidak bisa menghubungi papanya untuk datang menjemput. Berjalan ke halte pun sangat tidak memungkinkan, sebab hujan yang turun begitu menakutkan.

Jungwon melirik jam di pergelangan tangannya, pukul setengah enam. Ia baru saja selesai rapat mingguan karena akan ada sebuah acara dengan OSIS sebagai pelaksananya. Sebuah asap keluar dari mulutnya saat Jungwon menghela nafas. Udara semakin dingin membuat ia mengeratkan almamater yang tengah dipakainya.

About Me • Heewon [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang