Sebagaimana jalan kehidupan, perubahan tentunya tidak akan pernah asing dalam menjalankannya. Akan tetapi, tidak semua orang bisa merasakan sebuah perubahan yang begitu signifikan akan kehidupannya. Sama halnya dengan Jungwon, sehabis kejadian di makam mamanya saat itu, tidak ada yang berubah dengan kehidupan dirinya pun hubungan dengan papanya. Semuanya tetap sama, Heeseung tetap tidak peduli kepadanya, Jungwon tetap harus berhenti sekolahnya.Bulan terus saja berlalu dan kini sudah saatnya Jungwon untuk berpisah dengan teman satu kelasnya. Beberapa hari sebelumnya, Jungwon sudah meminta surat pengunduran diri tepat setelah dirinya menyelesaikan UAS. Pembagian nilai hasil UAS sudah diterima dan itu pertanda Jungwon sudah bukan siswa di sekolah SMP nya.
Helaan nafasnya terdengar cukup berat, matanya menatap nanar pada sebuah surat yang menjadi pertanda bahwa dirinya bukan lagi seorang anak sekolahan.
"Jungwon!"
Jungwon menoleh saat seseorang meneriakan namanya dan ia bisa melihat ada Sunoo yang berlari ke arahnya dengan nafas yang sudah tersenggal.
"Kamu kenapa lari?" tanya Jungwon.
Sunoo memberikan gestur untuk menunggunya sebentar guna menetralkan pernafasannya yang sedang tidak stabil akibat berlarian. Setelah merasa baikan, Sunoo menatap Jungwon yang memang tengah menatapnya.
"Kamu beneran keluar sekolah?" tanya Sunoo.
"Iya."
"Kenapa?"
"Kan aku sudah bilang alasannya," ucap Jungwon.
Jungwon memang sudah mengatakan alasan mengapa dirinya keluar dari sekolah kepada Sunoo. Meskipun tidak terlalu spesifik, Jungwon hanya mengatakan bahwa ia keluar sekolah karena sedang ada masalah bersama papanya.
"Aku kira kamu keluar setelah lulus kelas sembilan," kata Sunoo.
Aku juga maunya begitu, Noo. Jungwon tersenyum. "Enggak, buktinya mulai semester depan aku udah bukan anak sekolah lagi."
"Hmm, ya sudah, toh aku bakal tetep ketemu sama kamu."
Benar, mungkin mereka akan tetap sering bertemu karena rumahnya berdekatan.
"Ayo pulang," ajak Jungwon.
Sunoo mengangguk dan keduanya berjalan meninggalkan sekolah yang sudah sepi. Sebelum semakin menjauh, Jungwon menolehkan kepalanya ke belakang dan menatap lamat gedung yang hampir dua tahun menjadi tempat menuntut ilmu.
"Aku masih berharap keputusan Papa berubah. Mama, tolong bantu aku untuk luluhkan hati Papa," batinnya.
---
Sesampainya di rumah, Jungwon heran saat melihat Heeseung duduk di sofa ruang keluarga dengan ponsel di tangannya. Tumben sekali papanya ada di rumah di waktu yang masih siang seperti ini.
"Papa?" panggilnya.
Heeseung menoleh sebentar, lalu kembali memalingkan wajahnya. Jungwon yang melihat itu langsung terdiam, tapi dengan berani mendekat ke arah papanya.
"Papa tumben udah pulang?" tanyanya.
Heeseung tidak menjawab.
"Papa mau aku buatkan sesuatu?"
Pertanyaan Jungwon masih tidak ada jawaban. Hal itu membuat Jungwon menjadi tidak percaya diri untuk bercerita pada Heeseung sesuai niatnya tadi.
"Emm ... aku ke atas dulu kalau begitu," pamitnya.
Dirasa Heeseung tidak akan pernah menjawab pertanyaannya, Jungwon memilih untuk pergi ke kamarnya saja dari pada duduk di sana hanya diam dengan keadaan tubuh yang tegang karena takut. Rasa takutnya pada Heeseung semakin bertambah pasca kejadian di makam saat itu.
Namun, saat kakinya baru saja berjalan empat langkah, suara Heeseung menghentikannya. Jungwon spontan terdiam mendengar Heeseung memanggil namanya.
"Jungwon."
Suara Heeseung yang bariton itu mampu membuat Jungwon membisu. Aura Heeseung memang selalu berhasil membuat dirinya diam tak berkutik.
"Lee Jungwon," panggil Heeseung sekali lagi.
"I-iya Papa?"
Heeseung diam, dia tidak kunjung melanjutkan ucapannya. Posisinya, mereka saling membelakangi dengan Heeseung yang duduk di kursi dan Jungwon berdiri.
Merasa sang papa tak kunjung berbicara, Jungwon memilih melanjutkan langkahnya. Namun, lagi dan lagi suara Heeseung menghentikan langkahnya dan kali ini apa yang diucapkan oleh Heeseung mampu membuat dirinya membisu lagi.
"Saya akan ke luar kota selama satu minggu. Jaga rumah dan jangan sampai ada hal apapun yang terjadi. Jangan sampai ada barang yang hilang dan jangan berani keluar rumah sebelum saya pulang."
Tepat setelah mengucapkan itu, Heeseung berdiri dan berjalan melewati Jungwon yang masih diam.
"Kenapa lama?" tanya Jungwon sangat pelan, tapi mampu didengar oleh Heeseung.
Sontak langkah Heeseung berhenti mendengar pertanyaan anaknya. Kenapa lama? Haruskah Heeseung beri tahu alasannya?
"Saya bekerja. Lama atau tidaknya, itu bukan urusan kamu. Cukup turuti perintah saya."
Jungwon menelengkan kepalanya. "Kalau aku mau ketemu Mama?" tanyanya lagi.
"Ketemu Mama? Jangan harap saya akan mengizinkan kamu pergi ke makam Karina. Saya tidak ingin harus kembali menjemput anak yang menggila di sana," tegas Heeseung.
Mendengar itu, Jungwon menunduk seraya memejamkan matanya. Dia menarik nafas cukup panjang sebelum mengangguk dan kembali mengangkat kepalanya.
"Iya Papa, aku nggak akan keluar rumah selama satu minggu seperti yang Papa bilang. Hati-hati di jalannya Papa," ucapnya sebelum berjalan melewati Heeseung dan berlari ke kamarnya.
Melihat perilaku anaknya, Heeseung menghela nafas lelah lalu melanjutkan langkahnya menuju kamar. Sejujurnya, pikirannya sedang rumit lagi kali ini. Ingin berkunjung ke makam istrinya untuk menenangkan diri seperti biasanya, tapi Heeseung masih teringat kejadian saat dirinya berkunjung ke sana dan menemukan Jungwon tengah mencoba menggali kuburan istrinya.
Heeseung jelas marah melihat Jungwon seperti itu karena pasca Jungwon tahu lokasi makam Karina, anak laki-lakinya itu menjadi sering diam-diam pergi ke sana.
"Ah, bisa gila gue," gumamnya.
Ponselnya berdering menampilkan nama Sunghoon yang memanggil. Tanpa aba-aba dia langsung mengangkat panggilan itu.
"Kenapa?"
"..."
"Ya, pilih yang paling cantik dan pastikan semuanya udah siap pas gue sampai di sana."
"..."
"Ya, thank you."
Panggilannya terputus setelah Heeseung selesai menyampaikan pesannya. Tubuhnya ia rebahkan di ranjang, dengan satu tangan yang terangkat menutupi kedua matanya.
"Semoga pilihan gue nggak salah."
Heeseung diam-diam cemas, takut keputusannya akan salah dan ia salah ambil langkah. Sebab, pergi ke luar kota nanti bukan untuk pekerjaan biasa, tapi ada maksud lain yang akan ia lakukan di sana.
Keputusan yang mungkin menyebabkan Karina marah kepadanya.
---
Haii, gimana? Maaf baru update, tugas di semester 4 bener-bener nggak ngasih aku nafas hahaha
Jangan lupa vote dan komennya ❤️❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
About Me • Heewon [End]
Hayran KurguFamily Jungwon hanya ingin diakui oleh Papa, tapi rasanya sulit sekali untuk mendapatkan inginnya. Usahanya sering kali diabaikan, sering pula tidak dipedulikan. Tentu saja Jungwon tidak akan menyerah begitu saja. Tapi, Jungwon bisa apa jika Papa le...