Bagian 1

4.7K 279 25
                                    


Pukul sepuluh malam, lampu-lampu di salah satu rumah perumahan itu tidak menyala. Seperti dibiarkan gelap begitu saja. Jika dilihat dari luar, mungkin orang menyangka rumahnya tidak berpenghuni. Padahal kenyataannya, ada satu orang anak laki-laki yang berdiam diri di gelapnya malam hari.

Lee Jungwon, sosok laki-laki yang berusia tujuh belas tahun itu tetap berfokus pada buku catatannya meskipun hanya ditemani lampu belajar yang redupnya tak terkira. Telinganya disumpal earphone putih dengan mata yang berfokus pada iPad yang menampilkan sebuah materi.

Jujur, matanya sudah lelah. Ingin sekali rasanya memejamkan mata dan menikmati empuk tempat tidur miliknya. Tapi, ada satu sosok yang perlu dirinya tunggu.

Suara dentingan jarum jam menjadi pengisi suara di kamar yang gelap dan sepi itu. Tak lama, suara mesin mobil yang baru saja dimatikan tertangkap di telinga Jungwon begitu suara si pemateri berhenti.

Jungwon bergegas mencabut earphonenya dan berjalan ke arah jendela untuk memastikan jika mobil itu adalah mobil yang dibawa oleh sosok yang ditunggunya.

Senyumnya melebar melihat sosok itu, lantas Jungwon buru-buru keluar dari kamar untuk menyambut sosok tadi. Tidak butuh waktu yang lama, suara langkah seseorang terdengar di sepinya rumah. Jungwon yang sudah duduk di sofa langsung berdiri dan hendak menyapa sebelum sosok itu hanya melewatinya begitu saja.

Suaranya tiba-tiba tercekat begitu saja di tenggorokan. "Papa ...."

Sosok yang dipanggil papa itu tidak menolehkan kepala sama sekali, melainkan tetap berjalan ke depan tanpa peduli lampu yang mati seolah-olah sudah tahu letak rumah ini.

Saat suara langkah papa sudah tidak terdengar lagi, Jungwon duduk kembali di sofa. Matanya memandang lurus pada entah objek apa yang ia lihat sebab dipandangannya semua gelap. Mungkin, hanya cahaya dari lampu hiasan saja yang ada di sana.

"Ah, lebih baik tidur," gumamnya.

Malam itu, Jungwon tidur dengan membawa sebuah rasa kecewa sebab sosok papa yang ia tunggu, kembali mengabaikan eksistensinya.

---

Saat pagi menyapa, Jungwon sudah sibuk di dapurnya. Sang fajar bahkan belum terlihat, tapi senyuman Jungwon sudah secerah cahayanya.

Tangannya begitu cekatan mengambil bahan masakan satu dan lainnya dengan satu tangan lain yang sibuk mengoseng. Aroma masakan pun mulai tercium di sekitarnya, hingga sosok perempuan yang cukup tua datang menghampirinya.

"Aden sedang apa?"

Jungwon menoleh. "Halo Bibi, aku lagi masak," jawabnya.

"Hmm, padahal tunggu Bibi saja. Sana kamu siap-siap, biar Bibi lanjutkan."

"Enggak usah, Bi. Bibi kerja yang lain aja, masakanku sebentar lagi selesai kok," tolak Jungwon.

Bibi yang merupakan asisten rumah tangga di rumahnya hanya bisa menurut, sebab bukan satu atau dua kali Jungwon seperti ini.

Jungwon sendiri sudah selesai dengan masakannya, ia sajikan di piring yang cukup besar dan juga sebuah tempat makan. Kepalanya menoleh saat mendengar suara langkah seseorang dari tangga, mendekat ke arahnya.

"Papa! Ayo sarapan dulu," ajak Jungwon.

Lee Heeseung, sosok papa yang dipanggil Jungwon tidak menanggapinya. Sosok pria itu berjalan melewatinya dan menuangkan air putih pada gelas.

"Papa, kenapa cuman minum air putih?" tanya Jungwon.

Lagi-lagi, Heeseung tidak menjawab. Dirinya sibuk meneguk air itu hingga tandas dan kembali keluar dari dapur. Jungwon buru-buru mengejar Heeseung dan mencekal lengan papanya.

"Lepas!"

Tapi, Jungwon tersentak saat tangannya dihempas cukup keras oleh papanya. "Papa kalau enggak bisa sarapan di sini, aku udah siapin bekal kok buat Papa. Sebentar ya, aku ambil dulu bekalnya, Papa tunggu sebentar," ujarnya.

Jungwon buru-buru kembali ke meja makan dan mengambil bekal makanan yang sudah dia siapkan tadi. Kemudian dia berikan bekal itu kepada papanya, untungnya Heeseung tidak menolak dan mengambil bekal makanan itu lalu berjalan keluar.

Senang karena bekalnya diterima, Jungwon mengikuti sang papa berjalan keluar. Namun, langkahnya memelan saat dirinya sampai di ambang pintu. Sebab, dia melihat papa membuang bekal makanannya ke tempat sampah yang ada di sana.

Jungwon bisa melihat papanya berjalan menuju mobil tanpa menghiraukan bekal makanan yang baru saja dibuang. Jungwon menatap nanar pada mobil yang perlahan keluar dari pekarangan rumahnya. Lalu pandangannya beralih pada bekal makanan yang sudah berceceran di dalam tong sampah.

"Mungkin makanannya tidak enak," gumam Jungwon seraya menunduk untuk mengambil tempat makannya.

Jungwon, bagaimana bisa kamu tahu bahwa makanannya tidak enak, jika papa saja tidak mencicipinya?

Karena waktu yang semakin siang, Jungwon kembali masuk ke dalam rumahnya untuk bersiap-siap. Dirinya harus sekolah dan harus belajar untuk membanggakan papanya.

Sepanjang kegiatan bersiapnya, Jungwon memikirkan banyak hal. Terutama mengenai sang papa yang terlihat enggan sekali bersinggungan dengannya.

"Ah pusing ...."

Setelah siap, Jungwon segera berangkat ke sekolah menggunakan taxi. Sebab bus sudah tidak memungkinkan karena waktu sudah menunjukkan pukul enam lebih empat puluh delapan menit yang artinya ia tidak memiliki banyak waktu.

Jungwon tiba di sekolah tepat pukul enam lewat lima puluh sembilan menit. Satu menit sebelum gerbang ditutup, dirinya sudah berada di daerah sekolah dengan nafas yang tidak beraturan.

"Jungwon cepet ke kelas!" teriak seseorang.

Jungwon menoleh, lantas ia tersenyum melihat temannya berteriak serta melambaikan tangannya di jendela kelas.

"Oke!" ucap Jungwon tanpa suara.

Setibanya di kelas, Jungwon sedikit bersyukur sebab guru yang mengajar di jam pertama berhalangan hadir. Jadi dirinya terbebas dari hukuman.

"Tumben telat," kata Sunoo, teman sebangkunya.

"Biasalah," jawab Jungwon.

Park Sunoo, teman sebangku sekaligus tetangganya itu hanya diam memperhatikan Jungwon yang sibuk mengeluarkan buku-bukunya.

"Ada tugas?" tanya Jungwon.

"Ada, tuh lihat papan tulis," ucap Sunoo seraya menggerakkan dagunya.

Jungwon menurut dan dia melihat tulisan yang berisi penjelasan tugas. Dia kembali menoleh pada Sunoo dan memandang dalam teman atau sahabatnya itu.

"Noo," panggil Jungwon pelan.

Sunoo menghela nafas, dia menatap Jungwon lalu menepuk bahunya pelan seakan mengerti arti tatapan temannya.

Buatlah karangan cerita tentang Ibumu dalam bentuk narasi dengan ketentuan sebagai berikut ...

Beberapa hari lagi memang hari ibu, hal itu membuat beberapa mata pelajaran selalu mengaitkan segala materi dengan ibu, selama bisa dikaitkan. Mata pelajaran di jam pertama hari ini adalah Bahasa Indonesia dan kelas Jungwon diberi tugas seperti itu.

Cukup berat baginya, Jungwon tidak tahu harus menceritakan sosok ibu itu seperti apa. Sebab, tahu rupa wajahnya saja tidak. Lantas, bagaimana Jungwon harus menjabarkannya?

Dan Jungwon hanya punya satu bantuan, yaitu papanya.

---

Haiii, gimana? Nantinya fokus ke hubungan Papa-Anak, kok. Semoga suka yaa 💗💗

Lanjut nggak?

Jangan lupa vote dan komennya ❤❤

About Me • Heewon [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang