Bagian 3

2.5K 233 17
                                    


Masih berkaitan dengan tugas Bahasa Indonesia mengenai karangan cerita tentang Ibu. Kini, tiba di hari dimana Jungwon harus mengumpulkan tugas itu. Jauh di lubuk hatinya, Jungwon tidak ingin pergi ke sekolah khusus hari ini. Terlebih saat dia baru saja mendengar info tambahan dari gurunya bahwa karangan cerita itu harus dibacakan di depan kelas.

Jungwon memegang bukunya erat-erat, dia gugup melihat satu persatu temannya maju ke depan untuk membacakan karangannya.

"Lee Jungwon, silahkan."

Jantungnya berdetak lebih cepat saat namanya dipanggil, Jungwon tidak ingin nilainya jelek, jadi mau tidak mau dia tetap ke depan meskipun tugasnya kali ini tidak selesai dengan sempurna.

Secara perlahan Jungwon membuka buku catatannya, berdeham sebentar sebelum mulai mengeluarkan suaranya.

Aku tidak tahu bagaimana wajah Mama, tapi Bibi yang bekerja di rumah pernah bilang jika Mama memiliki paras yang cantik seperti namanya. Saat melihat tugas yang diberikan, aku sempat kebingungan karena benar-benar tidak pernah kenal dengan Mama. Namun, dari bayanganku Mama adalah orang terhebat yang sudah rela melahirkanku ke dunia ini.

Mama, dimana pun Mama berada, aku sangat berterima kasih dan sangat menyayangi, Mama. Tolong beri aku kasih sayang juga ya, Ma.

Jungwon menyelesaikan karangan ceritanya yang begitu singkat. Karangan itu, ia kerjakan saat libur kemarin di ruang keluarga seorang diri. Dirinya benar-benar merasa kesulitan karena tidak tahu harus menceritakan apa.

Tidak seperti teman-teman satu kelasnya yang banyak menceritakan bagaimana mereka menghabiskan waktu dengan sang ibu. Jungwon merasa iri sebab belum pernah merasakannya.

Suara tepuk tangan yang dimulai dari guru yang sedang mengajar membuat Jungwon tersadar dari lamunannya. Dia membungkukkan badannya lalu berjalan duduk kembali ke tempat duduknya.

Jam pelajaran saat itu dihabiskan oleh seluruh anak yang saling bergantian maju ke depan untuk menceritakan bagaimana sosok ibunya. Hingga jam istirahat tiba, Sunoo langsung mengajak Jungwon untuk ke koperasi sekolah.

Mereka berdua memilih koperasi sekolah karena di kantin banyak kakak kelas sembilan yang sering kali menjahili adik kelasnya.

Entah kebetulan atau tidak, Jungwon dan Sunoo bertemu dengan empat kakak kelas yang tiba-tiba menghadang mereka saat akan kembali ke kelas.

"Kenapa ya, Kak?" tanya Sunoo.

"Ini yang namanya Jungwon?"

Jungwon mengangguk kaku. "Iya, Kak."

"Pulang sekolah temuin gue dong sebentar, ada perlu."

"Oh iya, Kak."

Setelah mengucapkan itu, Jungwon dan Sunoo melanjutkan langkahnya dengan sedikit kebingungan. Sesampainya mereka di kelas, Jungwon sedikit bingung mengapa teman-teman sekelas menatapnya.

"Kenapa?"

"Kasihan Jungwon enggak punya Ibu," ledek seseorang.

"Yah nggak bisa dimasakin Mama."

"Jadi anak apa dong? Anak yatim kan buat yang nggak punya Papa."

"Jungwon kamu anak yatim piatu?"

Pertanyaan serta pernyataan yang lebih ke arah ledekan itu mendadak terlontar cukup banyak dari teman-teman satu kelasnya. Jungwon mendadak membeku di tempat saat mendengarnya, ia tidak pernah menduga akan mendapatkan pertanyaan seperti itu setelah menceritakan sosok mama yang tidak diketahuinya.

"Ih kalian apaan sih, nggak boleh gitu! Nanti aku lapor sama Bu Guru," sentak Sunoo.

Sorakan mendadak terdengar setelah ucapan Sunoo keluar. Sama seperti anak SMP pada umumnya, mereka suka sekali melontarkan kalimat-kalimat yang menurutnya bisa dijadikan sebagai bahan candaan. Mereka menganggap jika apa yang mereka ucapkan itu hanya sebuah lelucon antar teman.

Dengan begitu, Jungwon pun tidak bisa melakukan apa-apa. Selama ini di sekolah, dia tidak pernah mencari masalah dengan siapapun. Meskipun kadang, dirinya sering diledek seperti barusan perihal dia yang selalu berada di peringkat terakhir saat kelas tujuh baik di semester awal maupun semester akhir.

"Biarin aja ya Jungwon, kamu tahu 'kan mereka emang selalu begitu," kata Sunoo.

Jungwon mengangguk saja, toh karena memang mereka sering seperti itu. "Iya, enggak apa-apa, kok."

"Pulang sekolah mau main enggak?" tanya Sunoo.

"Di rumah kamu?"

Sunoo mengangguk seraya menyuapkan nasi yang tadi dibelinya. "Iya, kata Papi dia bakal pulang lebih awal."

"Aku boleh ikutan?" tanya Jungwon.

"Boleh dong, Papi Jay juga nyuruh aku buat ajak kamu kok."

Jungwon mengangguk menyetujui, lumayan juga dia tidak akan bosan jika bermain dengan Sunoo dibanding diam di rumahnya sendirian. Toh rumah mereka sebelahan, karena Sunoo adalah anak dari Om Jay yang sering Jungwon berikan makanan.

---

Sudah hampir satu jam dari jam pulang sekolah Jungwon ada di rumah Sunoo. Dua anak laki-laki itu sibuk bermain PS ditemani dengan cemilan yang sudah berkurang.

Seperti yang Sunoo bilang, Jay-papi Sunoo, sudah ada di rumah saat mereka sampai di sana. Tanpa menunggu apa-apa, mereka langsung bermain bertiga. Hampir lupa waktu jika saja Jay tidak memperingati Jungwon perihal seragam yang dipakainya. Karena tadi Jungwon langsung ke rumah Sunoo tanpa pulang terlebih dahulu.

Akhirnya, mau tidak mau Jungwon menghentikan permainannya dan berpamitan untuk pulang.

"Aku pulang dulu ya, makasih makanannya," ucapnya.

Setelah sampai di rumahnya yang memang bersebelahan, Jungwon masuk ke dalam setelah melepaskan sepatunya. Dia melihat keadaan rumah yang memang seperti biasanya, selalu sepi.

"Bibi?" panggil Jungwon.

Kedua tungkai kakinya berjalan ke arah dapur untuk mencari bibi yang biasanya selalu menyambut. Tapi, dia tidak menemukan bibi dimana pun setelah berkeliling rumah.

"Bibi kemana sih," gumamnya.

Karena bibi tidak kunjung ditemukan, akhirnya Jungwon berlalu ke kamarnya. Namun, sebelum sampai kamar, dia menemukan sang papa yang tengah berkutat dengan laptop di ruang keluarga.

"Sejak kapan Papa ada di situ?" batinnya. Padahal tadi saat dia melewati ruang itu, tidak ada siapa-siapa di sana.

"Jungwon," panggil Heeseung.

"Eh?"

Jungwon sedikit terkejut saat Heeseung memanggilnya. "Iya, Pa?" jawabnya sedikit gugup.

"Sekarang kamu semester genap?"

"Iya, Pa."

"Ya, setelah itu silahkan minta surat keluar dari sekolah. Setelah masa semester genap kelas delapanmu habis, saya tidak akan membiayai keperluan sekolah kamu lagi," ucap Heeseung.

"A-apa?"

Jungwon sangat terkejut mendengar penuturan papanya, apakah ia salah dengar jika Heeseung menyuruh dirinya berhenti sekolah karena tidak akan membiayainya lagi? Tolong katakan jika itu tidak benar.

"Tapi ... kenapa, Pa? Aku mau sekolah," ucap Jungwon sangat pelan.

Heeseung mengalihkan pandangannya dari laptop ke arah Jungwon yang berdiri kaku di sebelahnya.

"Saya sudah cukup banyak mengeluarkan biaya untuk kamu hidup. Jadi, saya tidak ingin terbebani oleh biaya pendidikan kamu yang bahkan peringkatmu itu sangat mengecewakan," tuturnya.

Tidak ada yang bisa Jungwon bantah, dia benar-benar tidak bisa mengucapkan apapun. Jungwon tidak bisa memberikan pembelaan apapun karena memang peringkatnya di sekolah sangat mengecewakan.

Tapi, bukan kah kalau begitu seharusnya Jungwon terus belajar? Kenapa Heeseung justru menghentikannya? Memangnya, separah apa papa membenci dirinya hingga melepaskan tanggung jawab begitu saja?

---

Haii, gimana?? Semoga enggak mengecewakan yaa 💗💗

Jangan lupa vote dan komen yang banyaakkkkk ❤❤❤

About Me • Heewon [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang