Bagian 22

1.9K 175 15
                                    


Mata yang terpejam itu perlahan terbuka, butuh waktu beberapa detik untuk menetralkan penglihatannya. Jungwon mengerjapkan mata, menatap heran pada wajah sosok perempuan yang memenuhi pandangannya.

"Capek, ya?"

Perempuan itu berbicara, tetapi Jungwon masih terlalu kelu untuk sekadar buka suara. Hal yang bisa ia lakukan hanya terus diam seraya memandang wajah yang entah mengapa terlihat menenangkan.

"Adek ... jangan kecapekan. Jangan lupa sama kesehatan. Boleh berkegiatan, tapi badan kamu juga perlu diperhatikan."

Jungwon masih diam membisu, meskipun diam-diam mendengarkan dengan seksama apa yang wanita itu katakan. Namun, di satu sisi dia merasa tidak asing dengan wajah di hadapannya. Seperti pernah melihat, tapi tidak tahu di mana.

"Siapa?" tanya Jungwon dengan pelan.

Perempuan itu tersenyum membuat wajahnya bertambah kali lipat lebih cantik. Tidak tahu mengapa, tapi perasaan Jungwon menghangat. Belum lagi dia merasakan elusan yang terlampau lembut pada puncak kepalanya.

"Sehat selalu ya, Sayang? Hebat sudah bisa luluhkan Papa. Sekarang Mama bisa pergi dengan tenang setelah memastikan kamu aman dan disayang."

Mama.

Jungwon mendengar perempuan itu berkata 'Mama'. Tubuhnya secara natural bergerak menggapai tangan yang sedari tadi tidak berhenti mengelus kepalanya.

"Mama ...."

"Ini Mama? Mama aku ... Mama ...."

Mendengar bagaimana ucapan tidak karuan dari Jungwon membuat Karina tersenyum. Kemudian dia balas genggaman tangannya dengan erat. Tubuhnya sedikit condong ke depan, matanya terpejam saat menyematkan sebuah kecupan pada kening anaknya.

"Selamat tidur Anak Mama," bisiknya.

Jungwon melakukan hal yang sama, matanya terpejam saat menerima sebuah kecupan hangat pada keningnya. Bersamaan dengan air mata yang sedari tadi berkumpul di kelopak matanya meluncur keluar dengan bebas.

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

Hingga delapan detik, Jungwon mulai merasakan genggamannya kosong kembali. Seketika dirinya kalut, tubuhnya bergerak tidak karuan sedangkan mulutnya terus meracau memanggil Mamanya.

"Mama!"

"MAMA!"

"MAMA!"

Mata Jungwon kembali terbuka dengan nafas yang berderu sangat kencang. Jantungnya masih berdetak dengan cepat, tapi sesaat kemudian dia tersadar dan mulai mencari sosok mamanya.

"Jungwon, kenapa?" tanya Heeseung yang sedari tadi berada di sana.

"Mama ... aku ketemu Mama," ucap Jungwon sembari terus bergerak mencari Mamanya. "Mama ke mana? Mama tadi di sini Papa ... Mama pegang tangan aku," lanjutnya dengan nafas yang kembali tidak beraturan.

Heeseung bergerak mendekap Jungwon yang semakin tidak karuan. Dia usap pelan punggung anaknya supaya sedikit tenang meskipun sebenarnya dia sendiri tidak tahu mengapa Jungwon sampai begini.

Sesampainya di rumah tadi, Heeseung langsung membaringkan Jungwon di kamar. Anak laki-lakinya itu demam dan sudah dikompres juga oleh Yujin. Namun, saat dia ingin melihat keadaan Jungwon, dia menemukan anaknya sedang terpejam dengan mata yang mengalirkan air mata. Sampai akhirnya Jungwon bangun dan terus mencari istrinya.

"Kamu kenapa? Mimpi buruk?" tanyanya.

Heeseung bisa merasakan kepala Jungwon yang menggeleng di dadanya. "Terus kenapa? Kok kayak kebingungan cari Mama?"

Hening melanda sebab Jungwon tidak menjawab pertanyaan Papanya.

"Aku ketemu Mama ...," ucap Jungwon dengan sangat pelan.

"Hm?"

Jungwon sedikit merenggangkan pelukannya dan menatap Heeseung. "Mama datang ke mimpi aku. Tadi Mama usap-usap kepala aku, genggam tangan aku, cium kening aku. Aku lihat Mama," adunya disertai sedikit rengekan.

"Mama datang ke mimpi kamu?" tanya Heeseung seraya mengusap peluh yang hadir pada pelipis anaknya.

Jungwon mengangguk. "Aku kira bukan mimpi, rasanya kayak nyata banget, Pa."

"Itu berarti Mama berhasil buat kamu merasakan kehadirannya. Seneng?"

"Banget!"

Sebuah senyum tercipta pada bibir mungil sang anak, masih tidak menyangka jika dia bisa melihat bagaimana rupa cantik Mamanya. Meskipun itu hanya sebatas mimpi, tapi Jungwon bahagia karena setidaknya dia pernah bertemu dengan Karina satu kali.

Heeseung ikut tersenyum melihat bagaimana bahagianya Jungwon sekarang. Entah alasan apa Karina mendatangi anaknya melalui mimpi, tapi dia ingin berterima kasih sebab sudah menciptakan senyum Jungwon sebahagia ini.

"Kepalanya masih pusing?" tanyanya.

"Sedikit. Aku lapar, Pa," jawab Jungwon.

"Jalan ke bawah kuat enggak? Bunda udah siapin makan malam."

Jungwon mengangguk. "Kuat, tapi tolong pegang tanganku ya, Pa," ucapnya sembari tersenyum malu.

"Jelas harus dipegang, kalau enggak nanti jatuh gimana?" tanya Heeseung seraya tertawa.

Jungwon ikut tertawa, lalu menautkan tangannya pada tangan Sang Papa untuk dituntun ke bawah. Sesampainya di bawah, dia melihat sudah ada Riki dan Yujin yang sudah siap di meja makan.

Melihat kedatangannya Yujin bergegas membantu Jungwon untuk duduk di tempatnya. Perempuan itu dengan cekatan meraba kening Jungwon untuk memeriksa keadaan.

"Masih anget, kenapa turun ke bawah? Kan bisa Bunda anterin ke atas makannya," kata Yujin.

"Nggak apa-apa, aku mau makan bareng di sini," jawab Jungwon lemas. Turun dari atas ke bawah ternyata cukup menguras tenaganya jika tubuh dalam keadaan seperti ini.

"Makan sendiri bisa? Kalau nggak bisa biar Bunda suapin."

Jungwon menggeleng. "Aku bisa sendiri kok, Bun. Ayo mulai makannya, takut kemaleman."

Laki-laki itu menolak tawaran Yujin karena melihat tatapan Riki yang sedari tadi tidak bersahabat dengannya. Tatapan adiknya sedari tadi sangat tajam, seolah-olah bisa menembus tubuhnya.

Tidak butuh waktu yang cukup lama untuk mereka menyelesaikan makan malamnya karena makan malam kali ini terbilang cukup terlambat dari jam makan malam biasanya. Yujin melakukan kewajibannya untuk membereskan semua yang dibantu oleh Heeseung. Menyisakan Jungwon dan Riki yang masih diam di tempatnya.

"Kenapa?" tanya Jungwon saat merasa bahwa Riki sedari tadi tidak lepas menatapnya.

"Nggak usah caper deh lo, makannya nggak perlu ikut campur urusan orang. Kena batunya kan lo, jadi sakit sekarang," ucap Riki.

Jungwon mengernyit bingung. "Maksudnya apa?"

"Sekali lagi lo coba urusin gue di sekolah, gue nggak akan pernah segan buat macem-macem sama lo. Inget itu."

Tepat setelah mengucapkan itu, Riki berlalu ke atas. Meninggalkan Jungwon yang langsung menghela nafasnya dengan cukup kasar. Adiknya itu benar-benar berubah dan Jungwon kebingungan dalam menghadapinya.

"Kenapa ya hubunganku sama orang tuh nggak pernah akur semua. Sama Papa udah baikan, sama Riki malah jadi kayak musuhan," keluhnya.

Jungwon juga bingung.

---

Haii, maaf baru updatee :( Semoga masih ada yang nungguin dan nggak mengecewakan 💗

Gaiss ayo mutualan
twitter : @sanchive_
tiktok : @sanchive_
instagram : @santiscript

Itu semua akun khusus nulis aku, yang pernah follow akun twitter dan tiktok dengan username @ssunflwcxy unfoll ajaa ya, itu udah jadi akun fangirlku :(

Btw, aku kepikiran buat unpub cerita-ceritaku yg belum selesai, gimana?

Jangan lupa vote dan komennya ❤️❤️

About Me • Heewon [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang