Bagian 30

1.6K 155 5
                                    


Keluarga Heeseung sampai di panti sekitar pukul dua sore. Karena kemacetan yang melanda, mereka akhirnya datang terlambat. Begitu pun dengan Sunghoon yang datang satu jam kemudian. Sesampainya mereka di sana Heeseung dan Sunghoon langsung menuju pengelola panti, sedangkan Yujin dan Riki menemui kerabat-kerabatnya dulu. Hanya Jungwon yang tidak tahu harus pergi kemana karena tidak tahu sama sekali.

Akhirnya Jungwon memutuskan untuk ke taman, duduk di salah satu kursinya dan menatap pada kumpulan anak kecil yang sedang bermain. Senyumnya mengembang melihat bagaimana tiga anak kecil itu bercanda hingga tertawa.

"Lucunya," gumamnya saat matanya fokus pada satu anak yang tersenyum di saat dua anak lainnya tertawa.

"Namanya Luna, salah satu anak spesial di panti ini."

Suara itu berhasil mengejutkan Jungwon, dia menoleh ke samping dan menemukan Riki yang duduk di sebelahnya dengan satu gelas berisi kopi di tangannya.

"Dia dari bayi udah di sini," ucap Riki tanpa melihat ke arah Jungwon.

Jungwon refleks kembali melihat kumpulan tiga anak itu. Seorang anak kecil yang Riki sebut bernama Luna itu menurutnya tidak terlihat seperti anak spesial.

"Tapi nggak kelihatan kayak anak spesial," ujar Jungwon tidak tahan.

Di sebelahnya, Riki tersenyum simpul. Seperti sudah menduga bahwa pertanyaan itu akan muncul. Ia menyeruput kopinya sedikit sebelum menjawab, "Luna bukan anak spesial seperti apa yang lo pikirin."

"Terus?"

Alih-alih menjawab lagi, Riki justru berteriak memanggil Luna. "Luna! Sini!" teriaknya.

Luna yang merasa dipanggil menoleh dan Jungwon bisa melihat senyumnya mengembang sebelum mulai berlari ke arah Riki dan memeluk adiknya.

"Kamu lagi main apa?" tanya Riki.

Anak berusia enam tahun itu terlihat menggerakan tangannya setelah melihat pergerakan tangan Riki. "Aku main masak-masakan sama Gafi dan Karen," jawab Luna.

Jungwon terkesiap melihat interaksi di hadapannya saat ini, benar kata Riki bahwa Luna bukan anak spesial seperti yang ada di pikirannya. Ternyata Luna tunawicara, pantas saat dua anak lainnya tertawa tadi Luna hanya tersenyum saja.

"Kak Riki kemana saja? Kenapa baru ke sini?" tanya Luna dengan wajah yang cemberut.

Riki terkekeh, laki-laki itu kembali menggerakan tangannya dengan ekspresi yang dibuat sedih. "Maaf, karena Kak Riki sudah sekolah. Jadi jarang ke sini, Luna tahun depan masuk sekolah, kan?" tanyanya.

"Iya! Ibu sudah izinkan," jawab Luna. Kali ini wajahnya terlihat ceria.

Melihat senyum di wajah Luna, Riki bergerak mengusak rambutnya. Kemudian dia menatap Kakaknya yang memandang mereka dengan tatapan tidak percayanya.

"Lihat, kan? Luna dikasih julukan anak spesial karena dia satu-satunya anak yang punya kekurangan di antara anak-anak lainnya," ucap Riki.

Jungwon mengerjapkan matanya, lalu tersenyum ke arah Luna yang juga menatapnya. Dia melambaikan tangannya dengan sedikit membungkukkan badan.

"Halo, nama aku Jungwon," katanya.

Luna menatap Riki dan Riki langsung tersenyum seraya menganggukkan kepala. "Halo Kak Jungwon, namaku Luna!"

Kali ini, Jungwon yang menatap Riki. Meminta bantuan untuk mengartikan gerakan tangan Luna.

"Halo Kak Jungwon, namaku Luna," ucap Riki.

Jungwon tersenyum semakin lebar, dia mulai bersemangat mengajak Luna berbicara meskipun jawaban-jawaban Luna harus ia terjemahkan dulu oleh Riki untuk tahu apa jawabannya.

Keduanya tidak sadar bahwa mereka berakhir bermain bersama Luna. Senyum dan tawanya menguar begitu saja terlebih setelah dua anak lainnya bergabung bersama mereka. Sore itu, untuk pertama kalinya Jungwon dan Riki menghabiskan waktu bersama.

---

Riki menatap Kakaknya yang semakin akrab dengan Luna, Gafi, dan juga Karen. Sekarang dia merasa diabaikan, kakak sambungnya itu terlalu sibuk bermain masak-masakan di tanah, membuat ia lebih memilih duduk di kursi saja sebab masak-masakan bersama anak kecil bukan seperti dia sekali.

Tangannya bersidekap dada, dia memandang Jungwon yang sedari tadi tidak melunturkan senyumnya.

"Kenapa nggak ikutan?" tanya seseorang.

Riki menoleh dan kembali menatap ke depan saat melihat Yujin menghampirinya. "Nggak minat," jawabnya.

"Padahal dulu sering main gitu sama Alan," ucap Yujin.

"Sekarang udah besar." Riki membantah ucapan Bundanya.

Memang benar jika saat kecil dulu, Riki pun sering melakukan hal yang sama. Bermain bersama teman sebayanya di panti, entah itu main masak-masakan, kejar-kejaran, atau apapun itu yang membuat masa kecilnya menyenangkan.

"Iya kamu sudah besar, jadi main masak-masakan kayak gitu udah nggak asyik lagi. Tapi kenapa Kakakmu itu kelihatannya seneng banget ya, Rik?" tanya Yujin dengan tatapan matanya menuju Jungwon.

Riki berpikir sebentar, Jungwon memang terlihat sangat bahagia sekali saat diajak main masak-masakan oleh Luna dan temannya. Kakaknya itu dengan antusias bergabung dengan Luna.

"Kamu tahu nggak Rik kenapa Jungwon bisa sampai sebahagia itu?" Yujin kembali bertanya dan merasa tidak ada jawaban ia menolehkan kepalanya untuk melihat Riki yang menggeleng.

"Ini mungkin privasi Papa kamu dan bukan ranah Bunda buat jelasin, tapi intinya butuh waktu hampir empat belas tahun buat Papa untuk bisa menerima Jungwon," ucap Yujin dengan satu tarikan napas.

"Apa?"

Itu adalah respon pertama Riki. Tidak percaya dengan apa yang Bundanya katakan. "Maksud Bunda apa?" tanyanya menuntut jawaban.

"Menurutmu ... kenapa Bunda bisa menikah sama Papa?" Bukannya menjawab, Yujin malah bertanya. "Menurutmu ... kemana Mamanya Jungwon?" tanyanya lagi.

Selama ini Riki memang tidak pernah diceritakan sedikit pun mengenai apa yang terjadi di antara orang tuanya. Begitu mendengar apa yang Yujin katakan barusan, Riki benar-benar terkejut bukan main.

"Memangnya kemana?" tanyanya pelan.

"Mamanya Jungwon namanya Karina dan dia meninggal tepat setelah Jungwon lahir. Bunda rasa kamu sudah paham 'kan kenapa Papa sampai butuh waktu empat belas tahun buat bisa terima dan mengakui Jungwon," beber Yujin.

Riki terdiam, mulutnya membisu, dan tubuhnya mendadak kaku. Terlalu terkejut dengan serangan cerita yang baru saja ia dapat.

"Sekarang kamu tahu kenapa Jungwon bisa sampai sebahagia itu, kan?" Lagi-lagi Yujin bertanya.

Dengan pandangan mata yang ke depan, perlahan Riki menganggukkan kepalanya. "Ya, dia lagi obati inner child-nya," jawabnya pelan.

Jangankan untuk bermain, bagi Jungwon kecil keluar rumah untuk menghirup udara segar saja sudah hal yang paling membahagiakan baginya. Jangankan bermain, teman saja dia tidak punya.

"Tapi Bun, kenapa Papa sampai butuh waktu selama itu?" tanya Riki, dia menatap Yujin untuk meminta jawaban.

"Karena Papa sangat mencintai Karina," jawab Yujin dengan suara yang pelan.

Riki mengerutkan alisnya, sedikit ragu untuk melayangkan pertanyaan selanjutnya. "Dan akhirnya apa yang buat Papa yakin buat menikah sama Bunda?"

Kali ini Yujin tersenyum kecil, dia menatap Riki sebagai satu-satunya hal paling berharga yang ia punya. "Karena kita sama-sama orang tua tunggal dan kami saling suka," jawabnya.

"Sebatas suka. Karena sampai kapan pun cinta Heeseung hanya untuk Karina," batinnya melanjutkan.

---

Halooo, maaf baru updateee :( Semoga suka dan masih ada yang nungguin 💗

Aku usahain sebelum 2023 selesai, cerita ini selesai juga. Karena 2024 nanti aku punya cerita baru lagii

Jangan lupa vote dan komennya ❤️❤️

About Me • Heewon [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang