"Hah?!" Ulfah terbangun dari tidurnya yang hanya duduk di kursi dan kepala tergeletak di meja, dia segera mengucek mata dan mengecek jam dinding.
Sudah empat jam-an berlalu.
Berapa lama dia belajar? Ulfah segera mengecek buku yang ada di atas meja.
Baru tiga lembar!
Astaga!
Ulfah menepuk kening. "Ulfah, kamu payah banget belajarnya. Semangat, semangat, semangat!" Memang sudah lama dia tak belajar dari buku, hanya kegiatan ini itu sebagai ART, dengan itu dia menepuk-nepuk pipi.
"Huh ... lanjut!"
Namun, mata Ulfah menatap ke ponsel yang ada di samping buku, dia mengambilnya dan ternyata ada beberapa miss video call di sana. Dari Rachita ....
Mata Ulfah membulat sempurna dan segera menghubungi mereka. Tak butuh waktu lama untuk dijawab.
"Mbaaaak, maafin aku." Ia memohon maaf, karena tak sengaja ketiduran saat belajar.
"Aunty!" sapa duo tuyul tersebut pada Ulfah.
"Hai, Sayang. Maaf gak jawab ...." Ulfah penuh penyesalah.
"Sudah, gak papa, Ulfah. Kamu pasti capek abis pindahan. Mana bikin kue mangkuk buat anak-anak dan tetangga kamu, kan?" Rachita pengertian. "Gimana lingkungan di sana, Ulfah?"
"Bagus, Mbak. Aku suka. Tetangganya juga pada ramah." Ulfah tersenyum manis. "Hansel mana, Mbak?"
"Hansel masih tidur, nih." Rachita berjalan sebentar, pun memasuki kamar untuk memperlihatkan Hansel di keranjangnya, tertidur manis bak malaikat.
"Uuu lucu banget, Hansel."
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan pintu terdengar, Ulfah menoleh.
"Kenapa, Fah?" tanya Rachita.
"Ada yang ngetuk pintu, Mbak."
"Waduh, siapa, tuh? Jangan-jangan pangeran impian kamu mau jemput ya?" Ulfah tertawa akan candaan Rachita.
"Mbak bisa aja, keknya palingan cuman tetangga." Dia tak punya banyak kenalan.
"Ya udah kalau gitu, kita sambung nanti, kamu pastinya sibuk ngulang pelajaran kan?" Ulfah kembali tertawa akan ungkapam Rachita yang telak. "Dah, Ulfah. Hati-hati cek dulu ya sebelum buka."
"Iya, Mbak, siap. Dadah." Panggilan terputus, dan Ulfah segera menuju ke depan. Namun, dia belum membuka pintu, dia mengintip sebentar di balik jendela.
Oh, memang benar, ternyata tetangganya. Pria bermassker dengan jaket kulit, Dean.
Ulfah membukakan pintu. "Ah, syukurlah benar, saya pikir salah rumah." Dean tertawa pelan saat Ulfah membukakan pintu.
Ulfah juga tertawa. "Iya bener, kok. Ada apa, Dean?"
"Kamu suka cincau?" Dean mengangkat bingkisan berisi satu cup es cincau di sana. "Ini, buat kamu, terima kasih atas kue mangkoknya, itu enak banget."
"Uh, oh, terima kasih juga cincaunya." Ulfah menerima hal tersebut dari tangan Dean.
"Oh ya, apa kamu buat sendiri cupcake-nya, ya? Soalnya rasanya lebih unik kebanding yang pernah saya coba." Ulfah heran, beda apanya sebenarnya? Dia meniru resep google padahal. "Boleh minta resepnya?"
"Enggak ada yang spesial, kok. Itu saya niru dari google. Kalau kamu mau, saya bisa tunjukkin link artikelnya."
"Boleh? Apa mau sekalian tukar nomor?" Dean menyerahkan ponselnya pada Ulfah, agar sang wanita mengetik sendiri nomornya.
"Boleh." Sesama tetangga tak masalah. Ulfah membuka ponsel pria itu dan menemukan wallpaper ... seperti anak kuliahan, dan benar, mereka mengambil potret di depan kampus.
"Wah, kamu kuliah di kampus X, ya? Aku juga bakalan kuliah di sana." Ulfah antusias, dia mulai mengetik nomornya, bagus kalau temanan dengan sesama anak kampus dan sebaiknya pakai bahasa santai. "Oh, a-apa kamu senior?" Dan dia baru ingin, bisa saja di hadapannya kating.
Dean tertawa. "Bukan, kok. Jadi, kamu kuliah di sana?"
Oh mahasiswa baru juga ya?
"Iya, tapi beberapa hari lagi, aku lama gap year jadi mau penyesuaian dulu." Dean mengangguk paham. "Kamu prodi apa?"
"Bahasa dan sastra, kamu?"
"Aku pendidikan, aku pengen jadi guru." Dean tersenyum mendengar ungkapan tersebut, Ulfah sangat polos di matanya.
BERSAMBUNG ....•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosen Kucing ✅
RomancePak Dean .... Pak Dean?! Mata Ulfah membulat sempurna. "Ayo, Ulfah, ayo kita masuk, matkul kamu apa pagi ini?" "Pak-Pak-Pak Dean?! Ka-kamu ... ma-maksud saya, Bapak, Bapak dosen di sini?"