Chapter 13

1.8K 67 0
                                    

"Waduh, keknya kami ada kelas dadakan, kami cabut dulu ya, Fah. Permisi juga Pak Dean ...." Dan siapa sangka, mereka kabur begitu saja, bahkan belum memesan apa pun. Ulfah hanya bisa melongo akan kepergian teman-temannya.

Yang tersisa, hanya Pak Dean di sampingnya.

"Ulfah, apa kamu sudah memesan?" tanya Dean.

"Uh mm belum, Pak."

"Kamu mau memesan atau ... mau memasak sendiri?" tawar Dean tiba-tiba, mendengarnya Ulfah sedikit kaget.

"Bisa masak sendiri, Pak?" Kalau boleh jujur, Ulfah lebih suka memasak sendiri, kalau bisa dia akan sangat bersyukur.

"Tentu. Kamu mau?"

Ulfah mengangguk. "Boleh, Pak."

"Ayo ikut aku." Keduanya pun berdiri bersamaan, dan siapa sangka mereka menuju dapur kantin di sini.

"Halo, Bibi, numpang masak, dong." Dean langsung berkata tanpa babibu.

"Eh, Pak Dean, silakan silakan."

"Terima kasih." Mereka kelihatan hangat dan akrab dengan Dean.

"Wah, Pak Dean, bawa siapa tuh?" kata salah satu dari mereka.

"Iya, gak pernah lho ngajak-ngajak atau bawa orang, pasti orang spesial tuh! Kamu siapanya Pak Dean? Pacarnya pasti, ya?"

"Uh akhirnya Pak Dean yang jones punya pacar. Pasti mau masakin pacarnya ya?"

Duh, astaga, Ulfah tak menyangka mereka akan digodai begini, kenapa semuanya suka begitu sih? Sedang Dean, hanya tertawa dengan kedua pipi memerah.

"Aduh, Bi, jangan begitu. Ini Ulfah, dia tetangga saya, masakannya enaaaak banget. Saya mau dikasih tutor masak sama dia, gitu." Dean berusaha menjelaskan, ternyata Ulfah diajak begini karena ada maunya. "Ya, kan, Fah?"

Ulfah tak bisa mengelak, dia juga janji jadi mahasiswi teladan untuk Dean. "Iya, Pak."

"Baiklah kalau gitu, tapi kalian berdua cocok banget deh." Ulfah hanya bisa tersenyum tegar meski agak kesal, dan Dean seakan biasa saja.

Bisa-bisanya dia biasa saja.

Kini, mereka berjalan lagi, lebih jauh ke dalam dapur kantin dan menemukan ruang memasak lain di sana.

"Nah, kita masaknya di sini, kamu bisa pakai bahan apa aja gak masalah," ujar Dean menjelaskan, apa begitu? Entahlah, mungkin nanti kudu bayar. "Oh, iya, jam kamu masih lama kan?"

Ulfah mengangguk, masih banyak waktu.

"Kalau begitu, mau masak apa?" Dean membuka lemari es di sana. "Oh ya, lihat, ini tenderloin yang saya pesan pagi tadi. Kamu mau?"

Sepertinya Dean senang sekali memasak, dia bahkan tahu bagian terempuk dari seekor sapi. Dan sepertinya, Dean memang membayar untuk memasak plus membeli bahan-bahannya sendiri.

"Sayur, bumbu, buah, dan banyak lagi. Menurut kamu apa yang enak buat makan siang?"

Ulfah rasa dia tak perlu makan banyak siang ini, tetapi memasakkan Dean lebih penting. "Apa Bapak suka yang pedas?"

"Aku makan apa saja, bersyukur aku gak punya alergi makanan. Mau masak yang pedas-pedas ya?"

Baguslah kalau begitu.

"Apa Bapak mau sambal goreng daging?"

Tentu, Dean tak menolak, justru pria itu ngiler mendengar ungkapan Ulfah saat itu juga. Mulailah, mereka memasak bersama, Ulfah jelas jadi kunci utama, dan Dean membantu juga, meski sambil menulis apa yang dilakukan wanita tersebut.

"Pak, saya cuci tangan kenapa ditulis juga?" tanya Ulfah heran, sekeligus tertawa.

"Eh, i-iya, ya. Maaf maaf." Dean hanya cengengesan seraya menggaruk kepala, dia tak sadar mencatat itu semua, karena sangat antusias dengan masakan mereka kali ini. Biasanya tutornya hanya lewat link, tetapi kali ini Ulfah langsung jadi guru masaknya.

Tak butuh waktu lama, sambal goreng daging, tersaji di depan mata. Dean dan Ulfah duduk di kursi yang tersedia, dengan meja yang ada makanan itu, kentang goreng, dan pula nasi.

"Silakan, Pak." Ulfah mempersilakan dan Dean tak perlu menunggu lama, mulai mencicipi makanan yang kelihatan sangat enak itu.

"Wah, tangan kamu tangan emas!" Memang sangat enak!

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

Dosen Kucing ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang