"Ulfah, ini untuk kamu." Baru bangun pagi, Ulfah disuruh duduk berdua dengan Rachita, sang majikan, berhadap-hadapan di ruang keluarga. Lalu, Ulfah diberikan sebuah berkas cukup banyak oleh Rachita, Ulfah spontan kebingungan karena dia ini ART, bukan asisten kerja sang wanita.
"Bu, ini apa, ya?" tanya Ulfah.
"Ini gaji terakhir kamu di sini--"
"Hah?!" Gadis cantik meski bergaya ndeso itu terkejut. "Bu-Bu, a-apakah saya dipecat?" Mata Ulfah berkaca-kaca, apa kesalahan yang dia perbuat? "Maafin saya, Bu, jika ada salah." Ulfah mulai terisak, dia turun dari kursinya dan memeluk kaki Rachita.
"Eh, astaga, Ulfah, jangan menangis. Saya belum selesai bicara, lho."
Ulfah terus terisak. "Saya mohon, Bu, jangan pecat saya. Saya senang di sini, sama keluarga ini, saya ... saya mau tetap bersama Ibu. Kalau Ibu mau, gak usah digaji juga gak papa, saya--"
"Ulfah, saya gak seketerlaluan itu, hei." Rachita menghela napas seraya menggeleng. "Dengarkan saya dulu baik-baik. Berdirilah." Ulfah berdiri. "Duduklah." Rachita mendudukkannya kembali ke tempat, berusaha menenangkan wanita tersebut.
"Ulfah, sekarang berapa usia kamu?" tanya Rachita.
"Dua puluh lima tahun ...."
"Dan kamu, sudah menemani keluarga ini, selama tujuh tahun lamanya, tepat setelah satu tahun kelahiran Banyu, kan?" Ulfah mengangguk, dia memang bekerja sebagai ART tepat setelah tamat SMA. Walau kinerjanya di masa lalu sangat payah, tetapi keluarga ini selalu menerimanya sepenuh hati, walau Ulfah tiada pengalaman sama sekali.
Mereka percaya padanya, dan daripada ART dia dianggap bagaikan bagian keluarga. Itu kenapa Ulfah merasa sangat berhutang budi pada Rachita.
"Saya dan Mas Adnan sudah memutuskan, untuk melepas status kamu sebagai ART kami." Ulfah mulai menyendu lagi. "Hei, jangan sedih, saya hanya ingin menebus jasa kamu yang selama ini setia mememani saya bersama Banyu, di masa-masa sulit kami, jadi ... di dalam sana, ada gaji terakhir kamu, sebuah kunci rumah, dan beasiswa untuk kamu berkuliah."
Mata Ulfah berbinar, kaget. "Ku-kuliah?"
Rachita mengangguk. "Benar, kuliah. Kami melepaskan status ART kamu, menjadi status ... keluarga kami tercinta. Saya ingin melihat kamu berkembang menjadi wanita yang lebih hebat lagi. Saya dengar, kamu selalu ingin jadi ... tenaga pengajar, seperti Mas Adnan, kan?"
Ulfah mengangguk antusias, dia memang menginginkan gelar S.Pd. ada di belakang namanya.
Tujuannya mulia, ingin menjadi guru guna mencerdaskan anak-anak bangsa, mendidik mereka menjadi anak-anak yang hebat.
"Tapi, apa ... umur aku gak ketuaan, Bu?"
"Tidak ada kata terlambat untuk belajar, Ulfah." Rachita tersenyum manis. "Lagi, tujuan yang sangat mulia, Ulfah. Saya dan Mas Adnan sangat mendukung itu semua. Jadi, berkuliahlah, dan wujudkan cita-cita kamu. Kamu tenang saja, saya akan selalu menyokong kebutuhan kamu, tetapi berjanjilah kamu harus sungguh-sungguh, oke?"
Ulfah mengangguk, dia tersenyum haru, pun berikutnya dia langsung memeluk Rachita erat.
"Terima kasih banyak, Bu Rachita, makasih banyak!"
"Iya, sama-sama."
Dan kala pelukan terlepas, Ulfah agak bingung lagi. "Bu, kalau saya gak jadi ART, Ibu bagaimana?"
"Oh, saya sudah memutuskan untuk jadi full time IRT," jawab Rachita, tersenyum. "Toh, perusahaan sekarang di tangan yang tepat, saya bisa bebas akhirnya."
"Oh, begitu. Cuma, Bu, saya boleh gak datang ke sini terus bantu-bantu Ibu, saya ... mau terus sama Ibu!"
Rachita tertawa pelan. "Ya, rumah selalu terbuka untuk kamu, Ulfah, datanglah kalau kamu ada waktu karena kuliah itu ... sibuk lho." Ulfah hanya tertawa akan hal itu. "Dan mulai sekarang, kamu bisa manggil ... aku Mbak. Kamu itu udah seperti adik bagiku, Ulfah."
"Makasih banyak banyak banyak banget ... Mbak Rachita."
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosen Kucing ✅
RomansaPak Dean .... Pak Dean?! Mata Ulfah membulat sempurna. "Ayo, Ulfah, ayo kita masuk, matkul kamu apa pagi ini?" "Pak-Pak-Pak Dean?! Ka-kamu ... ma-maksud saya, Bapak, Bapak dosen di sini?"