Dan hari peresmian awal dibukanya restoran Dean ada di sana, semua orang yang diundang datang, dan jelas Ulfah ada di sana. Dan gadis itu tak menyangka ....
"Om Frans," sapa Ulfah hangat ke pria tua yang datang dengan gaya angkuhnya, seperti biasa.
Meski bergaya begitu, tetapi dia hangat. "Ulfah, wah wah, kamu di sini."
"Pak Frans, senang Anda bisa datang." Kali ini Dean menyapa.
"Oh, sebentar sebentar, apa saya salah hari? Katanya, para mahasiswa dan mahasiswi ada di acara utama besok, kenapa Ulfah ada di sini?" tanya Frans, oh dia pandai akting.
"Oh, tidak, Pak. Keponakan Bapak ini ... guru memasak saya," ujar Dean, ikut akting pria itu.
"Ooooh, saya rasa masakan di restoran ini akan sangat enak, Ulfah begitu pandai memasak. Dan oh, kalau benar demikian, kamu harus membayar keponakan saya dengan gaji tinggi, tangan emas dia harus dihargai." Frans berkata.
"Uh, Om ...." Ulfah merasa tak enak akan ungkapan sang om, dia menatap Dean agak sendu.
Dean tertawa pelan. "Tentu saja, Pak. Jasa dia akan selalu saya junjung tinggi."
"Bagus kalau kamu mengerti." Frans menepuk bahu Dean yang kemudian berjalan menjauh, ke kerumunan lain.
"Pak." Dean menoleh karena panggilan Ulfah. "Jangan pikirin ucapan Om Frans ya, Pak. Om Frans memang begitu."
"Tak mengapa, Ulfah. Dia benar, tangan emas ini harus mendapatkan hal setimpal." Tanpa disangka, Dean memegang tangan Ulfah. "Mari kita sambut para tamu."
Ulfah tersenyum malu-malu. "Baik, Pak."
Ulfah, jangan baper, jangan baper, gadis itu mewanti diri sendiri. Namun akhir-akhir ini, Dean sering sekali skinship dengannya.
Huhu.
Hanya perasaan saja.
Dean menyambut para tamu, Ulfah setia menemaninya, sampai akhirnya acara memotong pita bersama.
"Kamu siap?" tanya Dean, Ulfah menggangguk.
Lalu akhirnya, pita terpotong, semua bertepuk tangan dan berikutnya para pramusaji keluar dengan anggun, menyerahkan menu ke tiap insan yang ada di meja-meja.
"Silakan menikmati hidangan yang disediakan ...." Dean berkata dan semuanya menikmati apa yang tersaji.
Makanan yang luar biasa kala menyentuh lidah, semua yang ada di sana tampak menyukainya. Dean tersenyum dan menatap Ulfah yang setia di sampingnya.
Dean menepuk tangan dan pramusaji datang bersama piring yang ditutup di sana.
"Ini untuk kamu." Dean mengarahkan itu pada Ulfah. "Bukalah."
Ulfah membuka penutupnya dan tampak, cupcake kecil berbentuk hati di sana.
"Ouh, cupcake," kata Ulfah, bentuknya imut dan lucu.
Dean tertawa. "Kanu ingat makanan pertama yang pernah kamu kasih ke aku? Aku coba masak tapi ... yah, gosong."
Keduanya tertawa akan hal tersebut.
"Cuma, ini hasil percobaanku kesekian kali, ini aku masak sendiri bukan chef. Makanlah." Ulfah mengangguk, dia mengambil cupcake itu dan memakannya. "Bagaimana?"
"Enak, Pak."
"Coba kamu kritik, apa yang kurang?" tanya Dean.
Ulfah menggeleng. "Teksturnya lembut, sesuai, rasanya enggak terlalu manis atau terlalu hambar, pas."
"Apa tidak ada yang berlebihan di sana?" Ulfah menggeleng, dia jujur, tak ada yang kurang atau lebih.
Ini pas dan enak.
"Aku rasa ada yang berlebihan di sana."
Eh? Ulfah menatap Dean bingung, tetapi Dean tampak tersenyum.
"Rasa cintaku berlebihan di dalam sana."
Sebentar ....
Ulfah agak nge-lag.
Apa Dean baru saja menggombalinya?!
Kedua pipi Ulfah memerah, kaget. "Ma-maksud Bapak?"
"Aku gak akan menutupi perasaan aku lagi ke kamu, Fah." Dean tersenyum, dia membuang wajahnya sedikit, agak malu-malu dengan menatap dengan ekor mata. "Apa kita ... memiliki perasaan yang sama?"
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosen Kucing ✅
RomancePak Dean .... Pak Dean?! Mata Ulfah membulat sempurna. "Ayo, Ulfah, ayo kita masuk, matkul kamu apa pagi ini?" "Pak-Pak-Pak Dean?! Ka-kamu ... ma-maksud saya, Bapak, Bapak dosen di sini?"