Chapter 34

1K 40 0
                                    

Dean tak punya sanak saudara, dia hidup bersama ibunya yang meninggal saat dia masih kuliah. Hanya wanita itu yang Dean punya, wanita yang selalu menjadi penyokong hidupnya dan membuat Dean bertahan--meski jujur saja saat ditinggalkan, ia sempat menyerah pada keadaan, tetapi mengingat sang ibu yang berjuang mati-matian mengubah nasib mereka ....

Dean tahu dia harus terus maju.

Ulfah sadar, nasibnya tak berbeda jauh dengan Dean, bedanya Ulfah anak panti asuhan kecil yang didirikan seorang wanita tua, dia kehilangan orang tua saat masih kecil, dan berusaha keras untuk hidupnya serta anak-anak panti. Dia adalah kakak mereka dan rela menolak tawaran diadopsi, demi mereka semua.

Kehidupan Ulfah berjalan mulus, dia berhasil membiayai anak-anak panti, dan menyokong kehidupan panti walau masih kecil, dan bunda panti pun begitu baik pula. Seiring waktu, satu persatu anak panti menemukan rumah mereka. Ulfah bahagia, sekaligus sendu akan perpisahan tersebut.

Sampai akhirnya ... tragedi itu terjadi.

Di mana, meninggalnya bunda mereka, adalah awal gugurnya panti asuhan tempat Ulfah.

Meski demikian, dia bersyukur seorang dermawan menyelamatkan mereka dan Ulfah pun mendapat pendidikan setelah itu. Namun ....

"Jadi, kamu gak menemukan lagi adik-adik yang terakhir kali bersama kamu itu? Kamu enggak tahu mereka di mana?" tanya Dean.

Ulfah menggeleng. "Aku gak tahu di mana mereka, tapi yang aku harap mereka bahagia di rumah impian mereka seperti kakak-kakak mereka terdahulu saat ini. Di mana pun mereka berada."

Dengan itu, Dean menarik Ulfah ke dalam pelukannya, perpisahan memang menyakitkan, dia tahu hal tersebut.

"Jadi nanti, kita akan ke makam orang tua kita, dan bunda yang menyayangi kamu." Ulfah mengangguk.

"Setelah itu, kita ke rumah keluarga besarku, aku yakin kamu pasti diterima di sana."

Dean tersenyum. "Semoga."

Sesuai ucapan, mereka mulai memperkenalkan keluarga masing-masing. Dean, Ulfah, dan mendiang kedua orang tua mereka. Kemudian ... ke tempat Rachita.

Sambutan hangat terasa dan tampak semua insan ada di sana, orang tua Adnan, orang tua Rachita, keluarga besar mereka. Dean ternganga melihat betapa besar dan hebohnya keluarga calon istrinya tersebut. Ulfah memperkenalkan masing-masing dari mereka semua.

Namun, saat berkenalan dengan Cakra, keponakan Ulfah, Dean tiba-tiba merasa hidungnya sangat gatal. Dia rasa dia tahu alasannya, karena siapa sangka, di balik jaket hoodie yang Cakra pakai ada kucing hitam yang mereka tolong.

Huh ....

Ulfah menolong Cakra karena sadar kondisi pria itu, yang mulai mengalami reaksi alergi.

"Kamu enggak papa?" tanya Ulfah.

Dean berusaha menahan diri, terlebih di rumah keluarga calon istrinya ini. "Enggak, gak papa."

Walau faktanya, dia mau menjerit, pertama dia tak membawa apa pun, obatnya pun lupa dia minum. Terlalu excited dengan pertemuan ini. Bagaimana ini?

Syukur saja, Ulfah menyelamatkannya dengan sedikit menjauh dari Cakra, yang lain pun sepertinya paham kondisi Dean. Syukurlah dia dipertemukan dengan keluarga besar sebaik ini.

"Jadi, soal pernikahan kalian nanti, dan pestanya, kamu--"

Mata Dean membulat sempurna ketika tiba-tiba seekor kucing hitam melompat ke pangkuannya, bahkan masuk ke balik jas yang dia digunakan.

Oh ... astaga ....

"Eh, anak-anak, jangan main kucing!" kata Robert menegur anak-anak, karena mereka tengah berlarian dengan sang kucing di sana.

Ulfah segera menjauhkan kucing hitam tersebut dari Dean, tetapi tampaknya sudah terlambat. Wajah Dean memerah dan berikutnya ....

"Hacih!"

Dean tak bisa menahan, semuanya keluar begitu saja, dan mau tak mau pertemuan keluarga ini tertunda karena kondisi pria tersebut.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

Dosen Kucing ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang