Selepas percakapan singkat tersebut dan bertukar nomor, Dean pulang kembali ke rumahnya sementara Ulfah kembali masuk ke kamar bersama minuman yang pria itu berikan. Dia menyesapnya dan rasa segar membuat Ulfah menghela napas lega.
"Uh, seger ...." Dean baik sekali.
Oh, benar, Ulfah harus menyiapkan makanan untuk makan malam. Karena memang, hari mulai menyore, tampak di luar tadi warna langit menjingga dan jelas, saat menatap jam dinding, tertera hampir pukul 5.
Ulfah pun mulai memasak hidangan, dan sesekali membaca materi di ponselnya, mengisi waktu menunggu masakan matang, ketika sebuah notifikasi muncul.
Oh, ini pasti dari Dean.
Foto profilnya tak terlihat, tetapi dari pop up, jelas sepertinya, memang Dean, karena dia menyebut namanya sendiri. Ulfah tersenyum seraya menyimpan kontak tersebut dan barulah, foto profil Dean terlihat.
Nyatanya, foto profilnya adalah seekor anak kucing jingga full face ke kamera, lucu.
Ulfah segera mengirimi link di mana ia biasa belajar memasak, dan Dean berterima kasih akan hal tersebut, setelahnya tak ada percakapan berarti. Masakan Ulfah beres, tepat waktu makan malam tiba, huh biasanya dia akan makan bersama keluarga Rachita, benar biasanya begitu walau kadang Ulfah tak enak dan pura-pura sibuk hingga memilih makan di akhir.
Keluarga itu terlalu baik dan Ulfah merasa hari-hari sepi ini cukup menyakitinya.
"Gak, aku gak boleh begini, ini wejangan Mbak Rachita, aku harus semangat!" Benar, Ulfah tak boleh bergantung dan membebani Rachita sekeluarga, dia wanita dewasa.
Selepas makan malam, kembali Ulfah belajar lagi, sampai tanpa sadar rasa kantuk menyerang, perlahan-lahan membuatnya tidur dengan nyenyak.
Lalu, pagi harinya ....
"Auh ...." Ulfah terbangun, dia mengangkat tubuhnya perlahan, agak pegal. Tak seharusnya ia sampai ketiduran di sini dengan posisi duduk, tak baik untuk kesehatannya.
Ulfah harus rajin di hari kedua menuju hari H ini.
Setelah sarapan pagi itu, Ulfah memilih menata kebunnya di depan rumah, beberapa tetangga yang keluar ada yang menyapa dan juga dia sapa. Kehidupan rukun bertetangga ini menyenangkan, bahkan ada yang memberi dia hadiah kecil-kecilan seperti yang dia lakukan kemarin.
Baik banget ....
Ulfah sangat bersyukur dengan rumah di perumahan yang diberikan Rachita padanya.
"Kamu sedang berkebun?" tanya seseorang, Ulfah menoleh dan menemukan seorang pria tampan sudah ada di depan pagarnya. Pria itu memakai baju olahraga, dan sepatunya juga sepadan, sepertinya jogging.
Awalnya, Ulfah tak mengenali, tetapi dari mata dan rambutnya. "Oh, Dean."
Dean malah tertawa akan reaksi Ulfah. "Lho, kamu gak ngenalin aku?" tanyanya tertawa.
"Iya, kan kemarin kamu pake masker mulu." Dean hanya tertawa lagi. "Iya, aku lagi berkebun, sayur-sayur sama buah. Kamu jogging ya?"
"Yap, jogging." Namun, selain pesiapan ala orang jogging, Dean tampak membawa tas bersampir dan isinya dua buah botol. Satu botol minum dan satunya sepertinya botol sereal?
Bukan sepertinya.
"Ya sudah, aku pergi dulu, ya. Semangat berkebunnya!" Dean tersenyum lebar, dan Ulfah agak salting, karena dia tak menyangka Dean setampan itu, meski dari matanya sudah kelihatan tampan.
Namun, bibir merah muda, hidung mancung, rahang tegas, dipadu alis tebal dan mata tajam, aura kharismanya berkelas.
Cuma, Ulfah tak se-hype itu dengan pria, dia kagum tak lebih, jodoh nanti saja prinsipnya,
"Kamu juga, semangat lari paginya!" Keduanya saling melambaikan tangan dan Dean melangkah menjauh. Ulfah kembali ke aktivitasnya dengan berkebun.
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosen Kucing ✅
RomansaPak Dean .... Pak Dean?! Mata Ulfah membulat sempurna. "Ayo, Ulfah, ayo kita masuk, matkul kamu apa pagi ini?" "Pak-Pak-Pak Dean?! Ka-kamu ... ma-maksud saya, Bapak, Bapak dosen di sini?"