"Ulfah, kamu yakin gak ada hubungan apa-apa sama Pak Dean? Kalian asli deket banget, lho, selalu aja nempel sama-sama. Masa gak ada hubungan? Atau minimal ... ada rasa gitu." Nilam bertanya pada Ulfah dengan alis yang naik turun dengan tengilnya. Ulfah hanya menatap temannya itu.
Wajah Nilam tampak kesal. "Masa agak ada sih? Rasa bahagia ketemu Pak Dean, rasa deg-deg-an pas sama dia, atau kamu nungguin dia, kangen dia, ada rasa-rasa gimana gitu. Masa enggak ada?" tanya Nilam lagi dan Ulfah memikirkan kata-kata tersebut.
Kalau ditanya ada atau tidak, memang selalu ada, dia bahagia berteman dengan Dean. Semua itu dia juga rasakan dengan keluarganya.
"Rasa sayang ya?" tanya Ulfah dengan polosnya.
"Nah! Pasti ada kan?"
"Iya, aku ngerasa Pak Dean ... seperti bagian dari keluargaku. Kamu juga, Miko dan Dede juga."
Nilam mendengkus, dia mengusap wajahnya. "Bukan, Fah. Bukan. Pasti ada hal beda gitu. Kamu sebenernya paham gak sih konsep jatuh cinta?"
Mendengarnya, Ulfah berpikir sejenak, kemudian tersenyum. "Rasa sayang seperti sama keluarga."
"Ck, beda itu, Fah. Kamu ... pengen gak Pak Dean jadi pacarmu? Atau jadi suami? Gitu?"
Ulfah syok mendengar pertanyaan tersebut, dan dia baru sadar arah pembicaraan mereka. Kalau soal itu ....
"Naaaah kaaan, keknya emang ada benih-benih cinta bersemi di sana, Pak Dean juga aku liat, suka sama kamu. Mungkin gak lama dia lamar kamu."
"Uh, enggak ...." Entahlah, Ulfah sendiri tak paham perasaannya, perasaan itu sama kok dengan dia dan keluarganya.
Namun, melihat senyum Dean, kehangatannya, cara dia memperlakukannya, segala hal itu ... kadang Ulfah malu-malu kucing. Dia sadar Dean bukan keluarga dekat yang begitu, tetapi lebih cocok ke arah ....
"Uh ...."
"Nah, kamu pasti bingung perasaan kamu, aku paham kok paham, terus aja bersama nanti numbuh makin jelas kok ke mana arahnya nanti. Gak perlu buru-buru." Nilam cengengesan. "Kek aku sama Dede, kami meski gak pacaran, kami saling suka, dan kami berproses dulu baru ke jenjang serius."
"Kamu dan Dede saling suka?" Ulfah syok, dia tak melihat itu, Nilam dan Miko seperti musuhan.
"Nah kan, keknya kamu gak paham konsep cinta, deh. Atau karena Dede jutek kalau ada orang lain, tapi dia manis pas kami berdua doang. Dia romantis, lho." Nilam mulai menceritakan soal Dede, yang agaknya sulit dibayangkan cowok jutek itu jadi ngalus, bisa begitu ya.
Apa semua orang yang jatuh cinta bisa begitu?
Oh, contoh saja, Adnan dan Rachita.
Benar juga.
Apa dia jatuh cinta pada Dean?
Atau sebaliknya, Dean juga jatuh cinta padanya?
Kalau benar, bukan hak Ulfah menahan perasaan apa pun, dan ia rasa Nilam benar.
Proses.
Ke mana nanti hubungan ini akan dibawa?
"Gitu, romantis banget kan?" Ulfah tersadar dari lamunan dan cerita Nilam ternyata sudah selesai.
"Eh, apa?"
"Ish, Fah, kamu gak dengerin?!" Nilam merengek sebal. "Tapi, gak papa, aku ngerti kamu pasti dilema sama perasaan kamu."
Karena dikatakan begitu, Ulfah jadi benar merasa begitu.
"Ingatlah, Fah. Semua butuh proses."
Mendengarnya, Ulfah tersenyum kecil. "Iya."
Saat mereka berjalan bersamaan, tanpa disangka mereka bertemu dengan Dean, tetapi pria itu tampak sibuk menelepon, membelakangi mereka.
"Wah, Pak Dean tuh. Sana deng!"
Tanpa disangka, Nilam mendorong Ulfah agar maju, sebenarnya Ulfah tak mau karena tampaknya Dean menelepon dan menjauh dari keramaian karena bersifat private. Astaga, Nilam memang tak paham situasi.
"Eh, Ulfah." Mata Ulfah membulat sempurna, Dean berbalik!
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosen Kucing ✅
RomancePak Dean .... Pak Dean?! Mata Ulfah membulat sempurna. "Ayo, Ulfah, ayo kita masuk, matkul kamu apa pagi ini?" "Pak-Pak-Pak Dean?! Ka-kamu ... ma-maksud saya, Bapak, Bapak dosen di sini?"