"Pe-perasaan?" Ulfah seakan lupa cara berkedip karena ungkapan Dean, perasaan yang sama?
Oh, ternyata ....
Semua yang dikatakan Nilam benarkah itu? Dean memiliki rasa padanya?! Dan sekarang dia baru saja ditembak?! Oh, oh, gaswat! Di dunia perkuliahan ini, Ulfah sama sekali tak memikirkan ke jenjang sejauh itu, maksudnya iya sih sering dia menghalu bilu soal Dean tetapi sampai segitunya, di luar ekspektasi.
Meski keluarganya tak melarang percintaan, bahkan mendukung, Ulfah fokus ke kuliah saja dan menjadi guru, barulah perjalanan cintanya dimulai.
Namun, kalau dia mengikuti logika, ia rasa hatinya berkata lain. Kalau ditanya hatinya bagaimana terhadap Dean, pria manis yang kini tersipu malu di hadapannya, dia tak akan berbohong.
Selama ini perasaan itu ditepis, berpikir semuanya tak masum akal, tetapi kalau tahu Dean begini ... ini bukan mimpi, kan?
Kan?
"Pak, sebenarnya ...." Kali ini, Ulfah berkata balik, Dean memberanikan diri menatap. "Saya rasa saya juga ... punya perasaan yang sama, seperti Bapak, saya juga gak akan bohong soal itu."
"Ah, sungguh? Mendengarnya, aku ... aku bener-bener bahagia." Dean menggenggam kedua tangan Ulfah. Ulfah membiarkan itu, dia sama bahagianya seperti Dean.
Akan tetapi ....
"Tapi ...." Keduanya tak menyangka berkata hal itu bersamaan.
"Ada apa, Fah/Pak?" Mereka bertanya pula bersamaan.
"Tampaknya, kamu ... ingin fokus berkuliah dan mengejar cita-cita kamu dulu ya?" Mendengar itu, Ulfah mengangguk, Dean tampak memahaminya.
"Maaf, Pak." Apa Dean mau menunggunya? Beberapa tahun lagi, segera, dia begitu memohon Dean mau menunggunya.
"Tak masalah, aku selalu mendukung kamu, kok." Dean tersenyum hangat. "Dan sebenarnya, aku juga mau kamu menunggu, aku mau membesarkan restoran ini dulu, dan setelah itu ... apa kamu akan siap?"
Wajah Ulfah berseri. Jelas dia siap, sangat siap.
"Duh, membosankan, kenapa tak langsung menikah saja? Toh, Ulfah, kamu bisa kuliah meski telah menikah, dan Dean, kamu bisa membesarkan restoran kamu juga meski sudah menikah. Tampaknya itu lebih mudah jika diurus dengan dua kepala. Kalian ini bagaimana? Tidak sat set sat set, tidak menarik."
Keduanya kaget karena nyatanya, Frans sudah ada di belakang Ulfah, mengutarakan pendapatnya yang waw itu.
Mereka sejenak kaget, tetapi kemudian Ulfah dan Dean bertukar pandang. Entah kenapa keduanya sepemikiran, soal ide Frans yang mulai menarik.
"A-apa ... kamu mau menikah denganku?" tanya Dean, agak hati-hati.
Ulfah tersenyum. "Iya."
Frans tersenyum puas, dia bersyukur punya kharisma kepemimpinan yang membuat pendapatnya mudah sekali diterima. Mission completed. Selain tidak suka pria malas, Frans memang tak suka pria yang menggantung hubungan, toh Dean bukan pria buruk untuk keponakannya, dia sudah membuktikan value-nya meski masih di titik kosong ini.
Masih bisa diasah.
Dan setelah hal tersebut, keduanya berpelukan erat.
Hari berikutnya, entah bagaimana, rumor sangat cepat menyebar, kalau ke dalam keluarga Ulfah mereka pastilah diberitahu oleh Frans, mereka amat bahagia mengetahui gadis itu menyusul. Akan tetapi, para mahasiswa dan mahasiswi ....
Kebanyakan dari mereka tak kaget sih, karena memang Ulfah dan Dean bak perangko dan surat, menempel terus. Tentu, Nilam CS amat bahagia akan hal tersebut.
"Jadi, kalian akhirnya jujur aja sama perasaan kalian masing-masing? Ih cocweet bangeeet!" Nilam sangat excited akan hal itu, terlebih dia akan menjadikan ini bagian novelnya yang telah dibaca lumayan banyak orang.
"Jadi, kapan, nih, kalian nikah?"
"Soal itu ...."
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosen Kucing ✅
RomancePak Dean .... Pak Dean?! Mata Ulfah membulat sempurna. "Ayo, Ulfah, ayo kita masuk, matkul kamu apa pagi ini?" "Pak-Pak-Pak Dean?! Ka-kamu ... ma-maksud saya, Bapak, Bapak dosen di sini?"