Chapter 19

1.3K 61 2
                                    

"Ulfah, katanya kamu dideketin sama Rayan kan?" Oh, soal Rayan, Dean selalu mengatakan memang ada hal buruk dari pemuda itu yang Ulfah pun bisa merasakannya. "Hati-hati, deh. Dia itu kadal, suka kadalin cewek, playboy, mentang-mentang kaya dan ganteng, pengen punya semuanya."

"Ouh, begitu."

"Gak hanya itu, Fah." Nilam menunjuk hidung Ulfah, Ulfah agak kaget.

"Sante!" Dede menurunkan tangan Nilam, tak sopan.

"Rayan itu pokoknya super duper bahaya, dia bikin ...." Nilam berbisik dan mata Ulfah membulat sempurna. "Sayangnya, korban dia dipaksa tutup mulut karena pengaruh orang tuanya. Pokoknya susah deh. Apalagi buktinya udah dihapusin gitu aja, pokoknya serem! Harus hati-hati!"

Mengerikan.

"Makanya, jauhin dia cepet, hapus kontaknya, minta perlindungan sama Pak Dean."

"Mana kuat, Pak Dean itu cuman dosen, bisa-bisa gelarnya copot. Makanya, dia cuman bisa lindungin elo seadanya yaitu bikin lo jauh dari Rayan." Mata Ulfah membulat sempurna, ia ciut mendengar hal tersebut. "Meski rasanya percuma dia bikin lo sama Rayan jauh, Rayan pasti sekarang lagi mikirin 1001 cara buat dapetin cewek yang dia tandain, gimanapun caranya, dan kalau gak berhasil, dia melakukan ... hal lain."

Apakah sungguh seseram itu? Ulfah jadi teringat Om Frans.

"Maaf, Fah, kami enggak bermaksud nakutin kamu, tapi aku cuman mau kamu hati-hati. Aku bakalan usaha lindungin kamu." Nilam berusaha menenangkan.

Ulfah menggeleng. "Gak papa, kok. Makasih ya udah ngingetin."

Dia harus berusaha melindungi dirinya sendiri sekarang, dan mungkin ... dia meminta perlindungan dari orang lain?

Namun, Ulfah bukannya tak mempercayai rumor tersebut, dia perlu bukti. Entah bagaimana nantinya, ia harap tak ada hal buruk terjadi, jika terjadi sesuatu pun Ulfah ... tak akan jadi korban yang terbungkam dan menyuarakan korban malang sebelumnya.

Itu menyedihkan.

Sementara di sisi lain ....

Dean memasuki sebuah kafetaria, dan menuju ke sebuah meja tertepi dan paling ujung, di mana ada seorang pria tua duduk di sana lebih dahulu sambil menyesap tehnya.

"Kamu telat beberapa menit," kata pria itu, mendongak. Sosok itu tak lain dan tak bukan adalah Frans.

"Maaf, Pak." Dean membungkuk meminta maaf.

"Duduklah." Dean pun akhirnya duduk.

"Jadi, kamu dosen yang membicarakan keponakan angkat saya?" Dean mengangguk. "Apa maksud kamu membawa-bawa dia? Persoalan apa yang ingin kamu bicarakan?"

"Saya ingin Bapak ... memberikan perlindungan pada keponakan Bapak," ucap Dean, Frans yang tengah menyesap minumannya terhenti. "Karena ada suatu hal yang terjadi di kampus, saya tahu saya tak punya bukti valid untuk itu tapi saya tak mau sebuah hal terulang lagi."

"Hm ...." Frans bergumam. "Saya pernah mendengar rumor, apa ini soal mahasiswi yang diperkosa massal di kelab itu?"

"Be-benar, Pak."

"Katanya, itu karena kesalahan sang mahasiswi sendiri, yang ke sana?"

Dean diam. "Sulit mengatakannya tapi mahasiswi itu ... saya kenal dia dengan baik. Dia bukan wanita begitu."

"Saya mengerti, dan perlu kamu ketahui Ulfah bukan tanpa penjagaan, ada sekitar 20 orang di dekat sana yang saya pekerjakan untuk mengawasi dia. Terutama dari kamu. Saya justru khawatir dia berdekatan denganmu."

Dean terkejut, kenapa dia?

"Kamu ajak dia ke rumah kamu, malam hari, berduaan!" Dean mulai ketakutan, apalagi dia ditunjuk Frans dengan wajah emosi.

"Ma-maafkan saya, Pak. Saya tidak bermaksud--" Dia tak menyangka hal itu diketahui, dia sungguh tak ada maksud jahat, sama sekali.

Dia hanya mau berteman, huhu.

"Saya tidak akan melakukannya lagi, Pak. Sungguh." Sepertinya, cuma makan siang saja yang akan mereka lakukan.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

Dosen Kucing ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang