Chapter 37 - The Final Bos

3K 121 8
                                    

-ˋˏ ༻HAPPY READING༺ ˎˊ-
♡ °̩̥˚̩̩̥͙°̩̥ ·͙*̩̩͙˚̩̥̩̥*̩̩̥͙·̩̩̥͙*̩̩̥͙˚̩̥̩̥*̩̩͙‧͙ °̩̥˚̩̩̥͙°̩̥ ♡♡ °̩̥˚̩̩̥͙°̩̥ ·͙*̩̩͙˚̩̥̩̥*̩̩̥͙·̩̩̥͙*̩̩̥͙˚̩̥̩̥*̩̩͙‧͙ °̩̥˚̩̩̥͙°̩̥ ♡

Carl dan Veronica tampak saling membantu satu sama lain, bahkan gerakan mereka begitu seirama menyerang para monster.

Carl menarik tangan Veronica ke dalam dekapannya ketika seorang mayat hidup hendak menggigitnya. Veronica mendongak menatap wajah tampan Carl. Ia terpana dengan ketampanannya, terlebih mata merah tajam bagai pisau itu menarik perhatiannya.

"Apa kau akan terus memelukku?" tanya Carl sembari menunjukan seringainya, padahal sudah sedari tadi ia melepaskan pinggang Veronica.

Veronica tersadar, ia bergegas melepaskan pelukannya lantas berdehem pelan berusaha mengendalikan rasa malunya. Carl menggeleng pelan kemudian kembali menyerang para monster.

Sementara Elisa dan Axelle, keduanya bersama-sama menghancurkan para monster dengan sesekali menemukan korban yang tertimpa puing bangunan.

"Apa kau lelah?" tanya Axelle menatap Elisa.

Elisa menyeka keringatnya. "Sedikit, aku hanya sedikit menggunakan tekanan kematian jadi tidak begitu melelahkan."

"Jika kau merasa lelah, kita bisa mencari tempat yang aman untuk beristirahat."

"Tidak perlu. Kita masih belum mendapatkan ide untuk menutup lubang-lubang itu," tolak Elisa cepat seraya menengadah menatap langit yang gelap.

"Aku tak pernah tahu mengenai lubang itu," ujar Axelle ikut menengadah.

....::::•°✾°•::::....

"Tuan." Seseorang berlutut di depan pria berjubang hitam.

"Ada apa?"

"Pertahanan kami hampir melemah, kami tidak bisa mempertahankan lubang itu," lapornya.

"Bukankah aku sudah memberikan kekuatanku pada kalian untuk bertahan?"

"Tapi, Tuan. Sudah hampir 5 jam kami mempertahankan lubang itu di langit, kami tidak bisa bertahan lebih lama lagi dari itu."

"Haaah ...." pria itu menghela napas dengan pandangan tetap fokus menatap pertarungan yang tak jauh dari tempatnya berdiri.

"Tuan Devlin?"

"Baiklah, kita keluarkan dia," ucapnya sembari berbalik.

"Baik," jawab pria tersebut.

Devlin berjalan menuju sekumpulan pria berjubah hitam yang tengah duduk bersila melingkar mengelilingi sebuah tanda merah di atas tanah.

Devlin berdiri di tengah-tengah pria berjubah itu, ia duduk bersila kemudian mulai merapalkan sebuah mantra. Bola mata ungunya berubah menjadi merah menyala, seketika itu juga cahaya merah mencuar dari lingkaran mantra menyeruak ke atas langit.

Langit bergemuruh, semua orang terkejut. Mereka menengadah melihat sebuah lingkaran besar muncul dari atas langit, dari dalam sana keluarlah monster besar berwarna hitam sembari membawa sebilah pedang raksasa.

Putri Duke : Elisabeth Abrail Frederick (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang