-ˋˏ ༻HAPPY READING༺ ˎˊ-
♡ °̩̥˚̩̩̥͙°̩̥ ·͙*̩̩͙˚̩̥̩̥*̩̩̥͙·̩̩̥͙*̩̩̥͙˚̩̥̩̥*̩̩͙‧͙ °̩̥˚̩̩̥͙°̩̥ ♡♡ °̩̥˚̩̩̥͙°̩̥ ·͙*̩̩͙˚̩̥̩̥*̩̩̥͙·̩̩̥͙*̩̩̥͙˚̩̥̩̥*̩̩͙‧͙ °̩̥˚̩̩̥͙°̩̥ ♡
"Ada apa denganmu?" tanya Axelle sembari memerhatikan wajah Elisa yang termenung."Huh? Memangnya aku kenapa?" tanya balik Elisa.
"Kau terlihat jelek," jawab Axelle malas.
"Apa?" pekik Elisa kesal. "Apakah penglihatanmu tidak baik sehingga kau berkata begitu?"
"Aku mengatakan hal yang jujur," jawab Axelle santai.
"Kau ini menyebalkan sekali." Elisa mendengus kesal sambil melipat tangan di depan dada.
Axelle menatap Elisa dengan sebuah senyum kecil menghiasi wajahnya, tangan Axelle terangkat mengusap pipi Elisa menggunakan ibu jarinya.
"Kau terlihat lebih baik jika marah," ucap Axelle seraya menarik kembali tangannya.
Elisa terkejut mendapat sentuhan dari Axelle, ia membuang wajahnya menghindari tatapan Axelle.
"Ada apa lagi?"
"Tidak. Lupakan saja," jawab Elisa.
Axelle menatap Elisa dengan bingung. Elisa menarik napas panjang kemudian mencoba menatap Axelle kembali.
"Bagaimana dengan lukamu?" tanya Elisa mengubah topik.
"Lebih baik."
"Hm ... aku akan mengganti perbannya. Buka bajumu."
"Apa? Tidak, kau tidak perlu melakukan itu," tolak Axelle dengan wajah memerah.
"Kenapa?"
"Kau gila? Bagaimana bisa seorang anak perempuan melihat tubuh laki-laki dewasa?"
"Kau bahkan bukan pria dewasa," sahut Elisa menatap Axelle dengan datar. "Cepatlah buka bajumu, atau aku yang harus melakukannya?"
"Tidak. Biarkan aku sendiri yang mengganti perbannya," tolak Axelle.
"Bagaimana bisa kau memakainya? Kau tidak akan bisa membalut luka yang ada di perut dan tangan kananmu itu," ucap Elisa sembari menunjuk perut Axelle.
"Aku bisa melakukannya."
"Kau ini keras kepala sekali. Aku akan meminta dokter jika kau tidak ingin aku yang melakukannya," putus Elisa sembari berdiri.
"Terserah."
Elisa mendengus kemudian keluar dari kamar Axelle untuk memanggil dokter. Tak berapa lama kemudian, seorang dokter tiba lalu mengganti perban Axelle.
"Sudah selesai," ucapnya sembari membereskan peralatannya kembali.
"Terima kasih." Axelle memakai kembali pakaiannya.
"Saya pamit undur diri," pamit dokter kemudian keluar dari kamar Axelle menemui Elisa di luar.
"Bagaimana?" tanya Elisa ketika melihat dokter keluar.
"Semua lukanya sudah membaik, bekas luka di punggung juga sudah mulai menghilang," jawab dokter dengan ramah.
"Baiklah, terima kasih atas kerja kerasmu."
"Tentu. Saya pamit pulang, permisi." Setelahnya dokter itu beranjak pergi meninggalkan Elisa.
Elisa kembali masuk ke dalam kamar Axelle. Elisa duduk di samping ranjang Axelle memperhatikan anak laki-laki di depannya.
"Kenapa kau menatapmu seperti itu?" tanya Axelle sedikit risih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Putri Duke : Elisabeth Abrail Frederick (TERBIT)
Fantasía"Takdir terkadang mempermainkan hidup kita." Eleari Jeshie adalah seorang pegawai perusahaan, 3 tahun yang lalu neneknya meninggal, Eleari hidup sebatang kara. Kedua orang tuanya tiada, Eleari bahkan tidak mengenal mereka. Suatu hari saat sedang ber...