-ˋˏ ༻HAPPY READING༺ ˎˊ-
♡ °̩̥˚̩̩̥͙°̩̥ ·͙*̩̩͙˚̩̥̩̥*̩̩̥͙·̩̩̥͙*̩̩̥͙˚̩̥̩̥*̩̩͙‧͙ °̩̥˚̩̩̥͙°̩̥ ♡♡ °̩̥˚̩̩̥͙°̩̥ ·͙*̩̩͙˚̩̥̩̥*̩̩̥͙·̩̩̥͙*̩̩̥͙˚̩̥̩̥*̩̩͙‧͙ °̩̥˚̩̩̥͙°̩̥ ♡
Hari telah berlalu, siang berganti malam. Malam yang dingin dan sunyi di kediaman Frederick. Elisa termangu sendirian di luar jendela, melihat ke arah taman dari balkon kamarnya.Elisa mendongak menatap bintang-bintang di langit malam, pikirannya kembali menerawang jauh. "Aku takut, suatu saat aku akan menghilang dari dunia ini."
Tanpa sadar air mata keluar dari kelopak mata Elisa. Ia kembali mengingat siapa dirinya sebenarnya, dia bukan Elisa. Meskipun Elisabeth sendiri pernah menjelaskannya padanya, namun Eleari tetap tidak bisa tenang menjalani kehidupannya sebagai Elisa.
Angin berhembus dengan kencang, seluruh penghuni kediaman telah terlelap dalam mimpi indah mereka. Hanya Elisa yang masih terjaga, ia menarik kain selendang untuk menutupi bahunya. Elisa hanya mengenakan gaun tipis yang biasa ia kenakan saat akan tidur, angin malam membuat tubuhnya kedinginan.
"Haah ... apa yang harus aku lakukan?" Elisa menghela napas panjang sembari menatap kedua tangan kecilnya. "6 tahun berlalu, tapi aku masih belum bisa menerimanya."
Elisa mengepalkan tangannya dengan kuat, ia terisak menangis mengingat kehidupannya, mengingat siapa dirinya.
Sebuah tangan terulur menghapus air mata yang mengalir di pipi Elisa. Elisa terkejut, ia menoleh ke samping mendapati Axelle yang berdiri di sampingnya sambil mengusap air matanya.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Axelle, suaranya begitu lembut terdengar di telinga Elisa.
Elisa menatap wajah tampannya dengan terisak tanpa mau menjawab pertanyaan Axelle. Suara lembut itu membuat Elisa semakin menangis.
Axelle melangkah semakin mendekat, ia menangkup kedua wajah Elisa yang tertunduk kemudian mengangkatnya. Mata biru Elisa nampak bergetar dengan air mata yang mengalir dengan deras.
"Ada apa, hm? Kenapa kau menangis?" Axelle kembali bertanya dengan suara yang lembut dan hangat.
"Hiks ... hiks ...." Elisa terisak, ia menghambur ke pelukan Axelle menyembunyikan wajah tangisnya di dada bidang Axelle.
Axelle terkejut dengan Elisa yang memeluknya secara tiba-tiba, ia mengangkat lengannya perlahan kemudian membalas pelukan gadis kecil itu. Axelle tersenyum, ia mencium kecil kepala Elisa. Tinggi gadis itu hanya sebatas dadanya, sangat pendek namun imut.
"Jangan menangis, Elisa. Kau bisa menceritakan semua kesedihanmu padaku," ucap Axelle.
Elisa mendongak menatap wajah Axelle dengan air mata yang masih mengalir. Axelle tersenyum, ia mengangkat tubuh kecil Elisa menggendongnya ala bridal style kemudian membawanya menuju ranjang.
Axelle membaringkan tubuh Elisa di atas kasur yang empuk, ia hendak beranjak menutup jendela namun Elisa memegang lengannya, mencegahnya untuk pergi. Elisa bangkit dari tidurnya, ia duduk di atas kasur menatap Axelle.
"J-jangan pergi ...." lirih Elisa diikuti isakan kecil dari bibirnya.
"Baiklah." Axelle melepaskan tangan Elisa yang menarik ujung kain lengannya, ia menggenggamnya dengan erat seraya mengusap sisa air mata di pipi Elisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Putri Duke : Elisabeth Abrail Frederick (TERBIT)
Fantasía"Takdir terkadang mempermainkan hidup kita." Eleari Jeshie adalah seorang pegawai perusahaan, 3 tahun yang lalu neneknya meninggal, Eleari hidup sebatang kara. Kedua orang tuanya tiada, Eleari bahkan tidak mengenal mereka. Suatu hari saat sedang ber...