15.

6.7K 434 8
                                    


°•.•✿════๏⊙๏════✿•.•°

"Lukanya cukup parah tuan, saya juga sudah memberikan obat di setiap lukanya dan bekas lukanya akan menghilang sekitar tiga mingguan" jelas dokter Luke yang memeriksa Arfa pada Kevin.

Tadi Arfa tiba-tiba pingsan saat Kevin masih berusaha menenangkannya. Kevin langsung panik melihat Arfa yang pingsan dengan cairan kental merah yang keluar dari hidung Arfa.

Dengan cepat Kevin membawa Arfa ke kasur lalu menelpon dokter Luke.

"Bagaimana dengan mentalnya?" tanya Kevin terus menatap wajah pucat Arfa.

"Anda belum membawanya ke psikiater?" tanya dokter Luke dibalas gelengan pelan dari Kevin.

Dokter Luke menghela nafas pelan, "Dia harus segera dibawa ke psikiater, disanalah anda akan tahu apa yang sudah dialami oleh tusn muda Arfa" ucsp dokter Luke memberi saran.

"Jika sudah selesai, pergilah" titah Kevin dibalas anggukan sopan dokter Luke.

Dokter Luke segera membereskan semua barang-barangnya dan berjalan keluar karena tugasnya sudah selesai.

Kini tinggallah Kevin dan Arfa berdua di dalam kamar. Kevin duduk di pinggiran kasur tepat samping Arfa. Dielusnya lembut surai hitam legam milik Arfa.

"Maafkan saya baby Fa"

"Maaf karena saya sudah hilang kendali dan menyakitimu lagi"

Tes

Setetes linang menetes mengenai pipi Arfa yang masih memerah bekas tamparan dari Kevin.

"Pasti rasanya sangat sakit kan?" dielusnya lembut pipi Arfa yang memerah akibat ulahnya.

"Maaf.." ujar pelan Kevin penuh penyesalan, direngkuhnya tubuh Arfa dan mengecup pucuk kepala Arfa berkali-kali.

"Hiks cakit hiks kakaak" isak Arfa yang bangun dalam mode little.

Mata indahnya terbuka dan mengerjap pelan menyesuaikan cahaya. Ia menoleh ke arah samping mendapati Kevin yang menatapnya dengan raut khawatir.

"Baby Fa" panggil pelan Kevin sambil menghapus air matanya.

"Kakak vin hiks cakit hiks cemua badan Alfa cakit pelih huwaaaa" tangis Arfa yang merasa kesakitan di seluruh tubuhnya.

"Sssshtt iya iya tenang dulu ya baby Fa.. nanti tambah sakit" ucap lembut Kevin berusaha menenangkan si bocah dengan mengelus lembut surai Arfa.

Arfa menangis sejadi-jadinya karena tubuhnya terasa sangat sakit dan perih. Untuk bergerak sedikit saja kulitnya serasa disayat paksa. Arfa menangis mencoba menenangkan diri untuk mengurangi rasa sakitnya. Belum lagi dengan selang infus yang menancap di punggung tangan kanannya dan Arfa sangat benci itu.

"Hiks.. kakak vin hiks l-lepas hiks" mohon Arfa seraya mengangkat pelan tangan kanannya memohon agar Kevin melepaskan selang infusnya.

"No baby Fa.. jangan dulu ya, tunggu air dalam kantungnya habis dulu ya"

Arfa menggeleng ribut, "Hiks tapi ini cakit hiks Alfa nda cuka hiks"

"Ya sudah sini kakak vin elus ya biar sakitnya berkurang" ujar lembut Kevin yang dibalas anggukan pelan dari Arfa.

Kevin tersenyum kemudian dengan perlahan dan hati-hati ia elus punggung tangan Arfa hingga semakin lama isak tangis Arfa tidak terdengar lagi.

Arfa menyenderkan kepalanya di dada bidang Kevin melamun menatap kancing kemeja Kevin dan sesekali memainkannya dengan tangan kirinya yang terbebas dari infus.

ARFATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang