BAGIAN (42)

3.4K 385 39
                                    


Vote + komen

Sejak hari itu Jevin jatuh sakit karena pikirannya yang terlalu kacau, napsu makannya menurun, pikiran berantakan, Jevin selalu menangis sepanjang hari sampai tenaganya habis dan dia akhirnya jatuh sakit.

Jevin menolak dibawa ke rumah sakit karena menurutnya suasana rumah sakit malah akan semakin membuat pikirannya tak menentu dan juga berisik dari aktivitas rumah sakit tentu akan menganggu Jevin. Akhirnya Jevin pun terpaksa dirawat di rumahnya dengan memanggil dokter pribadi yang setiap hari datang memeriksa kondisinya.

Terhitung sudah empat hari Jevin sakit, meskipun ia sudah di rawat oleh dokter, tapi pikirannya masih saja terus memikirkan nasib rumah tangganya dan juga memikirkan bagaimana dia bisa berpisah dari anaknya bahkan saat baru lahir. Jevin tidak akan sanggup.

Jevin selalu bengong dengan tatapan kosong dan matanya mengeluarkan air mata, tangannya mengelus perutnya, sedangkan bibirnya terus memanggil nama Kavin. Dia benar-benar butuh sosok Kavin saat ini. Jevin bahkan baru menyadari penyesalan terbesar nya adalah membuat Kavin pergi dari hidupnya, sedangkan Jevin baru merasa sekarang bahwa separuh nyawa nya memanglah Kavin. Kavin yang selalu bisa menjadi tempat bersandarnya dan berlindung meskipun sifat Kavin sangat keras.

"Vin.. kamu dimana, kenapa kamu bener bener hilang Vin." sudah tak terhitung berapa banyak bulir air mata yang jatuh sampai kelopak mata Jevin membengkak karena terlalu banyak menangis. Jevin benar-benar berada di titik terendahnya.

"Aku nggak mau pisah dari anakku " gumam Jevin sambil menangis.

"Ini anak aku. Aku yang mengandung dan aku yang bakal berjuang ngelahirin, kenapa mas semudah itu mau ambil anakku dari aku" monolog Jevin meratap.

"Sayang..."

Suara panggilan tak dihiraukan oleh Jevin. Sang mama masuk bersama dokter yang akan memeriksa nya hari ini. Mama nya langsung menghampiri dengan cemas.

"Sayang.. udah dong jangan terus, mama khawatir sama kamu, sama anak kamu juga" ucap sang mama khawatir sambil mengusap wajah Jevin yang basah. Sudah beberapa hari ini mama Jevin selalu menemukan Jevin sedang menangis, membuat ia tidak tega.

"Udah sayang, semuanya akan baik-baik aja, kamu jangan kayak gini" kata sang mama.

Jevin menoleh pada sang mama, menatap dengan hancur pada mamanya. "Anak aku ma"

"Iya sayang, kamu gak akan pisah dari anak kamu, percaya sama mama ya" jawab mamanya menenangkan.

Namun Jevin tidak yakin. Jeremy sangat tegas dan tidak ingin dibantah. Jika dia bilang akan mengambil anak Jevin maka kemungkinan besar nya memang begitu, dan Jevin sangat takut. Apalagi Jevin memang memiliki riwayat kesalahan yang sangat fatal kepada Jeremy, itu bisa saja membuat Jeremy tidak akan memberikan pengertian kepada Jevin.

"Tapi dia.."

"Kita akan bicara lagi nanti, yang penting sekarang kesehatan kamu dulu sayang, kamu lagi hamil, kasihan baby nya" ujar sang mama.

Jevin pun mulai berpikir dan membenarkan ucapan mamanya. Ia tidak boleh membuat anaknya mendapat dampak dari masalahnya. Anaknya tidak bersalah dan tidak sepatutnya ikut mendapat imbasnya.

"Udah ya. Jangan nangis lagi"

"Sekarang dokter akan meriksa kondisi kamu"

"Dokter, silahkan" ujar mamanya mempersilahkan sang dokter memeriksa Jevin.

"Baik. Saya ijin ya" Sang dokter pun mulai memeriksa kondisi Jevin, sedangkan Jevin hanya diam pasrah.

"Kondisinya sangat buruk, anda sangat stress dan itu akan berpengaruh pada kandungan anda. Sejauh ini perkembangan nya cukup lambat karena terhambat pikiran yang stres." Ujar si dokter menjelaskan kondisi Jevin.

Mommy Boy (markno) [SEGERA TERBIT] READY STOK Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang