Pudar

34.6K 1.4K 3
                                    

Pagi ini, kota tempat tinggal Adi tidak begitu cerah, karena awan kelabu tampak menghiasi langit kota.
Adi baru saja bangun dari tempat tidurnya, dan berniat untuk berangkat ke kantornya pagi ini, untuk mengurus hal-hal yang ia lewatkan di perusahaannya. Saat Adi terbangun, Ia termenung sesaat di atas ranjangnya, dan memikirkan tentang anak angkatnya yang masih terkurung di kamar mandi yang gelap itu.

Apakah anak itu merasa lapar?

Sejak pertemuannya pertama kali dengan Fin, seingatnya anak itu belum menelan apapun hingga sekarang. Diam-diam Adi merasa kasihan pada anak itu. Tapi ia mencoba menutupi rasa kasihannya pada anak angkat yang paling disayanginya. Adi pun bangkit dan pergi ke dapur untuk mencari makanan yang mudah ditelan.
Tapi tidak ada apa-apa di kulkas. Adi pun mengambil kunci motor Harley nya, dan memutuskan untuk membeli beberapa makanan di minimarket terdekat.

Fin tidak bisa tidur sepanjang malam karena rasa takut dan rasa sakitnya yang terasa berdenyut-denyut. Selamaman pula air matanya serasa tak kunjung berhenti membasahi pipinya yang pucat karena kedinginan. Tubuhnya pun kini sudah kehabisan tenaga, bahkan hanya untuk membetulkan posisisnya yang sangat tidak nyaman pun, tubuhnya terasa amat sangat berat.

Namun ia tetaplah gadis yang memiliki hati yang rapuh dan lemah. Hatinya juga terasa sangat sakit setiap kali mengingat kejadian-kejadian menyenangkan bersama ayah satu-satunya itu. Bahkan Fin pun tidak lagi memiliki keinginan sedikit pun untuk mencari ayah kandungnya yang membuangnya ke panti asuhan.

Saat ini yang ia rindukan hanyalah kehangatan kasih seorang ayah.

Dan hanya ada satu ayah yang ia inginkan...

Hanya kasih sayang Adi..

Saat tengah terdiam membayangkan semua tentang ayahnya, Tiba-tiba saja pintu kayu itu terbuka. Pintu itu tidak terbuka dengan kasar seperti biasanya. Kali ini, pintu itu terbuka dengan perlahan, dan menampakkan sosok Adi yang tengah berjalan perlahan, sambil matanya menelusuri setiap inci kamar mandi yang gelap itu.

Adi melihat sesosok tubuh yang meringkuk di ujung kamar mandi itu. Ia pun mendekati Fin, dan memposisikan tubuh yang cukup panas karena demam itu, untuk duduk dan bersandar pada dinding. Fin merasakan tubuhnya yang terguncang-guncang, serta mendengar suara yang memanggil-manggil namanya.

"Fin...Bangun Fin...!"

Mata yang amat bengkak itu pun terbuka perlahan. Menampakkan mata yang sangat merah dan berair di antara wajahnya yang pucat. Adi cukup kaget melihat perubahan yang amat menyakitkan pada wajah yang biasanya cerah serta mata yang seharusnya bulat dan berbinar itu.
Mata itu berkedip dengan perlahan sekali.
Seolah-olah kornea itu teramat pedih setiap kali bergesekan dengan kelopak matanya sendiri.

"Kamu lapar..?"

Adi menanyakan hal itu dengan nada yang amat lembut tanpa ia sadari. Fin menggelengkan kepalanya dengan sangat pelan, bagaikan tidak memiliki tenaga sama sekali. Adi sedikit bingung dengan jawaban itu, karena ia tahu Fin sudah tidak makan selama hampir 2 hari.

"Kamu haus Fin..? Mau minum..?"

Adi kembali bertanya dengan harapan, agar anaknya itu kali ini akan mengangguk. Kali ini Fin menganggukkan kepalanya perlahan.
Adi tersenyum di dalam hatinya. Ia pun segera berdiri, dan berjalan ke dapur untuk mengambil segelas susu hangat rasa strawberry kesukaan Fin.

Adi terdiam tepat di pintu kamar mandi itu dengan segelas susu strawberry hangat di tangannya. Ia terdiam karena melihat Fin yang kembali terbaring lemah di ujung ruangan.
Adi melangkah mendekati tubuh telentang yang sangat lemas itu. Ia menopang leher Fin, dan mengangkatnya sehingga Fin terduduk dengan leher yang ditopang oleh lengan kekar Adi.

"Fin..? Bangun Fin..."

Adi sedikit cemas dengan suhu tubuh Fin yang sudah melebihi batas normal. Kembali Fin membuka matanya dengan amat perlahan.

"Pa...p..paa...?"

Suara itu terdengar sangat serak dan sangat lemah. Adi pun segera menempelkan ujung gelas berisikan susu strawberry itu ke bibir Fin yang sudah sangat kering. Perlahan, Fin segera meminumnya seteguk demi seteguk.

Setelah Fin menghabiskan satu gelas penuh susu strawberry, Adi akhirnya kembali meletakkan Fin di atas lantai keramik yang dingin itu. Namun, tubuh itu tampak menggeliat tak nyaman dengan posisi barunya.

Adi tahu ada sesuatu yang tidak beres dengan tubuh itu. Ia pun memiringkan tubuh Fin yang sudah lemas tak bertenaga itu, dan menemukan alasan ketidaknyamanan dari putri satu-satunya.

Tangan yang terikat..

Adi segera melepaskan dasi yang mengikat kedua tangan Fin dengan sangat kencang itu.
Setelah berhasil lepas, Adi tertegun sejenak melihat pergelangan tangan Fin. Pergelangan tangan itu tampak lebam dan lecet. Adi menyadari ikatan dasi yang amat kuat itu. Namun ia tidak memprediksi akan ada luka yang serius seperti ini.

Ia sadar bahwa ia telah melukai gadis yang tak berdaya itu.

My Lovely dadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang