Salam perpisahan

30.8K 1.3K 15
                                    

Author POV

Adi terdiam di depan Fin yang masih berada di dalam bathtub, dan masih menatapnya takut-takut.
Ia pun segera mengurungkan niatnya untuk memandikan Fin, dan membasuh tangannya yang bersabun dengan air hangat

"Sebaiknya kamu mandi sendiri!
Aku tunggu di kamar!"

Adi pun segera melangkah keluar dari kamar mandi itu, dan meninggalkan Fin yang tengah kebingungan dengan sikap ayahnya.
Fin terdiam.
Berbagai pertanyaan tentang ayahnya pun segera berkelebat di dalam pikirannya.

"Kenapa?
Apakah ada yang salah?"

Fin pun mengambil shower yang baru saja Adi tinggalkan, dan segera mengetahui alasan, mengapa ayahnya tiba-tiba saja pergi meninggalkannya.
Darah yang mengalir dari selangkangannya itulah penyebab utamanya.
Ia tahu, mungkin saja ayahnya enggan menyentuhnya karena darah datang bulannya.
Fin hanya tersenyum tipis, dan segera mengambil sabun cair, untuk memandikan dirinya sendiri dengan perlahan, terutama di bagian punggungnya yang masih terluka.

Setelah merasa bersih, Fin pun mengambil handuk yang ada di gantungan dinding kamar mandi, dan mulai mengelap tubuhnya yang masih basah.
Ia terdiam sejenak.

Tidak ada baju...

Apakah sebaiknya aku ke kamar papa dengan keadaan seperti ini saja?

Fin pun membalut dirinya dengan handuk, lalu membuka pintu kamar mandi pelan-pelan.
Dilihatnya pintu kamar ayahnya yang sedikit terbuka, sehingga sinar lampu yang kuning temaram pun dapat menembus keluar.

Sebaiknya aku meminta baju yang sedikit hangat...

Fin pun berjalan perlahan, dan berdiri tepat di depan pintu kayu berwarna coklat itu.
Fin dapat melihat ayahnya yang menunduk karena sedang mengetik sesuatu di ponselnya.
Segera dikumpulkannya seluruh keberaniannya, sebelum mengetuk pintu itu.

Tok Tok

Adi yang sedang berkutat dengan ponselnya pun segera mengangkat kepalanya, dan melihat anaknya dari celah pintu, yang tampak takut-takut berdiri di depan pintu kamar.

"Ada apa?"

Susah payah Fin menelan ludahnya sendiri.

"A....aku mau...
Ambil baju pa..."

Lidah Fin terasa kelu saat mengucapkan kata-kata, dan rasa takutnya lah yang menyebabkan hal itu.

"Masuk sini!"

Fin pun membuka pintu itu pelan-pelan, dan segera menutupnya lagi.
Kini hanya tinggal mereka berdua yang berada di ruangan itu.
Lampu berwarna kuning temaram membuat mata Fin cepat beradaptasi dengan lingkungannya yang remang-remang.
Adi pun masih terdiam melihat anaknya yang berdiri di depannya saat ini.
Pikirannya terasa kosong, entah mengapa.
Ia pun segera menghentikan tatapannya pada Fin, dan mengambil satu setel piyama dan juga pakaian dalam dari lemari Fin.
Adi meremas baju yang ada di tangannya saat ini.
Ia pun kembali menatap anak yang masih takut-takut melihatnya itu.

"Sebaiknya kamu berbaring dulu di situ!"

Fin sedikit terkesiap dengan perintah ayahnya.
Tapi ia pun tetap menurutinya juga, walaupun masih ada rasa takut bila ayahnya akan menyakitinya lagi.
Fin pun tengkurap di atas kasur king size itu, dan ia merasakan handuknya yang ditarik perlahan sampai sebatas pinggangnya.
Pipinya terasa panas karena menahan malu.
Ia tahu pasti bahwa ayahnya saat ini sedang melihat punggungnya yang masih menyisakan bekas luka cambukan yang sudah mengering.

Adi terdiam melihat bekas-bekas luka akibat cambukan yang ia berikan beberapa hari yang lalu itu.
Diam-diam air mata mulai menggenangi matanya, sehingga pengelihatannya sedikit buram oleh air mata.
Adi menyentuhkan jemarinya di atas luka-luka itu.
Fin dapat dengan jelas merasakan sentuhan Adi di atas punggungnya.

My Lovely dadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang