Wauuwww, sepertinya sudah satu tahun semenjak aku publish cerita ini untuk pertama kali. >_<
BRAAAKKK!!!
Ignas terbangun saat mendengar suara pintu kayu yang berada tepat dibelakangnya, dibuka dengan dobrakan yang kasar.
"Ugh..."
Kepalanya terasa berdenyut-denyut nyeri, akibat hantaman benda tumpul pada bagian belakang kepalanya beberapa waktu yang lalu.
"Angkat kedua tanganmu...!!!"
Teriakan itu terasa menyakiti telinga kanan Ignas, sehingga ia mengernyit ngilu.
Dalam waktu beberapa detik saja, para aparat bersenjata sudah membekuk Ignas, dan memborgol kedua tangannya ke belakang tanpa pria itu sempat melawan."Apa-apaan ini...!?
Lepaskan saya...!!!"Bentakan Ignas sama sekali tidak digubris oleh orang-orang berseragam lengkap itu.
"Anda kami tahan, atas tuduhan penculikan dan penganiyayaan kepada seorang putri dari Bapak Adi..."
Ignas benar-benar membutuhkan beberapa detik lamanya, untuk mencerna kata-kata yang baru saja ia dengar itu.
Kepalanya yang terasa berat, serta pandangan matanya yang masih buram pun membuat otaknya terasa bekerja dengan sangat lambat.
"A...Apa...!?
Si...siapa yang....?"
Para aparat berseragam itu pun segera menarik Ignas berdiri dari kasur reyotnya, dan menariknya keluar dari pondok itu, tanpa Ignas bisa melawan.Tidak mungkin...
Tidak mungkin ada yang mengetahui hal ini....
Aku tidak pernah menceritakan apapun tentang penculikan ini selain pada....
Apakah si Adi....
Sialaannn...!
Pasti si brengsek itu yang mengadukanku pada polisi...Polisi-polisi itu pun segera menggiring Ignas untuk masuk ke dalam mobil sedan dengan sirine diatasnya, untuk dimintai keterangan di kantor pusat.
Tiba-tiba saja, Ignas membayangkan sosok Fin didalam pikirannya.Tunggu...
Dimana Fin...?Ignas segera melihat keluar jendela mobil tahanan, dan mata nyalangnya segera menelusur ke sekitar pondok, untuk mencari gadis itu.
Namun sebelum ia sempat mengamati lebih lagi, mobil polisi pun sudah meluncur menjauhi pondok reyot itu, menuju ibu kota bersama dengan segala hiruk pikuknya..
.
.
Setelah beberapa jam perjalanan, mobil polisi itu pun sampai di kantor pusatnya.
Para aparat itu pun lagi-lagi menyeret Ignas dengan kasar, sampai salah satu kancing kemejanya terlepas.
Ignas lebih memilih bungkam di sepanjang perjalanan daripada harus berurusan dengan para aparat berwajah keras itu.
Mereka pun melewati lorong-lorong pengap dengan penerangan yang remang-remang, hingga akhirnya mereka pun tiba di sebuah ruangan 4x4 meter dengan dindingnya yang warna kuning pucat.Ignas merasa sedikit terkejut saat ia melihat sesosok pria, yang dengan angkuhnya berdiri menjulang di tengah ruangan itu.
Aura pembunuh terasa disekelilingnya, terutama saat pria itu menatapnya dengan tatapan sedingin es.
Secara refleks, Ignas pun membuang mukanya dari pria itu, karena aura mengintimidasi sangat pekat dirasakannya kini."Akhirnya datang juga" Ucap Adi acuh.
Polisi-polisi itu pun mendudukkan Ignas diatas sebuah kursi kayu yang nampak lawas, dan segera berdiri disekelilingnya.
Ignas tahu ada yang salah dengan situasi ini.
Seharusnya ia duduk di depan meja komputer untuk dimintai keterangan atas tindakannya.
Namun kini, ia malah dikepung layaknya sasaran empuk dihadapan para pemangsanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely dad
Romance"Ma...maaff.." Fin mulai terisak. "Ngapain kamu minta maaf JALANG..!? Kutanya sekali lagi... Dimana foto Mary dan Ian..?" "Maaf ....hiks.. A..aku nggak ber..maksud...." Adi terdiam. Masih menghimpun kesabarannya untuk mendengarkan penjelasan F...