Sore itu, Ignas mendengus kesal saat ia memasuki mobilnya, di tempat parkir dari sebuah rumah sakit yang sederhana.
Ia merasa jengkel karena kaki Toni dinyatakan terkilir cukup parah, sehingga pria itu diharuskan beristirahat total alias bedrest selama minimal dua hari penuh.
Ignas sama sekali tidak memperhitungkan bahwa hal seperti itu akan terjadi, dan hal tersebut seakan mengancam untuk menghancurkan sebagian dari rencana balas dendamnya terhadap Adi.Ignas pun memacu mobilnya menuju ke sebuah bar dipinggir jalan ibu kota, dan memesan satu botol minuman beralkohol kesukaannya disana.
Pikirannya yang penuh oleh berbagai rencana dan tekanan pun, seolah meminta jatah untuk diringankan dengan sebotol minuman beralkohol itu.
Ia tidak peduli lagi akan akibat dari mabuk yang akan dialaminya, asalkan pikirannya dapat tenang selama beberapa saat....Tiga per empat botol minuman itu, sudah ia teguk, dan rasa pusing serta halusinasi pun mulai merambati dirinya.
Sang bartender yang cukup mengenali Ignas pun berjalan mendekati pria yang kini tengah berjalan sempoyongan ke arah pintu keluar bar."Minum kebanyakan lagi?
Sedang kena masalah ya?"Ignas yang masih sempoyongan pun hanya menggeleng tak suka, dan mencoba mengatur keseimbangannya yang semakin sulit dikendalikan.
Bartender itu merasa sedikit kasihan pada pria itu.
Ia pun membantu memapahnya untuk keluar dari bar, dan memesankan sebuah taksi untuk mengantarnya pulang.Ignas tidak tahu berapa lama ia tak sadarkan diri, hingga akhirnya taksi itu berhenti sesuai dengan alamat yang telah diberitahukan oleh sang bartender.
Ignas tidak menyadari bahwa ia mengeluarkan uang berlebih untuk taksi itu, dan berjalan dengan sedikit lebih normal ke arah teras dari pondok lawas itu.Dan saat ia menginjakkan kakinya di atas teras keramik yang berwarna merah maroon, Ignas melihat ada sesuatu yang aneh dengan rumah itu.
Rumah lawas itu, terlihat seperti baru saja dibangun beberapa bulan yang lalu.
Dengan dinding yang berwarna putih terang, dan atap yang masih berwarna coklat tua.
Ia menggelengkan kepalanya untuk mengusir halusinasi yang mulai merambati pikirannya, dan mendapati bahwa rumah itu ternyata memang sudah tua.Rumah bergaya klasik, dengan noda coklat dari rembesan air hujan yang sudah menodai dinding yang berwarna putih pucat, serta atapnya yang sudah ditumbuhi oleh banyak lumut.
Ignas pun melangkahkan kakinya untuk membuka pintu kayu tua itu, dan menemukan gadis itu masih tergeletak tak berdaya di atas sofa reyot di ruang tengah.
Mata gadis itu masih terpejam lelap, dan tangannya masih terikat dengan ikatan yang sama seperti tadi pagi.Hanyalah secercah cahaya senja bernuansa oranye yang masuk dari kaca jendela, yang menerangi ruang tengah itu.
Suasana sepi, dengan angin yang bertiup sepoi-sepoi saat menyapu dedaunan kering di luar pondok, seolah membuat Ignas terdiam dan termenung.
Ia seolah diingatkan kembali, akan adik perempuannya yang telah lama meninggal dunia.Adik perempuannya yang menderita penyakit thalasemia akut, sehingga merenggang nyawa bahkan saat masih berumur lima belas tahun.
Ignas ingat sekali, saat ia menemukan adiknya tergeletak tak bernyawa di atas sofa, dengan suasana yang sama persis, seperti yang ia alami sekarang ini.
Di saat senja yang tengah menyapa dunia dengan kehangatannya, dan disaat yang sama pula, Ignas menjerit pilu, karena ia menemukan jasad adiknya yang telah membeku.Dan tubuh Fin yang semakin kurus itu, sekilas seperti nampak persis dengan adiknya yang telah lama meninggal.
Ignas menggelengkan kepalanya ke kanan dan kekiri.
Mencoba menghilangkan halusinasi yang tengah menderanya, bahwa ia melihat sosok Fin sebagai sosok adiknya.
Rasa lelah, letih, dan laparnya, memang membuat dirinya semakin kehilangan fokus.
Halusinasi pun terasa semakin mendominasi pikirannya yang memang penuh.
Namun Ia tidak ingin terpuruk lagi karena kejadian di masa lalunya.
Karena ia pernah mengalami masa-masa itu.
Masa keterpurukan karena ia merasa bersalah oleh kematian adik satu-satunya itu.
Sehingga akhirnya ia harus mendekam di salah satu rumah sakit jiwa, karena menganggap bahwa adiknya masih hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely dad
Romance"Ma...maaff.." Fin mulai terisak. "Ngapain kamu minta maaf JALANG..!? Kutanya sekali lagi... Dimana foto Mary dan Ian..?" "Maaf ....hiks.. A..aku nggak ber..maksud...." Adi terdiam. Masih menghimpun kesabarannya untuk mendengarkan penjelasan F...