Mantan

23.2K 955 12
                                    

.

"Hei buka mulutmu...!"

Ignas menyodorkan sesendok bubur bayi instan beraroma vanilla yang begitu menggugah selera pada Fin, yang tengah duduk diatas kasur besar di pondok itu.
Bajunya yang basah telah berganti menjadi sepasang piyama berbahan hangat milik almarhum Sunny, yang entah mengapa sangat pas dipakai pada tubuh Fin.
Namun kepala Fin yang terasa berdenyut dengan amat menyakitkan itu, membuat Fin menggelengkan kepalanya dengan lemah, untuk menolak makanan yang disodorkan Ignas padanya.
Ia tidak tahu perasaan apa yang tengah melandanya saat ini.
Seolah seluruh perasaan takut, benci, dan marah yang ia miliki saat ini, tengah bercampur aduk didalam relung hatinya yang terasa menyesakkan, karena Fin tidak suka memendam perasaan dendam pada orang lain.

Ignas sendiri mengetahui tatapan benci yang dilayangkan Fin kepadanya saat ini.
Namun ia tidak mau ambil pusing akan perasaan gadis itu kepadanya.
Baginya saat ini, gadis itu hanya akan menjadi bahan alternatif untuk memenuhi rencananya akan pembalasan dendamnya pada Adi.

"Jadi kamu tidak mau makan...?"

Pertanyaan yang terdengar santai itu, terasa seperti sebuah awalan ancaman bagi Fin.
Ya, Ignas memang menyeramkan, dan sama sekali tidak bisa ditebak.
Terkadang ia begitu baik, namun ia dapat menjadi begitu kejam hanya dalam hitungan detik saja.

"Ya kalau kamu tidak mau makan juga tidak apa-apa...
Toh kamu sendiri yang sakit..."

Ignas pun memasukkan sesendok bubur vanilla itu kedalam mulutnya dengan lahap, dan membuat Fin merasa semakin kelaparan karena melihat Ignas yang melahap bubur itu hingga hampir habis.
Fin membuka mulutnya yang kering dengan susah payah.

"A...aku..."

Ignas melirik ke arah gadis itu, dan menunggu gadis itu memohon sesuap dari bubur yang hanya tinggal satu sendok lagi banyaknya.

"Aku hausss...."

Suara Fin terdengar begitu bergetar, dengan air yang sudah banyak berkumpul dimatanya.
Fin benar-benar merasa lemah dan tak berdaya dihadapan pria yang dibencinya itu.
Bahkan hanya untuk mengambil seteguk air pun, ia merasa tidak sanggup.
Ignas tertegun memperhatikan Fin yang kini sudah meneteskan air matanya lagi.

"Kenapa kamu ini mudah sekali menangis sih?"

Ignas mengelap air mata yang mengalir menuruni pipi Fin dengan kasar.
Fin menundukkan kepalanya, dan merasa malu untuk bertatapan muka dengan Ignas.
Harga dirinya terasa terkikis habis dengan pertanyaan dingin yang baru saja dilontarkan oleh pria itu.

"Padahal ayah kamu itu orangnya keras seperti itu, tapi kamu malah cengeng sekali seperti bayi...!
Yakin kamu benar-benar anaknya?
Jangan-jangan kamu itu anak pungut ya...?
Hahaha....!!!"

Ignas mengatakan hal itu sambil berlalu untuk mengambilkan secangkir teh hangat untuk diberikan pada Fin.
Ignas tidak sadar, bahwa ia baru saja menyakiti hati gadis itu untuk yang ke sekian kalinya.

Fin terisak kecil karena rasa sakit hatinya.
Bertambahlah satu poin lagi alasan bagi Fin untuk membenci Ignas.
Walaupun sebenarnya, Ignas benar-benar tidak sengaja saat menorehkan luka yang teramat dalam itu pada hati Fin.

Ignas pun kembali dengan secangkir teh hangat di tangannya, dan memberikannya pada Fin.
Namun Fin malah membuang mukanya sambil masih terisak, karena perkataan kejam Ignas yang terasa menghujam hatinya.

"Hei...!
Tadi kamu bilang haus...!
Sekarang tidak mau minum...!
Mau kamu itu apa sih...!?"

Fin masih membuang wajahnya dari Ignas, dan masih sambil terisak.
Ignas menarik lengan Fin dengan kasar karena rasa kesalnya.

My Lovely dadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang