Timbul

28.5K 1.1K 9
                                    

Adi POV

Hari ini aku memang sengaja pulang cepat hanya untuk menemukan anak itu, yang sudah pasti belum menyelesaikan pekerjaannya.
Lihat saja...
Aku berani bertaruh bahwa dia pasti sekarang ini masih sibuk menyelesaikan pekerjaannya yang belum selesai.
Segera saja kupacu mobil sedanku menjauhi gedung kantor, dan mengarahkannya menuju rumahku.

Saat memasuki ruang tamu, aku sedikit terkejut karena ruangan yang sebelumnya terdapat banyak sampah yang berserakan itu, sangat rapih dan bersih.

Boleh juga...

Tapi bagaimana dengan ruang tengah?

Kulangkahkan lagi kakiku menuju ruang tengah.

Hebat sekali anak ini...

Bukankah tadi siang dia demam?

Apakah dia terlalu memaksakan diri...?

Entah kenapa aku jadi sedikit kasihan padanya.
Aku berjalan ke teras belakang, dan menemukan anak itu sedang tertidur dengan menaruh kepalanya di atas sebuah kain pel yang sudah usang.

Seperti yang sudah kukatakan...

Dia tidak mungkin berhasil membereskan rumah ini secepat itu.
Bahkan kolam renangnya saja masih berwarna keruh.
Aku berjalan mendekatinya, dan menepuk-nepuk pipinya kasar agar ia cepat bangun.

"Hei...!
Bangun putri tidur...!"

Ia membuka matanya perlahan, dan segera terlonjak kaget saat ia melihatku.

"Pa....papa...!?"

Ia segera mengedarkan matanya ke sekelilingnya, seperti mencari pekerjaan yang belum ia selesaikan.

"Kolam renangnya masih kotor...
Kamu ini dari tadi mengerjakan apa saja sih...!?"

Bibirnya bergetar karena bentakanku.
Anak ini sungguh benar-benar cengeng!

"Ma...Maafkan aku pa...
Aku janji aku bereskan hari ini juga pa....."

Dia mengiba padaku sambil memeluk betisku erat, dan menangis disana.

Oh hentikan tangisan itu...!

Tangisannya benar-benar membuat betisku basah.
Tubuhnya pun terasa panas.
Pasti dia masih demam.
Aku menarik kakiku dari pelukannya, aku sudah tidak tahan lagi dengan tangisannya.

"Hentikan tangisanmu!
Dan sekarang segeralah berkemas...
Besok pagi aku antarkan kamu sampai ke panti asuhan..."

Dia tampak tercengang dengan kata-kataku.
Walaupun sebenarnya, aku tak mungkin mengirimnya ke sana.
Karena panti asuhan tidak mungkin mau menerima gadis berumur 19 tahun, yang sebenarnya sudah bisa hidup mandiri.
Fin segera kembali memeluk betisku sambil menjerit histeris.

"Pa...!

Jangan pa...!

Kurung aku aja pa...!

Tapi tolong jangan buang aku pa...!

Kumohonnn...."

Dia terus menangis dan memeluk betisku erat walaupun aku sudah berusaha melepaskannya.

"Hentikan Fin..!

Lepaskan aku..!"

Kudorong kepalanya dengan keras, sehingga tubuhnya terjengkang ke belakang, dan akhirnya melepaskan kakiku.
Namun dia masih tetap saja merangkak kembali untuk menangkap ujung celana panjangku.

"A...aku mohon pa...!

Ku...mohonnn....!"

Ia merangkak mendekatiku, dan perlahan ia menurunkan wajahnya dan mulai mencium sepatuku walau masih dengan bersimbah air mata.

My Lovely dadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang